Terkait dengan penangguhan penahanan, dapat kita lihat ketentuan yang mengaturnya dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (“KUHAP”) yang berbunyi atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Dengan demikian, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada:
Dengan demikian, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada:
- Permintaan dari tersangka atau terdakwa;
- Permintaan penangguhan penahanan ini disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan;
- Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan.
M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan (hal. 215) menjelaskan bahwa salah satu perbedaan antara penangguhan penahanan dengan pembebasan dari tahanan, terletak pada “syarat”. Faktor ini merupakan “dasar” atau landasan pemberian penangguhan penahanan. Sedang dalam tindakan pembebasan, dilakukan “tanpa syarat”, sehingga tidak merupakan faktor yang mendasari pembebasan. Menurut Yahya, penetapan syarat ini merupakan conditio sine quanon dalam pemberian penangguhan. Sehingga, tanpa adanya syarat yang ditetapkan lebih dulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan.
Mengenai syarat penangguhan penahanan ini selanjutnya dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yaitu, tersangka/terdakwa:
- wajib lapor;
- tidak keluar rumah;
- tidak keluar kota.
Itulah syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan penahanan. Contohnya adalah dengan membebankan kepada tahanan untuk “melapor” setiap hari, satu kali dalam setiap tiga hari atau satu kali seminggu, dan sebagainya. Atau pembebanan syarat bisa berupa tidak keluar rumah maupun tidak keluar kota.
Lebih jauh, dalam PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP diatur bahwa dalam permintaan penangguhan penahanan, ada jaminan yang disyaratkan yang bisa berupa:
1. Jaminan Uang (Pasal 35).
- Jaminan uang ini ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
- Penyetoran uang jaminan ini dilakukan sendiri oleh pemohon atau penasihat hukumnya atau keluarganya dan untuk itu panitera memberikan tanda terima.
- Penyetoran ini dilakukan berdasar “formulir penyetoran” yang dikeluarkan instansi yang bersangkutan.
- Bukti setoran ini dibuat dalam rangkap tiga sesuai ketentuan angka 8 huruf f Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983. Tembusan tanda penyetoran tersebut oleh panitera disampaikan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan untuk menjadi dasar bagi pejabat yang menahan mengeluarkan surat perintah atau surat penetapan penangguhan penahanan.
- Apabila kemudian tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah melewati waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.
2. Jaminan Orang (Pasal 36).
- Orang penjamin bisa penasihat hukumnya, keluarganya, atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan apa pun dengan tahanan.
- Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia “bersedia” dan bertanggung jawab memikul segala risiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.
- Identitas orang yang menjamin harus disebutkan secara jelas.
- Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin, yang disebut “uang tanggungan” (apabila tersangka/terdakwa melarikan diri).
- Pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin.
Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan:
- Apabila tersangka/terdakwa melarikan diri;
- Dan setelah lewat 3 bulan tidak ditemukan;
- Penyetoran uang tanggungan ke kas Negara dilakukan oleh orang yang menjamin melalui panitera Pengadilan Negeri;
- Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang ditentukan tersebut, jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
Jadi, untuk seseorang tersangka/terdakwa dapat ditangguhkan penahanannya, perlu dipenuhi syarat-syarat dan ada jaminan yang harus diberikan sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Namun, hal-hal yang disebutkan di atas adalah dalam ranah normatif dan dapat berbeda dengan praktiknya di lapangan. Pada praktik di lapangan, seperti ditulis dalam artikel Penangguhan Penahanan Dengan Uang Jaminan Perlu Diperjelas, penangguhan penahanan tersangka atau terdakwa dengan jaminan uang sangat berbeda dari yang diatur di dalam KUHAP serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Misalnya saja, pihak panitera pengadilan negeri tidak pernah memberikan tanda terima atas penyerahan uang jaminan yang diberikan pihak tersangka atau kuasa hukumnya. Selain itu, seperti dikatakan advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang dikutip dalam artikel tersebut, uang jaminan atas penangguhan penahanan yang diberikan sebelumnya, seringkali tidak pernah dikembalikan kepada pihak yang memberikannya meski terdakwa kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Demikian gambaran umum terhadap suatu informasi dan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
- Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983
_____
[ Dijawab oleh : Diana Kusumasari, S.H., M.H. - Title : Syarat-syarat Penangguhan Penahanan - Sumber : Hukum Online ]
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dalam praktiknya, seringkali status tahanan menjadi berkepanjangan karena proses pemeriksaan di pihak kepolisian masih berjalan. Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penahanan. Penjelasan lebih lanjut mengenai penahanan dapat Anda simak dalam artikel Jangka Waktu Maksimal Penahanan di Kepolisian.
Penangguhan penahanan itu sendiri dapat kita lihat pengaturan dalam Pasal 31 ayat KUHAP yang berbunyi:
Penangguhan penahanan itu sendiri dapat kita lihat pengaturan dalam Pasal 31 ayat KUHAP yang berbunyi:
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan;
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.
Jadi, dari pasal di atas dapat kita uraikan mengenai syarat tersangka atau terdakwa mendapat penangguhan penahanan adalah:
- Ada permintaan dari tersangka atau terdakwa
- Permintaan penangguhan penahanan disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim (sesuai kewenangannya masing-masing) yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan
- Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan.
Lebih lanjut mengenai penangguhan penahanan, Anda dapat membaca artikel Syarat-syarat Penangguhan Penahanan.
Menjawab pertanyaan Anda, dari sini dapat kita ketahui bahwa selama tersangka/terdakwa memenuhi syarat-syarat penangguhan penahanan di atas, maka seorang tersangka/terdakwa dapat meminta penangguhan penahanan meskipun sudah ditahan selama 7 hari. Hal ini semakin jelas ketika penangguhan penahanan itu memang bisa juga diajukan oleh terdakwa itu sendiri.
Perlu diketahui juga, pada dasarnya, tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya [Pasal 59 KUHAP].
Terkait dengan hak tersangka atau terdakwa mendapatkan penangguhan penahanan, Pasal 60 KUHAP mengatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.
Demikian gambaran umum terhadap suatu informasi dan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
_____
[ Dijawab oleh : Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. - Title : Kapan Tersangka Dapat Meminta Penangguhan Penahanan? - Sumber : Hukum Online ]
Pemalang, Jateng [Siarlingkungan] - Bekas anggota DPRD Pemalang, Jawa Tengah ditangkap kepolisian setempat. Gara-garanya, dia menipu sejumlah warga dengan menjanjikan bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara alias PNS. Tersangka sempat masuk daftar pencarian orang (DPO) kepolisian selama satu tahun.
"Penangkapan tersangka berawal dari laporan salah satu korban penipuan atas nama Susandi Librawati, 37, warga Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan," kata Kapolres Pemalang AKBP Kingkin Winisuda, kemarin.
Korban tergiur dengan janji tersangka Suwatno, 43. Katanya, tersangka dapat meloloskan Siska Rahmania, adik Susandi, menjadi PNS melalui jalur khusus K2, walaupun belum mengabdi.
Legislator Pemalang periode 2009-2014 itu meminta imbalan Rp85 juta. Korban merasa yakin, uang muka Rp40 juta diberikan.
Beberapa hari kemudian, tersangka meminta kekurangannya kepada korban sebesar Rp45 juta. Pembayaran dilakukan di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
“Dengan alasan akan langsung terbang ke Jakarta. Namun, ditunggu hingga tiga tahun, PNS yang dijanjikan pelaku tidak kunjung ditepati,” ungkapnya.
Akhirnya, pada 2015 korban melaporkan ke Polres Pemalang. Kepolisan sudah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali. Namun tersangka mangkir dari panggilan sehingga ditetapkan sebagai DPO.
Suwatno, warga Desa Tasikrejo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang ini, tak berkutik ketika petugas meringkusnya satu tahun kemudian di rumahnya. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
_____
Penulis : SAN
Editor : Rizal
Sumber : Metronews
"Penangkapan tersangka berawal dari laporan salah satu korban penipuan atas nama Susandi Librawati, 37, warga Kecamatan Doro, Kabupaten Pekalongan," kata Kapolres Pemalang AKBP Kingkin Winisuda, kemarin.
Korban tergiur dengan janji tersangka Suwatno, 43. Katanya, tersangka dapat meloloskan Siska Rahmania, adik Susandi, menjadi PNS melalui jalur khusus K2, walaupun belum mengabdi.
Legislator Pemalang periode 2009-2014 itu meminta imbalan Rp85 juta. Korban merasa yakin, uang muka Rp40 juta diberikan.
Beberapa hari kemudian, tersangka meminta kekurangannya kepada korban sebesar Rp45 juta. Pembayaran dilakukan di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
“Dengan alasan akan langsung terbang ke Jakarta. Namun, ditunggu hingga tiga tahun, PNS yang dijanjikan pelaku tidak kunjung ditepati,” ungkapnya.
Akhirnya, pada 2015 korban melaporkan ke Polres Pemalang. Kepolisan sudah melakukan pemanggilan sebanyak tiga kali. Namun tersangka mangkir dari panggilan sehingga ditetapkan sebagai DPO.
Suwatno, warga Desa Tasikrejo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang ini, tak berkutik ketika petugas meringkusnya satu tahun kemudian di rumahnya. Atas perbuatannya, tersangka dijerat pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
_____
Penulis : SAN
Editor : Rizal
Sumber : Metronews
Siarlingkungan - Minum air dalam jumlah banyak boleh-boleh saja dilakukan, asal tak berdekatan dengan waktu makan, misalnya 1 jam sebelum makan.
Sayangnya, banyak yang meminum air bergelas-gelas tepat sebelum suapan pertama dimulai, atau bahkan di tengah-tengah waktu makan. Padahal, kebiasaan tersebut bisa mengganggu organ pencernaan dalam mencerna makanan dan menyerap nutrisi secara optimal.
"Ada begitu banyak kekeliruan informasi di luar sana tentang topik ini," kata Ali Miller, RD, ahli gizi integratif dan bersertifikat serta spesialis manajemen berat badan di Naturally Nourished RD.
"Pada praktiknya, ini lebih banyak menimbulkan bahaya ketimbang manfaat baik. Cairan yang berlebihan saat makan dapat menyebabkan kembung, gangguan pencernaan, dan bahkan gangguan penyerapan nutrisi."
Idealnya, Miller mengatakan, perut menjaga tingkat keasaman 1 sampai 2 skala pH, yang membantu memecah protein, merangsang pelepasan enzim pencernaan, membantu dalam penyerapan vitamin seperti B12, dan membantu mengubah makanan menjadi bubur untuk membuat pencernaan bekerja lebih mudah.
Tetapi ketika Anda banyak minum saat makan, Anda memperlambat seluruh proses, yang dapat menyebabkan kembung dan kurang optimalnya kinerja pencernaan.
Walau penelitian menunjukkan Anda akan menghemat beberapa kalori, Anda harus memutuskan apakah itu layak?
Dalam buku Go With Your Gut, penulis Robyn Youkilis merekomendasikan tidak minum setengah jam sebelum makan dan hingga satu jam setelah makan.
Jika Anda benar-benar harus minum, katanya, ambillah seteguk kecil hanya untuk membasuh mulut, atau Anda akan kehilangan manfaat asam klorida yang penting untuk memecah makanan dengan baik.
Jadi, kapan waktu yang ideal untuk minum kala bersantap? Untuk pencernaan yang sehat, batasi diri untuk minum 100 ml air pada waktu makan, semata-mata untuk membantu menelan, kata Miller.
Selain membatasi cairan, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengoptimalkan kinerja pencernaan, yaitu mengunyah lebih lama, makan dalam keadaan rileks, dan makan makanan dengan rasa agak pahit misalnya sawi serta rasa asam misalnya cuka apel untuk membantu menyukseskan diet.
"Semua itu bisa merangsang empedu dan aliran enzim," kata Miller, "mempertahankan pencernaan dalam kondisi yang ideal untuk memecah makanan dan menyerap nutrisi."
_____
Editor : Eni
Sumber : msn/Kompas
Sayangnya, banyak yang meminum air bergelas-gelas tepat sebelum suapan pertama dimulai, atau bahkan di tengah-tengah waktu makan. Padahal, kebiasaan tersebut bisa mengganggu organ pencernaan dalam mencerna makanan dan menyerap nutrisi secara optimal.
"Ada begitu banyak kekeliruan informasi di luar sana tentang topik ini," kata Ali Miller, RD, ahli gizi integratif dan bersertifikat serta spesialis manajemen berat badan di Naturally Nourished RD.
"Pada praktiknya, ini lebih banyak menimbulkan bahaya ketimbang manfaat baik. Cairan yang berlebihan saat makan dapat menyebabkan kembung, gangguan pencernaan, dan bahkan gangguan penyerapan nutrisi."
Idealnya, Miller mengatakan, perut menjaga tingkat keasaman 1 sampai 2 skala pH, yang membantu memecah protein, merangsang pelepasan enzim pencernaan, membantu dalam penyerapan vitamin seperti B12, dan membantu mengubah makanan menjadi bubur untuk membuat pencernaan bekerja lebih mudah.
Tetapi ketika Anda banyak minum saat makan, Anda memperlambat seluruh proses, yang dapat menyebabkan kembung dan kurang optimalnya kinerja pencernaan.
Walau penelitian menunjukkan Anda akan menghemat beberapa kalori, Anda harus memutuskan apakah itu layak?
Dalam buku Go With Your Gut, penulis Robyn Youkilis merekomendasikan tidak minum setengah jam sebelum makan dan hingga satu jam setelah makan.
Jika Anda benar-benar harus minum, katanya, ambillah seteguk kecil hanya untuk membasuh mulut, atau Anda akan kehilangan manfaat asam klorida yang penting untuk memecah makanan dengan baik.
Jadi, kapan waktu yang ideal untuk minum kala bersantap? Untuk pencernaan yang sehat, batasi diri untuk minum 100 ml air pada waktu makan, semata-mata untuk membantu menelan, kata Miller.
Selain membatasi cairan, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengoptimalkan kinerja pencernaan, yaitu mengunyah lebih lama, makan dalam keadaan rileks, dan makan makanan dengan rasa agak pahit misalnya sawi serta rasa asam misalnya cuka apel untuk membantu menyukseskan diet.
"Semua itu bisa merangsang empedu dan aliran enzim," kata Miller, "mempertahankan pencernaan dalam kondisi yang ideal untuk memecah makanan dan menyerap nutrisi."
_____
Editor : Eni
Sumber : msn/Kompas
Siarlingkungan.com // India - Tim Piala Thomas Indonesia berhasil menyabet gelar juara, dalam Kejuaraan Bulutangkis Beregu Asia 2016. Bermain di Gachibowli Stadium, Hyderabad, India, Tim Indonesia lewat perjuangan keras berhasil mengalahkan Tim Jepang 3-2.
Di partai pertama, Indonesia harus lebih dulu tertinggal dari Jepang. Tunggal putra, Ihsan Maulana Mustofa tak bisa berbuat banyak setelah kalah straight set dari tunggal putra Jepang, Kento Momota, 21-17, 21-7.
Indonesia berhasil menyamakan kedudukan, setelah pasangan ganda putra masa depan, Ricky Karanda Suwardi/Angga Pratama, mengalahkan pasangan terbaik Jepang, Hiroyuki Endo/Kenichi Hayakawa.
Ricky/Angga harus melewati duel ketat rubber game, sebelum mengalahkan Endo/Hayakawa, 22-20, 14-21, dan 21-17.
Indonesie berbalik memimpin atas Jepang, setelah Anthony Ginting tanpa kesulitan menekuk tunggal putra Jepang lainnya, Sho Sasaki. Anthony menang straight set, 21-7, 21-16.
Pertarungan semakin ketat, setelah Jepang mampu menyamakan kedudukan menjadi 2-2. Ganda putra Jepang, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda, berhasil mengalahkan pasangan Indonesia Berry Angriawan/Ryan Agung Saputra straight set, 21-16, 21-15.
Di partai penentuan, secara dramatis Indonesia memastikan kemenangan atas Jepang, setelah Jonatan Christie mengalahkan tunggal putra Jepang, Kenta Nishimoto. Lewat pertarungan rubber game, Jonatan menghentikan perlawanan Nishimoto 14-21, 21-19, dan 21-13.
Kemenangan ini mengantar Tim Piala Thomas Indonesia merebut gelar juara dalam Kejuaraan Bulutangkis Beregu Asia 2016.
_____
Editor : Eni
Sumber : Viva
Jakarta [Siarlingkungan] - Usulan revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR terus ditolak. Apabila undang-undang tersebut tetap direvisi, Ketua KPK Agus Rahardjo siap untuk mengundurkan diri.
"Saya pribadi bersedia mengundurkan diri kalau misal revisi ini tetap dilakukan. Saya orang pertama yang mengundurkan diri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam acara Tokoh Lintas Agama, Misi Kerukunan Agama untuk Melawan Korupsi di Kantor PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Minggu (21/2/2016).
Dilansir detikcom, Agus menyampaikan bahwa dukungan dari para pemuka agama sangat penting bagi KPK. Ke depan, KPK juga akan memperkuat lembaganya dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Secara pribadi termasuk kelembagaan KPK tentu kami berterima kasih atas dukungan dari majelis agama yang hadir di sini. Banyak sekali yang hadir di sini, Muhammadiyah, Budha, Hindu, Konghucu, Katolik. Sikap teman-teman ini jelas sekali draft saat ini memperlemah bukan memperkuat. Dan kami mengapresiasi," jelasnya.
Selain itu, Agus juga menambahkan setiap hal yang dilakukan oleh KPK termasuk soal penyadapan selalu dibicarakan terlebih dahulu. "Kita kumpul dulu berlima kalau mau melakukan penyadapan. Lalu kita diskusi apakah bukti sudah cukup kuat untuk melakukan penyadapan. Nah itu yang tidak diketahui oleh orang-orang," tutur Agus Rahardjo.
_____
Penulis : yds/Hbb
Editor : Eni
"Saya pribadi bersedia mengundurkan diri kalau misal revisi ini tetap dilakukan. Saya orang pertama yang mengundurkan diri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam acara Tokoh Lintas Agama, Misi Kerukunan Agama untuk Melawan Korupsi di Kantor PP Muhammadiyah, Jl Menteng Raya, Jakarta Pusat, Minggu (21/2/2016).
Dilansir detikcom, Agus menyampaikan bahwa dukungan dari para pemuka agama sangat penting bagi KPK. Ke depan, KPK juga akan memperkuat lembaganya dalam rangka pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Secara pribadi termasuk kelembagaan KPK tentu kami berterima kasih atas dukungan dari majelis agama yang hadir di sini. Banyak sekali yang hadir di sini, Muhammadiyah, Budha, Hindu, Konghucu, Katolik. Sikap teman-teman ini jelas sekali draft saat ini memperlemah bukan memperkuat. Dan kami mengapresiasi," jelasnya.
Selain itu, Agus juga menambahkan setiap hal yang dilakukan oleh KPK termasuk soal penyadapan selalu dibicarakan terlebih dahulu. "Kita kumpul dulu berlima kalau mau melakukan penyadapan. Lalu kita diskusi apakah bukti sudah cukup kuat untuk melakukan penyadapan. Nah itu yang tidak diketahui oleh orang-orang," tutur Agus Rahardjo.
_____
Penulis : yds/Hbb
Editor : Eni
Siarlingkungan.com // - Ada banyak orang mempunyai semboyan, “bersenang-senang dahulu, bersenang-senang kemudian”. Pendek kata, maunya senang terus. Mungkin kita pun demikian, cenderung memilih apa yang menyenangkan hati. Kalau bisa, bersenang-senang di dunia, lalu kelak bersenang-senang di Surga. Tetapi hal itu tidak diajarkan oleh sabda Tuhan. Sebab untuk sampai ke Surga diperlukan persiapan dan ini tidak bisa dilewati dengan hanya bersenang-senang.
Di dalam Injil kita mendengar janji Allah kepada Abraham. Ini adalah pengulangan janji yang sudah pernah dikatakan Allah sebelumnya (Kej 12:1-9). Yaitu bahwa Allah akan membuat keturunan Abraham menjadi bangsa yang besar, dan bahwa Allah akan memberikan kepadanya tanah yang subur sebagai miliknya. Namun sebelum sampai ke Tanah terjanji itu, ada hal-hal yang mendahuluinya. Yaitu Abraham taat pada perintah Tuhan untuk meninggalkan tempat kediamannya yang lama. Di perjalanan, ia harus bersusah-payah bahkan harus berjuang membebaskan Lot saudaranya, dan orang-orangnya dari perampasan oleh raja-raja di daerah sekitar tanah Kanaan itu (lih. Kej 14). Maka janji dan penyertaan Allah tidak meniadakan perjuangan Abraham. Iman Abraham pun diuji. Karena ketika Allah berjanji bahwa keturunan Abraham akan menjadi sebanyak bintang di langit, ia masih belum mempunyai keturunan. Kendati demikian, Abraham percaya kepada Allah, dan ini diperhitungkan oleh Allah (Kej 15:6). Abraham pun mempersembahkan kurban kepada Allah sebagai tanda imannya akan janji Allah itu.
Kisah Abraham mengajak kita untuk memeriksa diri. Apakah kita juga mempunyai iman seperti ini, yang tetap percaya kepada Tuhan meskipun belum dapat melihat penggenapan janji-Nya? Sebagaimana Allah telah berjanji menghantar Abraham dan keturunannya ke tanah Kanaan, Allah pun berjanji akan menghantar kita ke Tanah Perjanjian yang sesungguhnya, yaitu Surga. Untuk itu, kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Abraham. Yaitu, rela meninggalkan “zona nyaman” kita, dosa-dosa dan cara hidup kita yang lama, untuk mau dipimpin oleh Tuhan. Ini tidak mudah, dan membutuhkan perjuangan. Namun kabar baiknya adalah: Tuhan akan menyertai dan membantu kita memenangkan perjuangan kita. Sebagai ungkapan rasa syukur dan iman, kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Abraham, yaitu mempersembahkan kurban kepada Tuhan. Betapa ini nyata, setiap kali kita mempersembahkan diri kita dalam kurban Ekaristi. Maka kisah Abraham sebenarnya merupakan gambaran samar-samar tentang apa yang seharusnya kita lakukan pula dalam perjalanan rohani kita, tentu dengan acuan kepada penggenapannya dalam Kristus.
Kemudian, Rasul Paulus memperjelas bahwa jalan untuk sampai kepada kemuliaan surgawi, adalah melalui salib. Karena itu, kita tidak boleh menolak salib, dengan dalih, “salib sudah dipikul oleh Yesus, sekarang aku tak perlu memikulnya”. Sebab tak sedikit orang yang mengaku diri sebagai Kristen, namun paham yang diyakininya adalah demikian. Puasa dan mati raga dianggap tidak perlu dan iman diukur dari seberapa banyak itu mendatangkan berkat-berkat duniawi. Walaupun dalam perjuangan hidup kita Tuhan selalu menyertai dan memberkati, namun seharusnya fokus kita sebagai umat Kristen bukan kepada berkat-berkat tersebut, tetapi kepada salib Kristus, yang daripadanya kita memperoleh kekuatan untuk memikul salib kehidupan kita masing-masing. Rasul Paulus malah mengingatkan, bahwa kalau kita memusuhi salib, kita menjadikan perut sebagai Tuhan kita, sebab pikiran kita semata-mata tertuju kepada hal-hal duniawi; dan ini akan membinasakan kita (lih. Flp 3: 19). Betapa keras perkataan ini! Namun mari kita biarkan sabda Tuhan ini membuat kita melihat dengan jujur ke dalam hati, apakah kita memusuhi salib, ataukah kita menerimanya dengan rasa syukur? Sebab melalui salib, kita dapat dibawa lebih dekat kepada Kerajaan Surga.
Salib kita adalah berbagai tanggung jawab kita sehubungan dengan tugas panggilan hidup kita masing-masing, dan segala bentuk pengorbanan yang menyertainya. Para rasul, termasuk Rasul Paulus, mengartikan salib yang harus mereka pikul ini sampai ke tingkat yang tertinggi. Yaitu, mereka mengambil cara hidup Yesus sebagai cara hidup mereka sendiri: taat, miskin, dan rela menyerahkan nyawa mereka demi iman, harap dan kasih mereka akan Kristus. Dengan kapasitas masing-masing, kita pun dipanggil untuk hidup mengikuti teladan para rasul ini. Artinya, selalu mengarahkan hati kepada iman dan pengharapan kita akan kehidupan kekal yang dijanjikan Kristus, dan tak enggan berkorban untuk itu, demi kasih kita kepada-Nya. Maka apa yang kita lakukan di dunia akan memperoleh arti yang baru. Diberi rejeki dan talenta, kita bertanya: “Apa yang dapat kubuat dari rejeki dan talenta ini untuk memuliakan Tuhan dan membawa banyak orang kepada keselamatan?” Demikian juga, jika Tuhan mengizinkan kita mengalami salib kehidupan, entah penyakit, ataupun pergumulan di keluarga dan di tempat kerja. Kita tetap percaya bahwa jika kita dengan rela mempersatukan segala penderitaan kita dengan penderitaan Yesus di salib, maka itu akan menjadi penderitaan yang menyelamatkan, entah bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Sebab di akhir penderitaan itu, ada pengharapan akan kemuliaan surgawi di mana kita akan dipersatukan dengan Dia.
Kisah Injil hari ini juga meneguhkan pengharapan ini. Kristus mengizinkan para rasul-Nya—Petrus, Yohanes dan Yakobus—untuk melihat bagaimana Ia dimuliakan di atas gunung, untuk meneguhkan iman mereka. Pengalaman ini menghibur mereka dari kekecewaan setelah mendengar pemberitahuan Yesus, bahwa Ia akan menderita dan wafat, sebelum dibangkitkan. Bahkan selanjutnya, Yesus meminta agar setiap orang yang mau mengikuti jejak-Nya, untuk memikul salibnya juga (lih. Luk 9:22). Dapat dibayangkan bahwa perkataan Yesus ini tidak langsung dipahami oleh para murid-Nya dan bahkan mendatangkan kekecewaan bagi mereka. Maka peristiwa Transfigurasi Yesus ini menjadi penghiburan yang meneguhkan pengharapan para murid itu, bahwa akan ada kemuliaan setelah penderitaan dan kematian. Bahkan bertahun-tahun kemudian setelah Kristus bangkit dan naik ke Surga, Rasul Petrus masih mengingat peristiwa tersebut sebagai pengalaman berharga yang meneguhkan pengharapan imannya. Dan ia menuliskan peristiwa itu dalam suratnya untuk meneguhkan pengharapan umat beriman yang lain (lih. 2Ptr 1:17-18).
Seperti Rasul Petrus, kita pun dapat selalu memusatkan hati kepada pengharapan kita akan kebahagiaan surgawi. St. Josemaria Escriva mengatakan, “Di saat godaan datang, pikirkanlah Sang Kasih yang menantikan kamu di Surga. Tumbuhkanlah pengharapanmu… Kita akan berpikir tentang seperti apakah Surga itu. ‘Apa yang tak pernah dilihat oleh mata, dan didengar oleh telinga, dan tak pernah masuk dalam hati manusia, itulah yang disediakan bagi mereka yang mengasihi Dia’. Dapatkah kamu membayangkan bagaimana rasanya untuk sampai ke sana dan bertemu dengan Allah, untuk melihat indahnya kasih yang dicurahkan dalam hati kita…? (St. Josemaria Ecriva, The Way 139). Marilah di masa Prapaska ini, sesering mungkin kita mengangkat hati dan pikiran kita kepada Tuhan dan mendoakan Mazmur yang kita dengar hari ini:
“Tuhan adalah terang dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?… Sungguh aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan, di negeri orang-orang yang hidup…. Aku percaya kepadaMu, Tuhanlah Pengharapanku! Amin.”
[Minggu Prapaskah II: Kej 15:5-18; Mzm 27:1-14; Flp 3:17-4:1; Luk 9:28-36]
_____ katolisitas.org
Di dalam Injil kita mendengar janji Allah kepada Abraham. Ini adalah pengulangan janji yang sudah pernah dikatakan Allah sebelumnya (Kej 12:1-9). Yaitu bahwa Allah akan membuat keturunan Abraham menjadi bangsa yang besar, dan bahwa Allah akan memberikan kepadanya tanah yang subur sebagai miliknya. Namun sebelum sampai ke Tanah terjanji itu, ada hal-hal yang mendahuluinya. Yaitu Abraham taat pada perintah Tuhan untuk meninggalkan tempat kediamannya yang lama. Di perjalanan, ia harus bersusah-payah bahkan harus berjuang membebaskan Lot saudaranya, dan orang-orangnya dari perampasan oleh raja-raja di daerah sekitar tanah Kanaan itu (lih. Kej 14). Maka janji dan penyertaan Allah tidak meniadakan perjuangan Abraham. Iman Abraham pun diuji. Karena ketika Allah berjanji bahwa keturunan Abraham akan menjadi sebanyak bintang di langit, ia masih belum mempunyai keturunan. Kendati demikian, Abraham percaya kepada Allah, dan ini diperhitungkan oleh Allah (Kej 15:6). Abraham pun mempersembahkan kurban kepada Allah sebagai tanda imannya akan janji Allah itu.
Kisah Abraham mengajak kita untuk memeriksa diri. Apakah kita juga mempunyai iman seperti ini, yang tetap percaya kepada Tuhan meskipun belum dapat melihat penggenapan janji-Nya? Sebagaimana Allah telah berjanji menghantar Abraham dan keturunannya ke tanah Kanaan, Allah pun berjanji akan menghantar kita ke Tanah Perjanjian yang sesungguhnya, yaitu Surga. Untuk itu, kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Abraham. Yaitu, rela meninggalkan “zona nyaman” kita, dosa-dosa dan cara hidup kita yang lama, untuk mau dipimpin oleh Tuhan. Ini tidak mudah, dan membutuhkan perjuangan. Namun kabar baiknya adalah: Tuhan akan menyertai dan membantu kita memenangkan perjuangan kita. Sebagai ungkapan rasa syukur dan iman, kita pun dipanggil untuk menjadi seperti Abraham, yaitu mempersembahkan kurban kepada Tuhan. Betapa ini nyata, setiap kali kita mempersembahkan diri kita dalam kurban Ekaristi. Maka kisah Abraham sebenarnya merupakan gambaran samar-samar tentang apa yang seharusnya kita lakukan pula dalam perjalanan rohani kita, tentu dengan acuan kepada penggenapannya dalam Kristus.
Kemudian, Rasul Paulus memperjelas bahwa jalan untuk sampai kepada kemuliaan surgawi, adalah melalui salib. Karena itu, kita tidak boleh menolak salib, dengan dalih, “salib sudah dipikul oleh Yesus, sekarang aku tak perlu memikulnya”. Sebab tak sedikit orang yang mengaku diri sebagai Kristen, namun paham yang diyakininya adalah demikian. Puasa dan mati raga dianggap tidak perlu dan iman diukur dari seberapa banyak itu mendatangkan berkat-berkat duniawi. Walaupun dalam perjuangan hidup kita Tuhan selalu menyertai dan memberkati, namun seharusnya fokus kita sebagai umat Kristen bukan kepada berkat-berkat tersebut, tetapi kepada salib Kristus, yang daripadanya kita memperoleh kekuatan untuk memikul salib kehidupan kita masing-masing. Rasul Paulus malah mengingatkan, bahwa kalau kita memusuhi salib, kita menjadikan perut sebagai Tuhan kita, sebab pikiran kita semata-mata tertuju kepada hal-hal duniawi; dan ini akan membinasakan kita (lih. Flp 3: 19). Betapa keras perkataan ini! Namun mari kita biarkan sabda Tuhan ini membuat kita melihat dengan jujur ke dalam hati, apakah kita memusuhi salib, ataukah kita menerimanya dengan rasa syukur? Sebab melalui salib, kita dapat dibawa lebih dekat kepada Kerajaan Surga.
Salib kita adalah berbagai tanggung jawab kita sehubungan dengan tugas panggilan hidup kita masing-masing, dan segala bentuk pengorbanan yang menyertainya. Para rasul, termasuk Rasul Paulus, mengartikan salib yang harus mereka pikul ini sampai ke tingkat yang tertinggi. Yaitu, mereka mengambil cara hidup Yesus sebagai cara hidup mereka sendiri: taat, miskin, dan rela menyerahkan nyawa mereka demi iman, harap dan kasih mereka akan Kristus. Dengan kapasitas masing-masing, kita pun dipanggil untuk hidup mengikuti teladan para rasul ini. Artinya, selalu mengarahkan hati kepada iman dan pengharapan kita akan kehidupan kekal yang dijanjikan Kristus, dan tak enggan berkorban untuk itu, demi kasih kita kepada-Nya. Maka apa yang kita lakukan di dunia akan memperoleh arti yang baru. Diberi rejeki dan talenta, kita bertanya: “Apa yang dapat kubuat dari rejeki dan talenta ini untuk memuliakan Tuhan dan membawa banyak orang kepada keselamatan?” Demikian juga, jika Tuhan mengizinkan kita mengalami salib kehidupan, entah penyakit, ataupun pergumulan di keluarga dan di tempat kerja. Kita tetap percaya bahwa jika kita dengan rela mempersatukan segala penderitaan kita dengan penderitaan Yesus di salib, maka itu akan menjadi penderitaan yang menyelamatkan, entah bagi kita sendiri maupun bagi orang lain. Sebab di akhir penderitaan itu, ada pengharapan akan kemuliaan surgawi di mana kita akan dipersatukan dengan Dia.
Kisah Injil hari ini juga meneguhkan pengharapan ini. Kristus mengizinkan para rasul-Nya—Petrus, Yohanes dan Yakobus—untuk melihat bagaimana Ia dimuliakan di atas gunung, untuk meneguhkan iman mereka. Pengalaman ini menghibur mereka dari kekecewaan setelah mendengar pemberitahuan Yesus, bahwa Ia akan menderita dan wafat, sebelum dibangkitkan. Bahkan selanjutnya, Yesus meminta agar setiap orang yang mau mengikuti jejak-Nya, untuk memikul salibnya juga (lih. Luk 9:22). Dapat dibayangkan bahwa perkataan Yesus ini tidak langsung dipahami oleh para murid-Nya dan bahkan mendatangkan kekecewaan bagi mereka. Maka peristiwa Transfigurasi Yesus ini menjadi penghiburan yang meneguhkan pengharapan para murid itu, bahwa akan ada kemuliaan setelah penderitaan dan kematian. Bahkan bertahun-tahun kemudian setelah Kristus bangkit dan naik ke Surga, Rasul Petrus masih mengingat peristiwa tersebut sebagai pengalaman berharga yang meneguhkan pengharapan imannya. Dan ia menuliskan peristiwa itu dalam suratnya untuk meneguhkan pengharapan umat beriman yang lain (lih. 2Ptr 1:17-18).
Seperti Rasul Petrus, kita pun dapat selalu memusatkan hati kepada pengharapan kita akan kebahagiaan surgawi. St. Josemaria Escriva mengatakan, “Di saat godaan datang, pikirkanlah Sang Kasih yang menantikan kamu di Surga. Tumbuhkanlah pengharapanmu… Kita akan berpikir tentang seperti apakah Surga itu. ‘Apa yang tak pernah dilihat oleh mata, dan didengar oleh telinga, dan tak pernah masuk dalam hati manusia, itulah yang disediakan bagi mereka yang mengasihi Dia’. Dapatkah kamu membayangkan bagaimana rasanya untuk sampai ke sana dan bertemu dengan Allah, untuk melihat indahnya kasih yang dicurahkan dalam hati kita…? (St. Josemaria Ecriva, The Way 139). Marilah di masa Prapaska ini, sesering mungkin kita mengangkat hati dan pikiran kita kepada Tuhan dan mendoakan Mazmur yang kita dengar hari ini:
“Tuhan adalah terang dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?… Sungguh aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan, di negeri orang-orang yang hidup…. Aku percaya kepadaMu, Tuhanlah Pengharapanku! Amin.”
[Minggu Prapaskah II: Kej 15:5-18; Mzm 27:1-14; Flp 3:17-4:1; Luk 9:28-36]
_____ katolisitas.org