Siarlingkungan.com // Jakarta - Petugas Polda Metro Jaya membekuk tiga perampok minimarket yang berlokasi kawasan Tebet, Jakarta Selatan, yakni IB alias Boim, SY alias Ada, dan H alias Obet.
"Seorang pelaku lainnya masih dalam pengejaran," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti di Jakarta, Kamis.
Krishna mengatakan tim Subdirektorat Reserse Mobil Ditreskrimum Polda Metro Jaya meringkus para tersangka beberapa jam setelah merampok minimarket.
Dari laporan situs AntaraNews, Petugas menggerebek sebuah tempat persembunyian para tersangka di Kota Paris Baladewa Tanah Tinggi Jakarta Pusat pada Kamis dinihari.
Sebelumnya, para kawanan penjahat itu merampok minimarket "7-Eleven" di Jalan KH Abbdullah Syafei Tebet Jakarta Selatan pada Rabu (16/9).
Pelaku menodongkan senjata api kepada para pekerja minimarket termasuk karyawan yang bertugas sebagai kasir.
Usai melumpuhkan korban, para tersangka membawa kabur uang tunai Rp20 juta dari kotak penyimpanan uang.
Krishna menyatakan pihaknya masih mengembangkan asal senjata api rakitan yang digunakan pelaku.
"Untuk pistolnya sendiri kita belum tahu rakitan atau bukan. Namun, masih terus kita selidiki," tutur Krishna.
"Seorang pelaku lainnya masih dalam pengejaran," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti di Jakarta, Kamis.
Krishna mengatakan tim Subdirektorat Reserse Mobil Ditreskrimum Polda Metro Jaya meringkus para tersangka beberapa jam setelah merampok minimarket.
Dari laporan situs AntaraNews, Petugas menggerebek sebuah tempat persembunyian para tersangka di Kota Paris Baladewa Tanah Tinggi Jakarta Pusat pada Kamis dinihari.
Sebelumnya, para kawanan penjahat itu merampok minimarket "7-Eleven" di Jalan KH Abbdullah Syafei Tebet Jakarta Selatan pada Rabu (16/9).
Pelaku menodongkan senjata api kepada para pekerja minimarket termasuk karyawan yang bertugas sebagai kasir.
Usai melumpuhkan korban, para tersangka membawa kabur uang tunai Rp20 juta dari kotak penyimpanan uang.
Krishna menyatakan pihaknya masih mengembangkan asal senjata api rakitan yang digunakan pelaku.
"Untuk pistolnya sendiri kita belum tahu rakitan atau bukan. Namun, masih terus kita selidiki," tutur Krishna.
(Taufik Ridwan)
_____
Editor: Kelvin
_____
Editor: Kelvin
Jakarta [Siarlingkungan] - Penyidik Polda Metro Jaya menduga penembak misterius yang menyerang salah satu ruangan di Lantai IV Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kuningan, Jakarta Selatan, merupakan pelaku amatir.
"Kalau sniper (penembak jitu) kaliber pelurunya besar," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian di Jakarta, Kamis.
Dalam pemberitaan AntaraNews, Tito mengatakan hasil uji balistik tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri memastikan pelaku menggunakan peluru kaliber 9 milimeter.
Hal itu, menurut Tito, menunjukkan pelaku diduga memakai senjata jenis pistol atau laras pendek.
Jenderal polisi bintang dua itu mengungkapkan polisi masih mendalami motif penembakan melalui dua analisa.
Kemungkinan pertama menganalisa temuan alat bukti yang ditemukan penyidik di lokasi kejadian seperti proyektil maupun sasaran tembak.
Analisa kedua berkaitan dengan kemungkinan persoalan pribadi dari karyawan Kementerian ESDM yang menjadi target teror.
Sebelumnya, pelaku misterius menembak kaca jendela lantai 4 ruangan staf khusus Kementerian ESDM di Jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan pada Kamis (10/9) sekitar pukul 12.00 WIB.
Hal itu berdasarkan penyidik yang menemukan barang bukti berupa proyektil dan pecahan kaca bekas sasaran tembak di lantai 4 ruang Staf Khusus Kementerian ESDM Widyawan Prawiraatmadja. (Taufik Ridwan)
"Kalau sniper (penembak jitu) kaliber pelurunya besar," kata Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Tito Karnavian di Jakarta, Kamis.
Dalam pemberitaan AntaraNews, Tito mengatakan hasil uji balistik tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri memastikan pelaku menggunakan peluru kaliber 9 milimeter.
Hal itu, menurut Tito, menunjukkan pelaku diduga memakai senjata jenis pistol atau laras pendek.
Jenderal polisi bintang dua itu mengungkapkan polisi masih mendalami motif penembakan melalui dua analisa.
Kemungkinan pertama menganalisa temuan alat bukti yang ditemukan penyidik di lokasi kejadian seperti proyektil maupun sasaran tembak.
Analisa kedua berkaitan dengan kemungkinan persoalan pribadi dari karyawan Kementerian ESDM yang menjadi target teror.
Sebelumnya, pelaku misterius menembak kaca jendela lantai 4 ruangan staf khusus Kementerian ESDM di Jalan HR Rasuna Said Kuningan Jakarta Selatan pada Kamis (10/9) sekitar pukul 12.00 WIB.
Hal itu berdasarkan penyidik yang menemukan barang bukti berupa proyektil dan pecahan kaca bekas sasaran tembak di lantai 4 ruang Staf Khusus Kementerian ESDM Widyawan Prawiraatmadja. (Taufik Ridwan)
Editor : Ferlin
Apakah masyarakat boleh/berhak meminta petugas kepolisian menunjukkan surat perintah tugas saat menggelar razia? Mohon jawabannya.
Wahyu_wardana
[source : hukum online]
Wahyu_wardana
[source : hukum online]
------
Menurut jawaban Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. di situs hukum online, Pada dasarnya Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan (razia) Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas. Pengendara berhak meminta petugas untuk menunjukkan surat perintah tugas tersebut guna mengetahui apakah pemeriksaan tersebut sesuai dengan prosedur hukum atau tidak.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Soal pemeriksaan kendaraan bermotor (razia) di jalan diatur dalam Pasal 265 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”). Razia kendaraan ini antara lain meliputi pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan, seperti Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor. Penjelasan lebih lanjut soal tata cara razia kendaraan dalam pasal ini dapat Anda simak dalam artikel Jika Tiba-tiba Diberhentikan Polisi di Jalan.
Anda benar, saat melakukan razia pengendara, petugas harus ada surat perintah.Kita mengacu pada hal-hal teknis yang wajib diperhatikan polisi pada saat melakukan pemeriksaan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“PP 80/2012”):
(1) Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas.
(2) Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh:
a. atasan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. atasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. alasan dan pola pemeriksaan Kendaraan Bermotor;
b. waktu pemeriksaan Kendaraan Bermotor;
c. tempat pemeriksaan Kendaraan Bermotor;
d. penanggung jawab dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor; dan
e. daftar Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditugaskan melakukan pemeriksaan Kendaraan Bermotor.
Jadi, memang saat razia kendaraan bermotor di jalan, Polantas harus melengkapinya dengan surat perintah tugas. Jika tidak, razia kendaraan itu tidak sah. Dalam hal ini, pengendara yang terkena razia oleh petugas lalu lintas, berhak meminta surat perintah tugas. Hal ini karena pada dasarnya petugas wajib menunjukkan surat tersebut agar razia kendaraan sesuai hukum.
Tidak serupa dengan pertanyaan Anda, namun masih berkaitan dengan keabsahan polisi dalam melakukan tugasnya dalam razia kendaraan, pernah ditanyakan pula oleh seorang warga melalui laman Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (Lapor!) yangdiinisiasi oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Korps Lalu Lintas (Kepolisian Republik Indonesia).
Menurut Korps Lalu Lintas, pemeriksaan surat-surat kendaraan bermotor oleh petugas Polri merupakan rangkaian pelaksanaan kewenangan Polri sebagai penyelidik dan penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, wajib menunjukkan tanda pengenalnya.[1]
Jadi, masyarakat berhak tahu apakah razia kendaraan tersebut dilakukan sah sesuai aturan atau tidak dengan cara meminta petugas untuk menunjukkan baik tanda pengenalnya maupun surat perintah tugasnya. Jika tidak ada, maka razia kendaraan itu tidak sah dan masyarakat berhak menolak diperiksa.
Sekedar tambahan informasi untuk Anda, dalam Kode Etik Kepolisian, surat perintah tugas ini dikenal dengan nama Perintah Kedinasan. Perintah Kedinasan adalah perintah dari pejabat berwenang yang disertai dengan surat perintah tugas untuk melaksanakan tugas-tugas Kepolisian.[2] Setiap anggota Polri dilarang melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
4. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
[1] Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
[2] Pasal 1 angka 27 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Kode Etik Kepolisian”)
[3] Pasal 13 huruf g Kode Etik Kepolisian
Soal pemeriksaan kendaraan bermotor (razia) di jalan diatur dalam Pasal 265 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”). Razia kendaraan ini antara lain meliputi pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan, seperti Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor, Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, atau Tanda Coba Kendaraan Bermotor. Penjelasan lebih lanjut soal tata cara razia kendaraan dalam pasal ini dapat Anda simak dalam artikel Jika Tiba-tiba Diberhentikan Polisi di Jalan.
Anda benar, saat melakukan razia pengendara, petugas harus ada surat perintah.Kita mengacu pada hal-hal teknis yang wajib diperhatikan polisi pada saat melakukan pemeriksaan dalam Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“PP 80/2012”):
(1) Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara berkala atau insidental atas dasar Operasi Kepolisian dan/atau penanggulangan kejahatan wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas.
(2) Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh:
a. atasan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia bagi petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan
b. atasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagi Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
(3) Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:
a. alasan dan pola pemeriksaan Kendaraan Bermotor;
b. waktu pemeriksaan Kendaraan Bermotor;
c. tempat pemeriksaan Kendaraan Bermotor;
d. penanggung jawab dalam pemeriksaan Kendaraan Bermotor; dan
e. daftar Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang ditugaskan melakukan pemeriksaan Kendaraan Bermotor.
Jadi, memang saat razia kendaraan bermotor di jalan, Polantas harus melengkapinya dengan surat perintah tugas. Jika tidak, razia kendaraan itu tidak sah. Dalam hal ini, pengendara yang terkena razia oleh petugas lalu lintas, berhak meminta surat perintah tugas. Hal ini karena pada dasarnya petugas wajib menunjukkan surat tersebut agar razia kendaraan sesuai hukum.
Tidak serupa dengan pertanyaan Anda, namun masih berkaitan dengan keabsahan polisi dalam melakukan tugasnya dalam razia kendaraan, pernah ditanyakan pula oleh seorang warga melalui laman Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (Lapor!) yangdiinisiasi oleh Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Korps Lalu Lintas (Kepolisian Republik Indonesia).
Menurut Korps Lalu Lintas, pemeriksaan surat-surat kendaraan bermotor oleh petugas Polri merupakan rangkaian pelaksanaan kewenangan Polri sebagai penyelidik dan penyidik. Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan, wajib menunjukkan tanda pengenalnya.[1]
Jadi, masyarakat berhak tahu apakah razia kendaraan tersebut dilakukan sah sesuai aturan atau tidak dengan cara meminta petugas untuk menunjukkan baik tanda pengenalnya maupun surat perintah tugasnya. Jika tidak ada, maka razia kendaraan itu tidak sah dan masyarakat berhak menolak diperiksa.
Sekedar tambahan informasi untuk Anda, dalam Kode Etik Kepolisian, surat perintah tugas ini dikenal dengan nama Perintah Kedinasan. Perintah Kedinasan adalah perintah dari pejabat berwenang yang disertai dengan surat perintah tugas untuk melaksanakan tugas-tugas Kepolisian.[2] Setiap anggota Polri dilarang melaksanakan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.[3]
Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
4. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
[1] Pasal 104 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
[2] Pasal 1 angka 27 Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Kode Etik Kepolisian”)
[3] Pasal 13 huruf g Kode Etik Kepolisian
Referensi:
https://www.lapor.go.id/id/1084098/pertanyaan-mengenai-prosedur-pemeriksaan-kendaraan-bermotor.html.
https://www.lapor.go.id/id/1084098/pertanyaan-mengenai-prosedur-pemeriksaan-kendaraan-bermotor.html.
[souce : hukum online]