Siarlingkungan.com // Pontianak - Mengaitkan bencana asap yang rutin terjadi setiap tahunnya dengan menuding masyarakat peladang sebagai biang kabut asap tentu hal yang salah. Terlebih bila sampai melarang mereka melakukan pembakaran untuk membersihkan lahan, demikian disampaikan Humas Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat, Hendrikus Adam, Jumat, (26/08/16).
Kebakaran lahan gambut di Kalbar |
Menurut Hendrikus Adam, lahan yang dijadikan ladang oleh masyarakat untuk bertani di Kalimantan Barat umumnya bukan di lahan gambut. Sehingga lahan gambut yang terbakar tersebut bukan untuk pertanian.
Dikutip dari Antara News, Adam menjelaskan, jika melihat kejadiannya selama ini, bencana asap itu terjadi bila lahan yang terbakar itu sangat luas dan yang paling parah bila terjadi di lahan gambut.
Bila kita cermati, sejumlah kebakaran yang dianggap terjadi di luar konsesi perusahaan sesungguhnya memiliki relasi yang kuat akibat rusaknya ekosistem sekitar atas hadirnya perusahaan, kata dia.
Sejumlah kawasan penyangga dan ekosistem gambut yang mestinya menjadi pengatur siklus air menjadi lebih gampang mengering sehingga lebih gampang tersulut api, ungkapnya.
Guna memastikan bencana asap tidak terus terjadi, negara berkewajiban memastikan rakyatnya tetap merdeka tanpa disertai rasa takut untuk melakukan usahanya, seperti hak atas pangan dengan cara berladang, katanya.
Kini, menurut dia, masyarakat lokal atau petani menjadi resah ketika ada larangan membakar lahan untuk berladang.
Selain itu, fakta di lapangan dengan lahirnya larangan membakar, telah membuat masyarakat lokal yang biasa berladang dengan mengedepankan kearifan lokal resah dan trauma, bahkan banyak diantara mereka yang mulai dihadapkan dengan persoalan hukum.
_____
Editor : Eni