Siarlingkungan.com // Pekanbaru - Anggota Komisi D DPRD Riau, Abdul Wahid menyebutkan teknis perencanaan pembangunan jalan yang dilakukan Dinas Bina Marga Provinsi Riau perlu dilakukan koreksi.
Berdasarkan hasil tinjauan Komisi D beberapa waktu lalu, jalan di Pelalawan dan Siak masih ada beberapa teknis kerja yang perlu dikoreksi untuk ke depan. Seperti terlihat pada pembangunan Jalan Sorek ke Teluk Meranti Guntung Kabupaten Pelalawan, dengan anggaran sekitar Rp45 miliar dan Rp18 miliar untuk urukan pilihan dan Rp10 miliar untuk pembangunan jembatan.
Berdasarkan hasil tinjauan Komisi D beberapa waktu lalu, jalan di Pelalawan dan Siak masih ada beberapa teknis kerja yang perlu dikoreksi untuk ke depan. Seperti terlihat pada pembangunan Jalan Sorek ke Teluk Meranti Guntung Kabupaten Pelalawan, dengan anggaran sekitar Rp45 miliar dan Rp18 miliar untuk urukan pilihan dan Rp10 miliar untuk pembangunan jembatan.
Dilansir riaupos, Dana yang Rp45 miliar itu digunakan untuk membangun 5 km jalan yang konstruksinya aspal fleksibel dan Rp11 miliar dibuat base B.
"Sebenarnya base B ini jangan sampai terlalu lama dibiarkan baru diaspal itu sebenarnya 6 sampai 7 bulan. Tapi tahun ini anggarannya malah tidak ada. Berarti bisa setahun lebih dibangun tahun depan," ujarnya.
Dijelaskannya, dari sisi teknis kerja yang dilakukan dinilai kurang tepat, kecuali sudah dianggarkan tahun 2016 ini untuk pengaspalan 10 km jalan itu.
"Akhirnya, ketika nanti ingin meningkatkan jadi jalan aspal, maka kita harus bikin lagi base B jalan itu. Makanya itu sama saja dengan pekerjaan sia-sia, dan ini menjadi catatan kita Jalan Sorek Teluk Meranti Guntung ini. Panjang totalnya 185 kilometer. Namun yang diaspal baru 30 sampai 40 km, ini yang perlu dikoreksi," tutupnya.
"Sebenarnya base B ini jangan sampai terlalu lama dibiarkan baru diaspal itu sebenarnya 6 sampai 7 bulan. Tapi tahun ini anggarannya malah tidak ada. Berarti bisa setahun lebih dibangun tahun depan," ujarnya.
Dijelaskannya, dari sisi teknis kerja yang dilakukan dinilai kurang tepat, kecuali sudah dianggarkan tahun 2016 ini untuk pengaspalan 10 km jalan itu.
"Akhirnya, ketika nanti ingin meningkatkan jadi jalan aspal, maka kita harus bikin lagi base B jalan itu. Makanya itu sama saja dengan pekerjaan sia-sia, dan ini menjadi catatan kita Jalan Sorek Teluk Meranti Guntung ini. Panjang totalnya 185 kilometer. Namun yang diaspal baru 30 sampai 40 km, ini yang perlu dikoreksi," tutupnya.
_____
Editor : Kelvin
Jakarta [Siarlingkungan] - WN Prancis Serge Atlaoui dan WN Belanda Nicolas Garnick Josephus Garardus memohon hukuman matinya dianulir dengan dalih hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa mereka. Keduanya merupakan anggota komplotan pabrik narkoba terbesar ketiga di Asia.
Tapi alasan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah Agung (MA).
"Hakim dalam menjatuhkan pidana mati tidak melanggar kekuasaan Tuhan sepanjang pemeriksaan perkara dilakukan secara tepat, benar, jujur, objektif dan adil. Judex juris (Pengadilan Negeri-Pengadilan Tinggi) telah menjalankan amanat atau perintah undang-undang. Di negara Republik Indonesia, pidana mati tidak melanggar hukum, konstitusi. UUD 1945 maupun HAM," putus majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Jumat (26/2/2016).
Mereka berdua dengan 7 orang lainnya dihukum mati karena membangun pabrik narkoba terbesar ketiga di Asia di Tangerang pada 2005. Lokasi pabrik ini sempat ditinjau langsung oleh Presiden SBY dengan bukti ribuan ton bahan baku dan 128 kg sabu siap pakai.
"Serge berperan sebagai teknisi dan melakukan pengawasan dan perbaikan mesin-mesin pabrik yang digunakan untuk mengolak dan memproduksi narkotika. Adapun Nicolas sudah 7 kali datang ke Indonesia untuk melaksanakan tugas dan perannya meracik bahan kimia hingga akhirnya menjadi narkotika jenis sabu," papar majelis mengurai peran masing-masing terpidana dengan ketua majelis hakim agung Dr Artidjo Alkostar dengan anggota hakim agung Prof Dr Surya Jaya dan hakim agung Dr Suhadi.
Tujuh orang yang dihukum mati di kasus itu adalah:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. WN China Zhang Manquan
4. WN China Chen Hongxin
5. WN China Jian Yuxin
6. WN China Gan Chunyi
7. WN China Zhu Xuxiong
Benny yang juga Ketua 'Tangerang Nine' tidak kapok meski dihukum mati. Ia di LP Pasir Putih, Nusakambangan, tetap leluasa mengendalikan pembangunan pabrik narkoba di Pamulang, Cianjur dan Tamansari. Ia memanfaatkan dua anaknya yang masih bebas. Benny lalu diadili lagi oleh pengadilan dan karena sudah dihukum mati maka ia divonis nihil.
Serge sempat akan dieksekusi mati pada 2015 tetapi tiba-tiba Jaksa Agung Prasetyo menundanya.
"Perbuatan Nicolas dan Serge dilakukan secara terstruktur yaitu ada pemilik dan pemimpin kegiatan yaitu Benny Sudrajat selaku pemilik PT Sumaco bersama dengan Iming Santoso selaku direktur. Serta ada putugas lapangan dan ada tenaga teknisi (Serge) serta ahli racik (Nicolas)," pungkas majelis.(detikcom)
Tapi alasan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah Agung (MA).
"Hakim dalam menjatuhkan pidana mati tidak melanggar kekuasaan Tuhan sepanjang pemeriksaan perkara dilakukan secara tepat, benar, jujur, objektif dan adil. Judex juris (Pengadilan Negeri-Pengadilan Tinggi) telah menjalankan amanat atau perintah undang-undang. Di negara Republik Indonesia, pidana mati tidak melanggar hukum, konstitusi. UUD 1945 maupun HAM," putus majelis sebagaimana dikutip dari website MA, Jumat (26/2/2016).
Mereka berdua dengan 7 orang lainnya dihukum mati karena membangun pabrik narkoba terbesar ketiga di Asia di Tangerang pada 2005. Lokasi pabrik ini sempat ditinjau langsung oleh Presiden SBY dengan bukti ribuan ton bahan baku dan 128 kg sabu siap pakai.
"Serge berperan sebagai teknisi dan melakukan pengawasan dan perbaikan mesin-mesin pabrik yang digunakan untuk mengolak dan memproduksi narkotika. Adapun Nicolas sudah 7 kali datang ke Indonesia untuk melaksanakan tugas dan perannya meracik bahan kimia hingga akhirnya menjadi narkotika jenis sabu," papar majelis mengurai peran masing-masing terpidana dengan ketua majelis hakim agung Dr Artidjo Alkostar dengan anggota hakim agung Prof Dr Surya Jaya dan hakim agung Dr Suhadi.
Tujuh orang yang dihukum mati di kasus itu adalah:
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. WN China Zhang Manquan
4. WN China Chen Hongxin
5. WN China Jian Yuxin
6. WN China Gan Chunyi
7. WN China Zhu Xuxiong
Benny yang juga Ketua 'Tangerang Nine' tidak kapok meski dihukum mati. Ia di LP Pasir Putih, Nusakambangan, tetap leluasa mengendalikan pembangunan pabrik narkoba di Pamulang, Cianjur dan Tamansari. Ia memanfaatkan dua anaknya yang masih bebas. Benny lalu diadili lagi oleh pengadilan dan karena sudah dihukum mati maka ia divonis nihil.
Serge sempat akan dieksekusi mati pada 2015 tetapi tiba-tiba Jaksa Agung Prasetyo menundanya.
"Perbuatan Nicolas dan Serge dilakukan secara terstruktur yaitu ada pemilik dan pemimpin kegiatan yaitu Benny Sudrajat selaku pemilik PT Sumaco bersama dengan Iming Santoso selaku direktur. Serta ada putugas lapangan dan ada tenaga teknisi (Serge) serta ahli racik (Nicolas)," pungkas majelis.(detikcom)
_____
Penulis : asp/bpn
Editor : Eni
Penulis : asp/bpn
Editor : Eni