Siarlingkungan.com // Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait rencana pembangunan 12 proyek ruas jalan di Sumatera Barat (Sumbar) yang melibatkan anggota Komisi III DPR RI I Putu Sudiartana (IPS). Selain Putu, empat tersangka lain adalah sekretaris pribadi IPS berinisial NOP, SHM seorang pengusaha, YA (pengusaha) dan Suprapto (SPT), Kepala Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan Pemukiman (Disprasjaltarkim) Pemerintah Provinsi Sumbar.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, KPK memutuskan tersangka IPS, NOP, dan SHM sebagai penerima suap dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK, Rabu (29/6/16).
Diberitakan Hukumonline, KPK telah menyegel ruang kerja Putu yang merupakan politisi Partai Demokrat tersebut di Ruang 0906 Lantai 9 Gedung Nusantara I Kompleks DPR. Putu juga menjabat Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP Partai Demokrat. Putu diduga menerima Rp500 juta yang diberikan melalui tiga kali transfer ke tiga rekening berbeda, salah satunya ke rekening Putu.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menambahkan transfer tersebut dilakukan secara bertahap. Dari bukti transfer yang diperoleh KPK, transaksi pertama sebesar Rp150 juta, kedua sebanyak Rp300 juta, dan terakhir Rp50 juta. KPK masih mendalami commitment fee yang dijanjikan kepada Putu.
Diduga uang itu diberikan untuk memuluskan pengesahan anggaran proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar dengan nilai proyek Rp300 miliar agar didanai APBN-P 2016. Sedangkan tersangka pemberi suap adalah YA dan SPT. Keduanya disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, KPK memperoleh barang bukti berupa uang tunai sebesar Sing$40 ribu serta beberapa bukti transfer. Untuk diketahui, kelimanya diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK di beberapa tempat pada Selasa (28/6/16) malam dan Rabu dini hari.
Dalam OTT tersebut, KPK juga mengamankan MCH yang merupakan suami dari NOP. Namun MCH dilepas karena setelah diteliti sang suami tidak aktif karena nomor rekening banknya hanya dipakai sebagai tempat singgah aliran dana. "Yang bertanggung jawab adalah istrinya (NOP)," kata Laode.
Kegiatan OTT ini bermula dari Selasa (28/6/16), pukul 18.00 WIB mengamankan NOP bersama suaminya, MCH, di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Sedangkan pukul 21.00 WIB, KPK kemudian mengamankan Putu di Kompleks DPR RI di Ulujami, Jakarta Selatan. Pukul 23.00 pada hari yang sama, KPK kemudian mengamankan seorang pengusaha berinisial YA dan SPT di Sumbar.
Keduanya kemudian dibawa ke Polda Sumbar untuk interogasi, kemudian diterbangkan ke Jakarta Rabu pagi. KPK kemudian bergerak ke Tebing Tinggi, Sumatera, Rabu, pukul 03.00 WIB, untuk mengamankan SHM (orang kepercayaan YA) dan kemudian dibawa ke Jakarta. [hukumonline].
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam, KPK memutuskan tersangka IPS, NOP, dan SHM sebagai penerima suap dan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung KPK, Rabu (29/6/16).
Diberitakan Hukumonline, KPK telah menyegel ruang kerja Putu yang merupakan politisi Partai Demokrat tersebut di Ruang 0906 Lantai 9 Gedung Nusantara I Kompleks DPR. Putu juga menjabat Wakil Bendahara Umum (Wabendum) DPP Partai Demokrat. Putu diduga menerima Rp500 juta yang diberikan melalui tiga kali transfer ke tiga rekening berbeda, salah satunya ke rekening Putu.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarief menambahkan transfer tersebut dilakukan secara bertahap. Dari bukti transfer yang diperoleh KPK, transaksi pertama sebesar Rp150 juta, kedua sebanyak Rp300 juta, dan terakhir Rp50 juta. KPK masih mendalami commitment fee yang dijanjikan kepada Putu.
Diduga uang itu diberikan untuk memuluskan pengesahan anggaran proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumbar dengan nilai proyek Rp300 miliar agar didanai APBN-P 2016. Sedangkan tersangka pemberi suap adalah YA dan SPT. Keduanya disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkara ini, KPK memperoleh barang bukti berupa uang tunai sebesar Sing$40 ribu serta beberapa bukti transfer. Untuk diketahui, kelimanya diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK di beberapa tempat pada Selasa (28/6/16) malam dan Rabu dini hari.
Dalam OTT tersebut, KPK juga mengamankan MCH yang merupakan suami dari NOP. Namun MCH dilepas karena setelah diteliti sang suami tidak aktif karena nomor rekening banknya hanya dipakai sebagai tempat singgah aliran dana. "Yang bertanggung jawab adalah istrinya (NOP)," kata Laode.
Kegiatan OTT ini bermula dari Selasa (28/6/16), pukul 18.00 WIB mengamankan NOP bersama suaminya, MCH, di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat. Sedangkan pukul 21.00 WIB, KPK kemudian mengamankan Putu di Kompleks DPR RI di Ulujami, Jakarta Selatan. Pukul 23.00 pada hari yang sama, KPK kemudian mengamankan seorang pengusaha berinisial YA dan SPT di Sumbar.
Keduanya kemudian dibawa ke Polda Sumbar untuk interogasi, kemudian diterbangkan ke Jakarta Rabu pagi. KPK kemudian bergerak ke Tebing Tinggi, Sumatera, Rabu, pukul 03.00 WIB, untuk mengamankan SHM (orang kepercayaan YA) dan kemudian dibawa ke Jakarta. [hukumonline].
_____
Editor : Eni