Pengaturan bagaimana mekanisme penerbitan Surat Peringatan (“SP”) itu dituangkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dengan kata lain, bisa saja pengusaha langsung memberikan SP 3 langsung kepada Anda jika memang di perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dimungkinkan demikian.
Soal pemotongan upah dua hari, sah-sah saja jika pengusaha memotong gaji Anda tersebut karena alasan Anda terlambat masuk kerja sebagai bentuk pengenaan denda.
Surat Peringatan (“SP”) merupakan suatu bentuk pembinaan perusahaan kepada karyawan sebelum menjatuhkan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap karyawannya yang berupa surat peringatan kesatu, kedua dan ketiga. Demikian antara lain yang dikatakan oleh Pengacara Publik LBH Jakarta Maruli Tua dalam artikel Bank Bukopin Pecat Pengurus Serikat Pekerja.
Dasar dari pemberian Surat Peringatan ini dapat kita temui dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:
(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Dasar dari pemberian Surat Peringatan ini dapat kita temui dalam Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:
(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Apa yang dimaksud dengan “secara berturut-turut” di sini? Menurut penjelasan Pasal 161 ayat (2) UU Ketenagakerjaan antara lain dikatakan bahwa masing-masing surat peringatan dapat diterbitkan secara berurutan atau tidak, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ini artinya, dimungkinkan bahwa pengaturan bagaimana mekanisme penerbitan SP itu dituangkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Dengan kata lain, bisa saja pengusaha langsung memberikan SP 3 kepada Anda apabila memang di perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dimungkinkan demikian. Silakan Anda lihat lagi bagaimana pengaturan mengenai keadaan yang menyebabkan SP3 bisa langsung diterbitkan.
Soal Pemotongan Gaji
Soal pemotongan gaji Anda 2 (dua) hari, pada dasarnya hal ini adalah bentuk denda yang dikenakan pengusaha saat Anda sebagai pekerja bekerja tidak sesuai Perjanjian Kerja (“PK”), Peraturan Perusahaan (“PP”), atau Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”), yang dalam hal ini Anda terlambat masuk kerja. Ketentuan ini terlihat dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”):
“Pengusaha atau Pekerja/Buruh yang melanggar ketentuan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama karena kesengajaan atau kelalaiannya dikenakan denda apabila diatur secara tegas dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.”
Jadi, sah-sah saja jika pengusaha memotong gaji Anda dua hari karena alasan Anda terlambat masuk kerja sebagai bentuk pengenaan denda, dengan catatan sebelumnya pemotongan gaji tersebut telah diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Denda kepada Pengusaha atau Pekerja/Buruh ini dipergunakan hanya untuk kepentingan Pekerja/Buruh (Diatur dalam Pasal 54 ayat (1) PP Pengupahan). Jenis-jenis pelanggaran yang dapat dikenakan denda, besaran denda dan penggunaan uang denda diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama (Diatur dalam Pasal 54 ayat (2) PP Pengupahan).
Kemudian ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 57 ayat (1) PP Pengupahan:
Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk:
a. denda;
b. ganti rugi; dan/atau
c. uang muka Upah,
dilakukan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama.
Namun, jumlah keseluruhan pemotongan Upah tersebut paling banyak 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh (Diatur dalam Pasal 58 PP Pengupahan).
Pengusaha yang melakukan pemotongan Upah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh (Diatur dalam Pasal 59 ayat (1) huruf f jo. Pasal 59 ayat (2) PP Pengupahan), dapat dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
d. pembekuan kegiatan usaha.
Contoh Kasus
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Klas I.A Palembang Nomor: 15/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Plg. Dalam kasus ini, Penggugat (pekerja) melakukan kesalahan dan dilakukan pemutusan hubungan kerja. Yang menjadi masalah bagi pekerja adalah atas kesalahan pekerja telah diterapkan sanksi berupa pemotongan gaji, akan tetapi Tergugat (pengusaha) masih tetap melakukan PHK terhadap Penggugat. Apabila Tergugat masih melakukan PHK terhadap Penggugat setidaknya tidak menerapkan sanksi pemotongan gaji Penggugat tersebut,
Hakim pada putusannya menyatakan bahwa pemotongan gaji yang dilakukan oleh pengusaha sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang tertuang dalam Keputusan Direksi tentang Hukuman Disiplin Karyawan dan Keputusan Direksi tentang Denda Ketidakhadiran dan Keterlambatan bagi Karyawan. Dan atas pemutusan hubungan kerja tersebut pengusaha harus membayar uang pengakhiran hubungan kerja.
Kemudian ketentuan ini dipertegas kembali dalam Pasal 57 ayat (1) PP Pengupahan:
Pemotongan Upah oleh Pengusaha untuk:
a. denda;
b. ganti rugi; dan/atau
c. uang muka Upah,
dilakukan sesuai dengan Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Peraturan Kerja Bersama.
Namun, jumlah keseluruhan pemotongan Upah tersebut paling banyak 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh (Diatur dalam Pasal 58 PP Pengupahan).
Pengusaha yang melakukan pemotongan Upah lebih dari 50% (lima puluh persen) dari setiap pembayaran Upah yang diterima Pekerja/Buruh (Diatur dalam Pasal 59 ayat (1) huruf f jo. Pasal 59 ayat (2) PP Pengupahan), dapat dikenakan sanksi administrasi berupa:
a. teguran tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi; dan
d. pembekuan kegiatan usaha.
Contoh Kasus
Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Klas I.A Palembang Nomor: 15/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Plg. Dalam kasus ini, Penggugat (pekerja) melakukan kesalahan dan dilakukan pemutusan hubungan kerja. Yang menjadi masalah bagi pekerja adalah atas kesalahan pekerja telah diterapkan sanksi berupa pemotongan gaji, akan tetapi Tergugat (pengusaha) masih tetap melakukan PHK terhadap Penggugat. Apabila Tergugat masih melakukan PHK terhadap Penggugat setidaknya tidak menerapkan sanksi pemotongan gaji Penggugat tersebut,
Hakim pada putusannya menyatakan bahwa pemotongan gaji yang dilakukan oleh pengusaha sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang tertuang dalam Keputusan Direksi tentang Hukuman Disiplin Karyawan dan Keputusan Direksi tentang Denda Ketidakhadiran dan Keterlambatan bagi Karyawan. Dan atas pemutusan hubungan kerja tersebut pengusaha harus membayar uang pengakhiran hubungan kerja.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Referensi:
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Klas I.A Palembang Nomor: 15/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Plg.
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Referensi:
Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Klas I.A Palembang Nomor: 15/Pdt.Sus-PHI/2014/PN.Plg.
[ Penjawab : Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. - Bolehkah Mengeluarkan SP 3 Tanpa Didahului SP 1 dan SP 2? - Sumber : Hukum Online ]
Siarlingkungan.com // BATAM – Polresta Barelang masih terus menggesa penuntasan penyidikan kasus pembunuhan sadis terhadap Dian Milenia Trisna Afiefa (16), dengan tersangka Wardiaman Zebua.
Namun, kuasa hukum Wardiaman Zebua, Wardaniman Larosa SH, menilai bahwa kliennya adalah korban salah tangkap berdasarkan kesaksian baru.
“Penangkapan, penetapan sebagai tersangka dan penggeledahan barang buktinya saya kira itu tidak sah,” ungkap Wardaniman Larosa, SH selaku kuasa hukum Wardiaman Zebua, di Batamcentre, seperti dikutip batampos.co.id (Group JPNN), Sabtu (5/12).
Menurutnya, dalam penangkapan Wardiaman Zebua, polisi melakukan penangkapan tidak sesuai dengan prosedur yang ada didalam Kuhap. Pada saat ditangkap, Rabu (21/10), sama sekali tidak ada surat perintah penangkapan, akan tetapi yang ada hanya surat perintah tugas.
Lebih lanjut kuasa, Wardaniman Larosa, menjelaskan surat perintah tugas dan surat penangkapan itu jelas berbeda.
Menurut dia lagi, aturan yang ada didalam kuhap, surat penangkapan harus menyebutkan identitas tersangka, alasan dia ditangkap, uraian singkat perkara, serta dimana ia diperiksa. Akan tetapi dalam surat perintah tugas kliennya tidak disebutkan.
“Identitas klien saya pun juga tidak disebutkan,” katanya.
Kemudian pada tanggal 30 Oktober, Wardiaman Zebua kembali ditangkap oleh pihak kepolisian. Penangkapan terhadap Wardiaman Zebua ini menurut kuasa hukumnya juga diduga cacat formil.
Namun, kuasa hukum Wardiaman Zebua, Wardaniman Larosa SH, menilai bahwa kliennya adalah korban salah tangkap berdasarkan kesaksian baru.
“Penangkapan, penetapan sebagai tersangka dan penggeledahan barang buktinya saya kira itu tidak sah,” ungkap Wardaniman Larosa, SH selaku kuasa hukum Wardiaman Zebua, di Batamcentre, seperti dikutip batampos.co.id (Group JPNN), Sabtu (5/12).
Menurutnya, dalam penangkapan Wardiaman Zebua, polisi melakukan penangkapan tidak sesuai dengan prosedur yang ada didalam Kuhap. Pada saat ditangkap, Rabu (21/10), sama sekali tidak ada surat perintah penangkapan, akan tetapi yang ada hanya surat perintah tugas.
Lebih lanjut kuasa, Wardaniman Larosa, menjelaskan surat perintah tugas dan surat penangkapan itu jelas berbeda.
Menurut dia lagi, aturan yang ada didalam kuhap, surat penangkapan harus menyebutkan identitas tersangka, alasan dia ditangkap, uraian singkat perkara, serta dimana ia diperiksa. Akan tetapi dalam surat perintah tugas kliennya tidak disebutkan.
“Identitas klien saya pun juga tidak disebutkan,” katanya.
Kemudian pada tanggal 30 Oktober, Wardiaman Zebua kembali ditangkap oleh pihak kepolisian. Penangkapan terhadap Wardiaman Zebua ini menurut kuasa hukumnya juga diduga cacat formil.
Ia menjelaskan, surat penangkapan saat itu tidak ada menyebutkan sama sekali Wardiaman Zebua akan diperiksa di mana.
Jadi atas kesalahan ini kuasa hukum Wardiaman Zebua menyatakan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Wardiaman Zebua tidak sah karena batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.
Selanjutnya kuasa hukum Wardiaman Zebua telah mendaftarkan permohonan praperadilan pada tanggal 4 Desember dengan dalil, “polisi telah salah tangkap dan polisi telah melanggar hak asasi manusia” tegasnya. (cr1/ray/JPNN)
Jadi atas kesalahan ini kuasa hukum Wardiaman Zebua menyatakan penetapan tersangka dan penahanan terhadap Wardiaman Zebua tidak sah karena batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.
Selanjutnya kuasa hukum Wardiaman Zebua telah mendaftarkan permohonan praperadilan pada tanggal 4 Desember dengan dalil, “polisi telah salah tangkap dan polisi telah melanggar hak asasi manusia” tegasnya. (cr1/ray/JPNN)
_____
Editor : Eni
Siarlingkungan.com // Jambi - Agustian tewas diduga karena mendapat penganiayaan usai penangkapan. oleh anggota Polresta Jambi, Sabtu (5/12/15) atas dugaan kasus narkoba.
Dari informasi, Agustian ditangkap di salah satu kamar kos di kawasan Kebun Kopi, Kecamatan Jambi Selatan, bersama beberapa orang lainnya. Diduga ia tewas setelah dianiaya oleh oknum polisi yang melakukan penangkapan.
Makmur (50) adalah Mertua korban yang bertempat tinggal di RT 30 Kelurahan Talang Banjar, Kecamatan Jambi Timur, Kota Jambi mengatakan, sebelum tewas, menantunya ditangkap polisi atas dugaan kasus narkoba.
"Sabtu dinihari sekitar pukul 01.30 WIB, rumah saya didatangi petugas kepolisian yang mengabarkan jika Agustian ditangkap terkait kasus narkotika. Selain itu, saya dikabari juga menantu saya sudah meninggal dunia," ungkap Makmur, Sabtu 5 Desember 2015 malam.
"Sabtu dinihari sekitar pukul 01.30 WIB, rumah saya didatangi petugas kepolisian yang mengabarkan jika Agustian ditangkap terkait kasus narkotika. Selain itu, saya dikabari juga menantu saya sudah meninggal dunia," ungkap Makmur, Sabtu 5 Desember 2015 malam.
Dari keterangan polisi, menantunya tewas saat dalam perjalanan menuju rumah sakit karena sesak nafas. Ia juga mengatakan, Wakapolresta Jambi, AKBP Yudha Setia Budi, juga sempat datang ke rumahnya dan memberikan penjelasan, ungkap Makmur.
Makmur menambahkan, dari hasil pengecekan, di kaki bagian kanan ditemukan lubang bulat yang diduga bekas luka tembakan. Selain itu, menantunya (Agustian) mendapatkan beberapa luka lebam di punggung bagian belakang. Kemudin di bagian otot tangan kanan kiri ada bekas luka lebam,
"Setau kami korban tidak memiliki riwayat penyakit sesak nafas. Kami meminta tanggung jawab kepolisian atas nasib anak dan istri menantu saya," imbuh Makmur.
Makmur menambahkan, dari hasil pengecekan, di kaki bagian kanan ditemukan lubang bulat yang diduga bekas luka tembakan. Selain itu, menantunya (Agustian) mendapatkan beberapa luka lebam di punggung bagian belakang. Kemudin di bagian otot tangan kanan kiri ada bekas luka lebam,
"Setau kami korban tidak memiliki riwayat penyakit sesak nafas. Kami meminta tanggung jawab kepolisian atas nasib anak dan istri menantu saya," imbuh Makmur.
Diduga Bandar Narkoba
Kapolresta Jambi, AKBP Bernard Sibarani, membenarkan adanya penangkapan Agustian tersebut. Menurut dia, dari laporan yang diterimanya, Agustian diduga adalah bandar narkoba.
"Selain korban (Agustian), beberapa rekannya juga kita ringkus," kata Bernard, Minggu (6/12/2015).
Namun saat ditanyakan mengenai kronologi dan penyebab kematian korban, Bernard belum bisa memberikan keterangan. Pihaknya baru akan memberikan keterangan kepada awak media Senin besok (7/12/15).
(Bangun Santoso/Rius/S013)
Kapolresta Jambi, AKBP Bernard Sibarani, membenarkan adanya penangkapan Agustian tersebut. Menurut dia, dari laporan yang diterimanya, Agustian diduga adalah bandar narkoba.
"Selain korban (Agustian), beberapa rekannya juga kita ringkus," kata Bernard, Minggu (6/12/2015).
Namun saat ditanyakan mengenai kronologi dan penyebab kematian korban, Bernard belum bisa memberikan keterangan. Pihaknya baru akan memberikan keterangan kepada awak media Senin besok (7/12/15).
(Bangun Santoso/Rius/S013)
Editor : Kelvin