Home » » Penjagaan Jalur Dagang di Laut Terganjal Hukum Internasional

Siarlingkungan.com // Jakarta - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan penerapan standard operating procedure (SOP) pengamanan di perairan Sulu atau kawasan Jolo, Filipina, tidak segampang yang dibayangkan. Ada banyak hal yang harus diperhitungkan.

"Terutama soal hukum internasional," ujar Retno saat dicegat di kompleks Istana Kepresidenan, Senin malam, 1 Agustus 2016.

Bendera Negara
Indonesia, Malaysia, dan Philipina telah meneken perjanjian trilateral terkait dengan pengamanan di perairan masing-masing pada Mei lalu. Tujuannya, untuk mencegah penyanderaan atau pembajakan oleh jaringan teroris seperti yang dilakukan jaringan Abu Sayyaf terhadap 10 Warga Negara Indonesia di perairan Sulu.

Isi SOP itu beragam. Salah satu di antaranya, penempatan pasukan militer di dalam kapal dagang agar pelayaran berjalan aman. Selain itu ada juga soal penetapan koridor patroli angkatan laut masing-masing negara untuk mengefisiensikan respons terhadap serangan pembajak atau teroris.

Hari ini, Perdana Menteri Malaysia Najib Razab khusus berkunjung ke Istana Kepresidenan untuk membahas dan menindaklanjuti SOP pengamanan tersebut dan kondisi di Sulu. Ia bertemu dengan Presiden Joko Widodo, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Wiranto. Harapannya, dari pertemuan itu, SOP terkait bisa segera diimplementasikan.

Retno melanjutkan, salah satu hal yang mengganjal penerapan SOP itu adalah aturan IMO atau Organisasi Maritim Internasional. IMO secara tertulis melarang penempatan unsur militer di dalam kapal Niaga. Padahal, SOP menginginkan adanya akses militer di kapal. Bahkan, Panglima TNI AL Gatot Nurmantyo pernah menyatakan bahwa Panglima TNI Malaysia dan Philipina pun setuju akan hal itu.

Hal mengganjal lainnya adalah penetapan koridor patroli. Belum ada kesepakatan atau kesamaan paham antar negara peserta trilateral terkait dengan koridor-koridor itu. Padahal koridor patroli itu untuk menentukan siapa yang bisa bergerak lebih dahulu jika pembajakan terjadi.

"Jadi sebenarnya lebih ke arah teknis dan aturan internasional yang harus diperhitungkan, " ujar Retno.

Retno belum bisa memperkirakan kapan SOP itu bisa mulai diaplikasikan. Namun, ia menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo sudah memberikan arahan agar SOP itu diperjuangkan untuk bisa diimplementasikan. Kebetulan, pekan ini, Kementerian Pertahanan Indonesia, Malaysia, dan Philipina melakukan pertemuan trilateral lanjutan di Bali terkait hal itu.

"Menhan sudah berangkat ke Bali. Kita tunggu Menhan kembali dari sana (untuk tahu hasilnya), " ujar Retno.

_____
Editor : Eni
Sumber : Tempo

Tags:

0 komentar to "Penjagaan Jalur Dagang di Laut Terganjal Hukum Internasional"

Posting Komentar