Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan Pengadilan. Istilah Eksekusi berasal dari Bahasa Belanda, Executeren, executie berarti melaksanakan, menjalankan, pelaksanaan, penjalanan. R. Subekti dan Ny. Retnowulan, mengartikan eksekusi berarti pelaksanaan putusan. Eksekusi berarti melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan alat negara apabila pihak yang kalah (tereksekusi) tidak mau menjalankan secara sukarela.
Eksekusi ada dua (2) jenis yang pertama, eksekusi dengan Sukarela yang artinya pihak yang dikalahkan melaksanakan sendiri putusan Pengadilan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Kedua, eksekusi dengan Paksaan yang artinya menjalankan putusan Pengadilan, yang merupakan suatu tindakan hukum dan dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah disebabkan ia tidak mau menjalankan putusan secara suka rela.
Dalam menjalankan Eksekusi ada beberapa asas, yakni :
Dalam menjalankan Eksekusi ada beberapa asas, yakni :
1). Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap :
*Putusan Pengadilan Negeri tidak banding.
*Putusan Pengadilan Tinggi tidak kasasi.
*Putusan Mahkamah Agung
2). Putusan tidak dijalankan secara sukarela.
2). Putusan tidak dijalankan secara sukarela.
3). Putusan bersifat kondemnatoir (memerintah/menghukum).
4). Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR dan 264 Rbg).
5). Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi (Pasl 66 ayat (2) UU 14 tahun 1985 serta perubahannya).
6). Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan.
Dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara sukarela, sehingga pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan tersebut. Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Pasal 195 HIR
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.
Pasal 196 HIR
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Jika setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.
Pasal 197 HIR
Jika sesudah lewat tempo yang telah ditentukan belum juga dipenuhi putusan itu atau jika pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga datang menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah dengan surat supaya disita sejumlah barang kepunyaan pihak yang dikalahkan
Pasal 225 HIR
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Pasal 208 Rbg
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah
Pasal 259 Rbg
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Jika setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.
Pasal 197 HIR
Jika sesudah lewat tempo yang telah ditentukan belum juga dipenuhi putusan itu atau jika pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga datang menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah dengan surat supaya disita sejumlah barang kepunyaan pihak yang dikalahkan
Pasal 225 HIR
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Pasal 208 Rbg
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah
Pasal 259 Rbg
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
PROSES PELAKSANAAN EKSEKUSI
Proses pelaksanaan eksekusi dimulai dengan pengajuan permohonan eksekusi dan diakhiri dengan pelaksanaan eksekusi, dengan tahapan sbb :
1). Permohonan Eksekusi
Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi yang diajukan langsung ke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meliputi putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Pengadilan Tinggi, dan/atau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang dinyatakan “menang” dalam putusan, baik itu pribadi atau melalui kuasa hukumnya dengan disertai surat kuasa khusus.
a) Pembayaran Panjar.
Permohonan eksekusi diajukan ke Kepaniteraan Perdata, dalam hal ini yang menerima permohonan eksekusi adalah Panitera Muda (Panmud) Perdata. Selanjutnya Pemohon membayar biaya panjar eksekusi sesuai dengan yang telah ditentukan, dan dibuatkan bukti setor. Dan pemohon eksekusi menyerahkan bukti penyetoran tersebut kepada petugas/kasir yang berada di bagian Kepaniteraan Perdata Pengadilan dan kasir tersebut selanjutnya mengeluarkan tanda bukti pembayaran berupa SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).
b) Aanmaning (Teguran).
Ketentuan Pasal 207 ayat (2) Rbg, menyebutkan bahwa 8 hari setelah aanmaning dilakukan, dan termohon eksekusi tidak mengindahkan teguran tersebut, maka sudah dapat dilaksanakan eksekusi.
c) Eksekusi.
Setelah termohon eksekusi dipanggil secara patut ternyata tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam praktiknya biasanya dipanggil 1 kali lagi dan jika tidak hadir, maka Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan penetapan eksekusi terhitung sejak tergugat tidak memenuhi panggilan, dengan perintah berupa penetapan (beschikking) dan ditujukan kepada panitera atau juru sita untuk pelaksanaannya.
d) Pelaksanaan Eksekusi
1). Permohonan Eksekusi
Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi yang diajukan langsung ke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meliputi putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Pengadilan Tinggi, dan/atau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang dinyatakan “menang” dalam putusan, baik itu pribadi atau melalui kuasa hukumnya dengan disertai surat kuasa khusus.
a) Pembayaran Panjar.
Permohonan eksekusi diajukan ke Kepaniteraan Perdata, dalam hal ini yang menerima permohonan eksekusi adalah Panitera Muda (Panmud) Perdata. Selanjutnya Pemohon membayar biaya panjar eksekusi sesuai dengan yang telah ditentukan, dan dibuatkan bukti setor. Dan pemohon eksekusi menyerahkan bukti penyetoran tersebut kepada petugas/kasir yang berada di bagian Kepaniteraan Perdata Pengadilan dan kasir tersebut selanjutnya mengeluarkan tanda bukti pembayaran berupa SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).
b) Aanmaning (Teguran).
Ketentuan Pasal 207 ayat (2) Rbg, menyebutkan bahwa 8 hari setelah aanmaning dilakukan, dan termohon eksekusi tidak mengindahkan teguran tersebut, maka sudah dapat dilaksanakan eksekusi.
c) Eksekusi.
Setelah termohon eksekusi dipanggil secara patut ternyata tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam praktiknya biasanya dipanggil 1 kali lagi dan jika tidak hadir, maka Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan penetapan eksekusi terhitung sejak tergugat tidak memenuhi panggilan, dengan perintah berupa penetapan (beschikking) dan ditujukan kepada panitera atau juru sita untuk pelaksanaannya.
d) Pelaksanaan Eksekusi
- Isi perintah, agar menjalankan eksekusi sesuai amar keputusan.
- Eksekusi dilakukan oleh panitera/juru sita (109 R.Bg/pasal 197 HIR).
- Dalam pelaksanaannya, panitera/juru sita dibantu oleh 2 (dua) orang saksi (210 R.Bg) atau pasal 197 ayat (6) HIR.
- Eksekusi dilaksanakan ditempat objek/barang berada.
- Membuat berita acara dengan ketentuan memuat :
- Barang/jenis yang dieksekusi
- Letak/ukuran yang dieeksekusi
- Hadir/tidak hadirnya tereksekusi
- Penegasan/pengawasan barang
- Penjelasan non bevinding bagi yang tak sesuai dengan amar putusan
- Penjelasan dapat/tidaknya dijalankan
- Hari/tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan
- Diserahkan kepada pemohon eksekusi
- Berita acara ditanda tangani oleh Pejabat pelaksana eksekusi panitera/juru sita, dua saksi yang membantu pelaksanaan eksekusi, dan bila perlu melibatkan Kepala desa/lurah setempat atau camat dan Termohon eksekusi.
Kepala desa/lurah atau camat dan termohon eksekusi secara yuridis formal tidak diwajibkan menanda tangani berita acara, namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul dibelakang hari sebaiknya keduanya harus diikutkan.
- Letak/ukuran yang dieeksekusi
- Hadir/tidak hadirnya tereksekusi
- Penegasan/pengawasan barang
- Penjelasan non bevinding bagi yang tak sesuai dengan amar putusan
- Penjelasan dapat/tidaknya dijalankan
- Hari/tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan
- Diserahkan kepada pemohon eksekusi
- Berita acara ditanda tangani oleh Pejabat pelaksana eksekusi panitera/juru sita, dua saksi yang membantu pelaksanaan eksekusi, dan bila perlu melibatkan Kepala desa/lurah setempat atau camat dan Termohon eksekusi.
Kepala desa/lurah atau camat dan termohon eksekusi secara yuridis formal tidak diwajibkan menanda tangani berita acara, namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul dibelakang hari sebaiknya keduanya harus diikutkan.
- Memberitahukan isi berita acara eksekusi 209 R.Bg/pasal 197 ayat (5) HIR. Pemberitahuan ini dapat dilakukan dengan cara memberikan copy salinan berita acara tersebut.
EKSEKUSI RILL DAN EKSEKUSI PEMENUHAN SEJUMLAH UANG
a). Terhadap objek yang akan dieksekusi, terlebih dahulu diletakkan sita eksekusi. Sita eksekusi dapat dilakukan terhadap eksekusi riil ataupun eksekusi pemenuhan sejumlah uang, dan terhadap sita eksekusi ini tidak mutlak dilakukan karena jika pada waktu berperkara terhadap objek gugatan atau jaminan telah diletakkan sita jaminan, maka sita eksekusi tidak perlu lagi dilaksanakan, akan tetapi sebaliknya jika terhadap objek gugatan atau objek jaminan belum diletakkan sita eksekusi, maka sita eksekusi harus dilakukan.
b). Memperhatikan ketentuan Pasal 197 HIR atau Pasal 208 Rbg, bahwa yang dapat diletakkan sita eksekusi adalah eksekusi pemenuhan sejumlah uang, yang mana pihak yang kalah atau termohon eksekusi harus membayar sejumlah uang sebagaimana isi putusan dan hal itu dapat dilakukan dengan melelang harta bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi apabila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, sedangkan untuk eksekusi riil tidak ada aturan hukum yang mengatur adanya sita eksekusi. Pasal 1033 Rv menyebutkan bila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, maka dapat dilakukan pengosongan terhadap objek perkara, tidak perlu dilakukan sita eksekusi terhadap objek perkaranya.
c). Eksekusi riil merupakan eksekusi pengosongan atas objek perkara kepunyaan pemohon eksekusi yang berada di tangan termohon eksekusi, sehingga apa bila akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek perkara, tidak diperlukan sita eksekusi. Berbeda dengan eksekusi pemenuhan sejumlah uang, untuk terlaksananya eksekusi tersebut diperlukan sita eksekusi atas barang jaminan atau barang milik termohon eksekusi, agar objek yang disita itu dijadikan jaminan untuk melunasi sejumlah uang yang tercantum pada amar putusan.
d). Terhadap eksekusi riil, bila pemohon eksekusi khawatir objek perkara dialihkan kepada pihak lain, maka sebaiknya pada waktu proses berperkara sedang berlangsung, pihak pemohon eksekusi yang waktu itu sebagai penggugat mengajukan permohonan sita jaminan terhadap objek perkara dengan segala surat-surat yang berhubungan dengan objek perkara tersebut
e). Terhadap eksekusi pemenuhan sejumlah uang dan melakukan suatu perbuatan hampir sama dengan pelaksanaan eksekusi riil, yang mana setelah diletakkan sita eksekusi atas objek jaminan atau barang bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi, maka kemudian Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah penjualan lelang dan uang hasil lelang tersebutlah nantinya yang akan diserahkan kepada pemohon eksekusi sebagai pemenuhan isi putusan.
f). Pelaksanaan eksekusi yang sukses mengakhiri rangkaian penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan. Dengan dilaksanakannya eksekusi tersebut, pihak yang menang (pemohon eksekusi) akan mendapatkan haknya sebagaimana ditentukan oleh putusan pengadilan.
a). Terhadap objek yang akan dieksekusi, terlebih dahulu diletakkan sita eksekusi. Sita eksekusi dapat dilakukan terhadap eksekusi riil ataupun eksekusi pemenuhan sejumlah uang, dan terhadap sita eksekusi ini tidak mutlak dilakukan karena jika pada waktu berperkara terhadap objek gugatan atau jaminan telah diletakkan sita jaminan, maka sita eksekusi tidak perlu lagi dilaksanakan, akan tetapi sebaliknya jika terhadap objek gugatan atau objek jaminan belum diletakkan sita eksekusi, maka sita eksekusi harus dilakukan.
b). Memperhatikan ketentuan Pasal 197 HIR atau Pasal 208 Rbg, bahwa yang dapat diletakkan sita eksekusi adalah eksekusi pemenuhan sejumlah uang, yang mana pihak yang kalah atau termohon eksekusi harus membayar sejumlah uang sebagaimana isi putusan dan hal itu dapat dilakukan dengan melelang harta bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi apabila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, sedangkan untuk eksekusi riil tidak ada aturan hukum yang mengatur adanya sita eksekusi. Pasal 1033 Rv menyebutkan bila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, maka dapat dilakukan pengosongan terhadap objek perkara, tidak perlu dilakukan sita eksekusi terhadap objek perkaranya.
c). Eksekusi riil merupakan eksekusi pengosongan atas objek perkara kepunyaan pemohon eksekusi yang berada di tangan termohon eksekusi, sehingga apa bila akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek perkara, tidak diperlukan sita eksekusi. Berbeda dengan eksekusi pemenuhan sejumlah uang, untuk terlaksananya eksekusi tersebut diperlukan sita eksekusi atas barang jaminan atau barang milik termohon eksekusi, agar objek yang disita itu dijadikan jaminan untuk melunasi sejumlah uang yang tercantum pada amar putusan.
d). Terhadap eksekusi riil, bila pemohon eksekusi khawatir objek perkara dialihkan kepada pihak lain, maka sebaiknya pada waktu proses berperkara sedang berlangsung, pihak pemohon eksekusi yang waktu itu sebagai penggugat mengajukan permohonan sita jaminan terhadap objek perkara dengan segala surat-surat yang berhubungan dengan objek perkara tersebut
e). Terhadap eksekusi pemenuhan sejumlah uang dan melakukan suatu perbuatan hampir sama dengan pelaksanaan eksekusi riil, yang mana setelah diletakkan sita eksekusi atas objek jaminan atau barang bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi, maka kemudian Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah penjualan lelang dan uang hasil lelang tersebutlah nantinya yang akan diserahkan kepada pemohon eksekusi sebagai pemenuhan isi putusan.
f). Pelaksanaan eksekusi yang sukses mengakhiri rangkaian penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan. Dengan dilaksanakannya eksekusi tersebut, pihak yang menang (pemohon eksekusi) akan mendapatkan haknya sebagaimana ditentukan oleh putusan pengadilan.
EKSEKUSI SEJUMLAH UANG
Eksekusi pembayaran sejumlah uang dapat dilaksanakan dengan objeknya berupa sejuamlah uang yang harus dilunasi tergugat kepada penggugat. Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang tersebut kepada penggugat, dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat.
Prosedur eksekusi penyerahan sejumlah uang dalam perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri antara lain :
Eksekusi pembayaran sejumlah uang dapat dilaksanakan dengan objeknya berupa sejuamlah uang yang harus dilunasi tergugat kepada penggugat. Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang tersebut kepada penggugat, dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat.
Prosedur eksekusi penyerahan sejumlah uang dalam perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri antara lain :
- Permohonan pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri
- Peringatan aanmaning
- Surat peringatan perintah eksekusi
- Pelelangan
DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI ADA BEBERAPA KENDALA:
- Barang yang akan dieksekusi tidak jelas (tidak jelas batas-batasnya, ukurannya dan lain-lain)
- Terjadi perubahan alamat
- Barang yang akan dieksekusi ternyata merupakan milik sipenyewa
- Barang yang akan dieksekusi sedang digunakan
- Adanya dua putusan yang saling bertentangan terhadap objek yang sama
- Terjadinya overmacht (relatif maupun absolut)
- Amar putusan bersifat declaratoir
Untuk dapat dilaksanakan, maka harus diajukan perkara baru dengan nomor baru dengan Petitum Perbaikan. Faktor berikutnya yang menghambat pelaksanaan eksekusi adalah pada waktu pengadilan meletakkan sita eksekusi atau melaksanakan eksekusi terhadap eksekusi riil atau pengosongan tempat yang dikuasai oleh termohon eksekusi, pemohon eksekusi kesulitan menentukan batas-batas tanah yang akan dieksekusi, yang berakibat eksekusi tidak dapat dilaksanakan.
Untuk mengantisipasi adanya objek perkara yang kabur, Mahkamah Agung melalui Surat Edarannya No. 7 Tahun 2001 Tentang Pemeriksaan Setempat, mewajibkan kepada Hakim dalam hal memeriksa perkara yang objeknya berupa tanah agar dilakukan pemeriksaan setempat, sehingga lokasi serta batas-batas objek perkara jelas dan memudahkan dalam eksekusinya.
Bahwa pelaksanaan eksekusi dapat pula terhalang oleh karena objek perkara telah berpindah tangan kepada pihak lain, bahkan telah diterbitkan sertifikat atas nama pihak ketiga di atas tanah objek perkara. Hal ini baru diketahui pada saat diletakkan sita eksekusi atas objek perkara. Apabila objek perkara telah berpindah tangan kepada pihak lain, tentunya eksekus terhambat, karena Pengadilan juga harus memperhatikan dan melindungi hak pihak ketiga yang menguasai objek perkara, apalagi jika penguasaan tersebut didasarkan pada itikad baik.
Untuk menghindari berpindahnya objek kepada pihak lain, penggugat dalam proses beracara sedini mungkin sebaiknya mengajukan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag).
Di samping itu, penggugat dituntut berperan aktif untuk memberitahukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahwa objek tanah dimaksud sedang dalam berperkara, sehingga diharapkan tidak terjadi peralihan hak kepada orang lain.
Kemenangan Penggugat dalam keadaan demikian merupakan kemenangan di atas kertas, karena apa yang dituntutnya dalam amar dan dikabulkan oleh pengadilan, tidak dapat dimohonkan eksekusinya, kecuali termohon eksekusi secara sukarela bersedia memenuhi isi putusan.
Dasar Hukum Eksekusi
- Pasal 195 s.d Pasal 224 HIR/Pasal 206 s.d Pasal 258 R.Bg (tentang tata cara eksekusi secara umum)
- Pasal 225 HIR/Pasal 259 R.Bg (tentang putusan yang menghukum tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu)
- Pasal 209 s.d Pasal 223 HIR/Pasal 242 s.d Pasal 257 RBg, yang mengatur tentang ”sandera” (gijzeling) berdasarkan SEMA Nomor 2 Tahun 1964 dianggap bertentangan dengan peri kemanusiaan, sehingga tidak efektif digunakan lagi
- Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001 (tentang pelaksanaan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad dan provisi)
- Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil)
- Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang pelaksanaan putusan pengadilan.
- HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru, Staatblad 1848.
- RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan Pengadilan. Istilah Eksekusi berasal dari Bahasa Belanda, Executeren, executie berarti melaksanakan, menjalankan, pelaksanaan, penjalanan. R. Subekti dan Ny. Retnowulan, mengartikan eksekusi berarti pelaksanaan putusan. Eksekusi berarti melaksanakan secara paksa putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan alat negara apabila pihak yang kalah (tereksekusi) tidak mau menjalankan secara sukarela.
Eksekusi ada dua (2) jenis yang pertama, eksekusi dengan Sukarela yang artinya pihak yang dikalahkan melaksanakan sendiri putusan Pengadilan tanpa ada paksaan dari pihak lain. Kedua, eksekusi dengan Paksaan yang artinya menjalankan putusan Pengadilan, yang merupakan suatu tindakan hukum dan dilakukan secara paksa terhadap pihak yang kalah disebabkan ia tidak mau menjalankan putusan secara suka rela.
Dalam menjalankan Eksekusi ada beberapa asas, yakni :
Dalam menjalankan Eksekusi ada beberapa asas, yakni :
1). Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap :
*Putusan Pengadilan Negeri tidak banding.
*Putusan Pengadilan Tinggi tidak kasasi.
*Putusan Mahkamah Agung
2). Putusan tidak dijalankan secara sukarela.
2). Putusan tidak dijalankan secara sukarela.
3). Putusan bersifat kondemnatoir (memerintah/menghukum).
4). Eksekusi atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri (Pasal 196 HIR dan 264 Rbg).
5). Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan eksekusi (Pasl 66 ayat (2) UU 14 tahun 1985 serta perubahannya).
6). Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan.
Dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau menjalankan putusan secara sukarela, sehingga pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan untuk memaksakan eksekusi putusan tersebut. Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Pasal 195 HIR
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.
Pasal 196 HIR
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Jika setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.
Pasal 197 HIR
Jika sesudah lewat tempo yang telah ditentukan belum juga dipenuhi putusan itu atau jika pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga datang menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah dengan surat supaya disita sejumlah barang kepunyaan pihak yang dikalahkan
Pasal 225 HIR
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Pasal 208 Rbg
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah
Pasal 259 Rbg
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
Jika pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan, maupun dengan surat, kepada ketua pengadilan negeri yang tersebut pada ayat pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan hari.
Jika setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan keputusan itu.
Pasal 197 HIR
Jika sesudah lewat tempo yang telah ditentukan belum juga dipenuhi putusan itu atau jika pihak yang dikalahkan itu walaupun telah dipanggil dengan patut tidak juga datang menghadap maka ketua atau pegawai yang dikuasakan itu karena jabatannya memberi perintah dengan surat supaya disita sejumlah barang kepunyaan pihak yang dikalahkan
Pasal 225 HIR
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukan perbuatan itu dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang perkara boleh meminta kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, entah dengan syarat, entah dengan lisan, supaya keuntungan yang sedianya akan didapatnya jika keputusan itu dilaksanakan, dinilai dengan uang yang banyaknya harus diberitahukannya dengan pasti; permintaan itu harus dicatat jika diajukan dengan lisan.
Pasal 208 Rbg
Bila setelah lampau tenggang waktu yang telah ditentukan, putusan hakim tidak dilaksanakan atau pihak yang kalah tidak datang menghadap setelah dipanggil, maka ketua pengadilan yang diberi kuasa karena jabatannya mengeluarkan perintah untuk menyita barang-barang milik pihak yang kalah
Pasal 259 Rbg
Jika seseorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tidak melakukannya dalam waktu yang telah ditentukan oleh hakim, maka oleh orang yang mendapat keuntungan dari putusan pengadilan yang bersangkutan dapat dimintakan kepada pengadilan agar kepentingan dari pemenuhan perbuatan itu dinilai dalam jumlah uang yang harus ia kemukakan.
PROSES PELAKSANAAN EKSEKUSI
Proses pelaksanaan eksekusi dimulai dengan pengajuan permohonan eksekusi dan diakhiri dengan pelaksanaan eksekusi, dengan tahapan sbb :
1). Permohonan Eksekusi
Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi yang diajukan langsung ke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meliputi putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Pengadilan Tinggi, dan/atau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang dinyatakan “menang” dalam putusan, baik itu pribadi atau melalui kuasa hukumnya dengan disertai surat kuasa khusus.
a) Pembayaran Panjar.
Permohonan eksekusi diajukan ke Kepaniteraan Perdata, dalam hal ini yang menerima permohonan eksekusi adalah Panitera Muda (Panmud) Perdata. Selanjutnya Pemohon membayar biaya panjar eksekusi sesuai dengan yang telah ditentukan, dan dibuatkan bukti setor. Dan pemohon eksekusi menyerahkan bukti penyetoran tersebut kepada petugas/kasir yang berada di bagian Kepaniteraan Perdata Pengadilan dan kasir tersebut selanjutnya mengeluarkan tanda bukti pembayaran berupa SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).
b) Aanmaning (Teguran).
Ketentuan Pasal 207 ayat (2) Rbg, menyebutkan bahwa 8 hari setelah aanmaning dilakukan, dan termohon eksekusi tidak mengindahkan teguran tersebut, maka sudah dapat dilaksanakan eksekusi.
c) Eksekusi.
Setelah termohon eksekusi dipanggil secara patut ternyata tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam praktiknya biasanya dipanggil 1 kali lagi dan jika tidak hadir, maka Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan penetapan eksekusi terhitung sejak tergugat tidak memenuhi panggilan, dengan perintah berupa penetapan (beschikking) dan ditujukan kepada panitera atau juru sita untuk pelaksanaannya.
d) Pelaksanaan Eksekusi
1). Permohonan Eksekusi
Pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi yang diajukan langsung ke Ketua Pengadilan Negeri dengan melampirkan fotokopi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, meliputi putusan Pengadilan Negeri, dan/atau putusan Pengadilan Tinggi, dan/atau Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pihak yang berhak mengajukan permohonan eksekusi adalah pihak yang dinyatakan “menang” dalam putusan, baik itu pribadi atau melalui kuasa hukumnya dengan disertai surat kuasa khusus.
a) Pembayaran Panjar.
Permohonan eksekusi diajukan ke Kepaniteraan Perdata, dalam hal ini yang menerima permohonan eksekusi adalah Panitera Muda (Panmud) Perdata. Selanjutnya Pemohon membayar biaya panjar eksekusi sesuai dengan yang telah ditentukan, dan dibuatkan bukti setor. Dan pemohon eksekusi menyerahkan bukti penyetoran tersebut kepada petugas/kasir yang berada di bagian Kepaniteraan Perdata Pengadilan dan kasir tersebut selanjutnya mengeluarkan tanda bukti pembayaran berupa SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar).
b) Aanmaning (Teguran).
Ketentuan Pasal 207 ayat (2) Rbg, menyebutkan bahwa 8 hari setelah aanmaning dilakukan, dan termohon eksekusi tidak mengindahkan teguran tersebut, maka sudah dapat dilaksanakan eksekusi.
c) Eksekusi.
Setelah termohon eksekusi dipanggil secara patut ternyata tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, maka dalam praktiknya biasanya dipanggil 1 kali lagi dan jika tidak hadir, maka Ketua Pengadilan dapat langsung mengeluarkan penetapan eksekusi terhitung sejak tergugat tidak memenuhi panggilan, dengan perintah berupa penetapan (beschikking) dan ditujukan kepada panitera atau juru sita untuk pelaksanaannya.
d) Pelaksanaan Eksekusi
- Isi perintah, agar menjalankan eksekusi sesuai amar keputusan.
- Eksekusi dilakukan oleh panitera/juru sita (109 R.Bg/pasal 197 HIR).
- Dalam pelaksanaannya, panitera/juru sita dibantu oleh 2 (dua) orang saksi (210 R.Bg) atau pasal 197 ayat (6) HIR.
- Eksekusi dilaksanakan ditempat objek/barang berada.
- Membuat berita acara dengan ketentuan memuat :
- Barang/jenis yang dieksekusi
- Letak/ukuran yang dieeksekusi
- Hadir/tidak hadirnya tereksekusi
- Penegasan/pengawasan barang
- Penjelasan non bevinding bagi yang tak sesuai dengan amar putusan
- Penjelasan dapat/tidaknya dijalankan
- Hari/tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan
- Diserahkan kepada pemohon eksekusi
- Berita acara ditanda tangani oleh Pejabat pelaksana eksekusi panitera/juru sita, dua saksi yang membantu pelaksanaan eksekusi, dan bila perlu melibatkan Kepala desa/lurah setempat atau camat dan Termohon eksekusi.
Kepala desa/lurah atau camat dan termohon eksekusi secara yuridis formal tidak diwajibkan menanda tangani berita acara, namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul dibelakang hari sebaiknya keduanya harus diikutkan.
- Letak/ukuran yang dieeksekusi
- Hadir/tidak hadirnya tereksekusi
- Penegasan/pengawasan barang
- Penjelasan non bevinding bagi yang tak sesuai dengan amar putusan
- Penjelasan dapat/tidaknya dijalankan
- Hari/tanggal, jam, bulan dan tahun pelaksanaan
- Diserahkan kepada pemohon eksekusi
- Berita acara ditanda tangani oleh Pejabat pelaksana eksekusi panitera/juru sita, dua saksi yang membantu pelaksanaan eksekusi, dan bila perlu melibatkan Kepala desa/lurah setempat atau camat dan Termohon eksekusi.
Kepala desa/lurah atau camat dan termohon eksekusi secara yuridis formal tidak diwajibkan menanda tangani berita acara, namun untuk menghindari hal-hal yang mungkin timbul dibelakang hari sebaiknya keduanya harus diikutkan.
- Memberitahukan isi berita acara eksekusi 209 R.Bg/pasal 197 ayat (5) HIR. Pemberitahuan ini dapat dilakukan dengan cara memberikan copy salinan berita acara tersebut.
EKSEKUSI RILL DAN EKSEKUSI PEMENUHAN SEJUMLAH UANG
a). Terhadap objek yang akan dieksekusi, terlebih dahulu diletakkan sita eksekusi. Sita eksekusi dapat dilakukan terhadap eksekusi riil ataupun eksekusi pemenuhan sejumlah uang, dan terhadap sita eksekusi ini tidak mutlak dilakukan karena jika pada waktu berperkara terhadap objek gugatan atau jaminan telah diletakkan sita jaminan, maka sita eksekusi tidak perlu lagi dilaksanakan, akan tetapi sebaliknya jika terhadap objek gugatan atau objek jaminan belum diletakkan sita eksekusi, maka sita eksekusi harus dilakukan.
b). Memperhatikan ketentuan Pasal 197 HIR atau Pasal 208 Rbg, bahwa yang dapat diletakkan sita eksekusi adalah eksekusi pemenuhan sejumlah uang, yang mana pihak yang kalah atau termohon eksekusi harus membayar sejumlah uang sebagaimana isi putusan dan hal itu dapat dilakukan dengan melelang harta bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi apabila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, sedangkan untuk eksekusi riil tidak ada aturan hukum yang mengatur adanya sita eksekusi. Pasal 1033 Rv menyebutkan bila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, maka dapat dilakukan pengosongan terhadap objek perkara, tidak perlu dilakukan sita eksekusi terhadap objek perkaranya.
c). Eksekusi riil merupakan eksekusi pengosongan atas objek perkara kepunyaan pemohon eksekusi yang berada di tangan termohon eksekusi, sehingga apa bila akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek perkara, tidak diperlukan sita eksekusi. Berbeda dengan eksekusi pemenuhan sejumlah uang, untuk terlaksananya eksekusi tersebut diperlukan sita eksekusi atas barang jaminan atau barang milik termohon eksekusi, agar objek yang disita itu dijadikan jaminan untuk melunasi sejumlah uang yang tercantum pada amar putusan.
d). Terhadap eksekusi riil, bila pemohon eksekusi khawatir objek perkara dialihkan kepada pihak lain, maka sebaiknya pada waktu proses berperkara sedang berlangsung, pihak pemohon eksekusi yang waktu itu sebagai penggugat mengajukan permohonan sita jaminan terhadap objek perkara dengan segala surat-surat yang berhubungan dengan objek perkara tersebut
e). Terhadap eksekusi pemenuhan sejumlah uang dan melakukan suatu perbuatan hampir sama dengan pelaksanaan eksekusi riil, yang mana setelah diletakkan sita eksekusi atas objek jaminan atau barang bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi, maka kemudian Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah penjualan lelang dan uang hasil lelang tersebutlah nantinya yang akan diserahkan kepada pemohon eksekusi sebagai pemenuhan isi putusan.
f). Pelaksanaan eksekusi yang sukses mengakhiri rangkaian penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan. Dengan dilaksanakannya eksekusi tersebut, pihak yang menang (pemohon eksekusi) akan mendapatkan haknya sebagaimana ditentukan oleh putusan pengadilan.
a). Terhadap objek yang akan dieksekusi, terlebih dahulu diletakkan sita eksekusi. Sita eksekusi dapat dilakukan terhadap eksekusi riil ataupun eksekusi pemenuhan sejumlah uang, dan terhadap sita eksekusi ini tidak mutlak dilakukan karena jika pada waktu berperkara terhadap objek gugatan atau jaminan telah diletakkan sita jaminan, maka sita eksekusi tidak perlu lagi dilaksanakan, akan tetapi sebaliknya jika terhadap objek gugatan atau objek jaminan belum diletakkan sita eksekusi, maka sita eksekusi harus dilakukan.
b). Memperhatikan ketentuan Pasal 197 HIR atau Pasal 208 Rbg, bahwa yang dapat diletakkan sita eksekusi adalah eksekusi pemenuhan sejumlah uang, yang mana pihak yang kalah atau termohon eksekusi harus membayar sejumlah uang sebagaimana isi putusan dan hal itu dapat dilakukan dengan melelang harta bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi apabila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, sedangkan untuk eksekusi riil tidak ada aturan hukum yang mengatur adanya sita eksekusi. Pasal 1033 Rv menyebutkan bila termohon eksekusi tidak mematuhi isi putusan, maka dapat dilakukan pengosongan terhadap objek perkara, tidak perlu dilakukan sita eksekusi terhadap objek perkaranya.
c). Eksekusi riil merupakan eksekusi pengosongan atas objek perkara kepunyaan pemohon eksekusi yang berada di tangan termohon eksekusi, sehingga apa bila akan dilaksanakan eksekusi terhadap objek perkara, tidak diperlukan sita eksekusi. Berbeda dengan eksekusi pemenuhan sejumlah uang, untuk terlaksananya eksekusi tersebut diperlukan sita eksekusi atas barang jaminan atau barang milik termohon eksekusi, agar objek yang disita itu dijadikan jaminan untuk melunasi sejumlah uang yang tercantum pada amar putusan.
d). Terhadap eksekusi riil, bila pemohon eksekusi khawatir objek perkara dialihkan kepada pihak lain, maka sebaiknya pada waktu proses berperkara sedang berlangsung, pihak pemohon eksekusi yang waktu itu sebagai penggugat mengajukan permohonan sita jaminan terhadap objek perkara dengan segala surat-surat yang berhubungan dengan objek perkara tersebut
e). Terhadap eksekusi pemenuhan sejumlah uang dan melakukan suatu perbuatan hampir sama dengan pelaksanaan eksekusi riil, yang mana setelah diletakkan sita eksekusi atas objek jaminan atau barang bergerak maupun tidak bergerak milik termohon eksekusi, maka kemudian Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah penjualan lelang dan uang hasil lelang tersebutlah nantinya yang akan diserahkan kepada pemohon eksekusi sebagai pemenuhan isi putusan.
f). Pelaksanaan eksekusi yang sukses mengakhiri rangkaian penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan. Dengan dilaksanakannya eksekusi tersebut, pihak yang menang (pemohon eksekusi) akan mendapatkan haknya sebagaimana ditentukan oleh putusan pengadilan.
EKSEKUSI SEJUMLAH UANG
Eksekusi pembayaran sejumlah uang dapat dilaksanakan dengan objeknya berupa sejuamlah uang yang harus dilunasi tergugat kepada penggugat. Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang tersebut kepada penggugat, dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat.
Prosedur eksekusi penyerahan sejumlah uang dalam perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri antara lain :
Eksekusi pembayaran sejumlah uang dapat dilaksanakan dengan objeknya berupa sejuamlah uang yang harus dilunasi tergugat kepada penggugat. Apabila amar putusan berisi penghukuman pembayaran sejumlah uang tersebut kepada penggugat, dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat.
Prosedur eksekusi penyerahan sejumlah uang dalam perkara yang menjadi wewenang Pengadilan Negeri antara lain :
- Permohonan pihak yang menang kepada Ketua Pengadilan Negeri
- Peringatan aanmaning
- Surat peringatan perintah eksekusi
- Pelelangan
DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI ADA BEBERAPA KENDALA:
- Barang yang akan dieksekusi tidak jelas (tidak jelas batas-batasnya, ukurannya dan lain-lain)
- Terjadi perubahan alamat
- Barang yang akan dieksekusi ternyata merupakan milik sipenyewa
- Barang yang akan dieksekusi sedang digunakan
- Adanya dua putusan yang saling bertentangan terhadap objek yang sama
- Terjadinya overmacht (relatif maupun absolut)
- Amar putusan bersifat declaratoir
Untuk dapat dilaksanakan, maka harus diajukan perkara baru dengan nomor baru dengan Petitum Perbaikan. Faktor berikutnya yang menghambat pelaksanaan eksekusi adalah pada waktu pengadilan meletakkan sita eksekusi atau melaksanakan eksekusi terhadap eksekusi riil atau pengosongan tempat yang dikuasai oleh termohon eksekusi, pemohon eksekusi kesulitan menentukan batas-batas tanah yang akan dieksekusi, yang berakibat eksekusi tidak dapat dilaksanakan.
Untuk mengantisipasi adanya objek perkara yang kabur, Mahkamah Agung melalui Surat Edarannya No. 7 Tahun 2001 Tentang Pemeriksaan Setempat, mewajibkan kepada Hakim dalam hal memeriksa perkara yang objeknya berupa tanah agar dilakukan pemeriksaan setempat, sehingga lokasi serta batas-batas objek perkara jelas dan memudahkan dalam eksekusinya.
Bahwa pelaksanaan eksekusi dapat pula terhalang oleh karena objek perkara telah berpindah tangan kepada pihak lain, bahkan telah diterbitkan sertifikat atas nama pihak ketiga di atas tanah objek perkara. Hal ini baru diketahui pada saat diletakkan sita eksekusi atas objek perkara. Apabila objek perkara telah berpindah tangan kepada pihak lain, tentunya eksekus terhambat, karena Pengadilan juga harus memperhatikan dan melindungi hak pihak ketiga yang menguasai objek perkara, apalagi jika penguasaan tersebut didasarkan pada itikad baik.
Untuk menghindari berpindahnya objek kepada pihak lain, penggugat dalam proses beracara sedini mungkin sebaiknya mengajukan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag).
Di samping itu, penggugat dituntut berperan aktif untuk memberitahukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) bahwa objek tanah dimaksud sedang dalam berperkara, sehingga diharapkan tidak terjadi peralihan hak kepada orang lain.
Kemenangan Penggugat dalam keadaan demikian merupakan kemenangan di atas kertas, karena apa yang dituntutnya dalam amar dan dikabulkan oleh pengadilan, tidak dapat dimohonkan eksekusinya, kecuali termohon eksekusi secara sukarela bersedia memenuhi isi putusan.
Dasar Hukum Eksekusi
- Pasal 195 s.d Pasal 224 HIR/Pasal 206 s.d Pasal 258 R.Bg (tentang tata cara eksekusi secara umum)
- Pasal 225 HIR/Pasal 259 R.Bg (tentang putusan yang menghukum tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu)
- Pasal 209 s.d Pasal 223 HIR/Pasal 242 s.d Pasal 257 RBg, yang mengatur tentang ”sandera” (gijzeling) berdasarkan SEMA Nomor 2 Tahun 1964 dianggap bertentangan dengan peri kemanusiaan, sehingga tidak efektif digunakan lagi
- Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001 (tentang pelaksanaan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad dan provisi)
- Pasal 1033 Rv (tentang eksekusi riil)
- Pasal 54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang pelaksanaan putusan pengadilan.
- HIR (Het Herzine Indonesich Reglemen) atau Reglemen Indonesia Baru, Staatblad 1848.
- RBg (Reglemen Buitengwesten) Staatblad 1927 No 277.
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
- Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.