Tata cara persidangan perkara perdata (hukum acara perdata) diatur dalam Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (“HIR”), sedangkan persidangan perkara pidana (hukum acara pidana) diatur dalam UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Kemudian, kewajiban untuk memakai pakaian sidang (toga) dalam sidang pidana bagi hakim, jaksa, dan penasihat hukum (advokat) diatur dalam Pasal 230 ayat (2) KUHAP, yang berbunyi:
Dalam ruang sidang, hakim, penuntut umum, penasihat hukum dan panitera mengenakan pakaian sidang dan atribut masing-masing.
Yang dimaksud dengan penuntut umum dalam sidang pidana adalah jaksa (lihat Pasal 1 angka 6 huruf b KUHAP)
Adapun kewajiban hakim untuk mengenakan toga dalam setiap sidang pengadilan diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1966 tentang Pemakaian Toga Dalam Sidang. Surat edaran tersebut menginstruksikan para Hakim mengenakan toga dalam sidang-sidang pengadilan untuk menambah suasana khidmat sidang pengadilan. Jadi, prinsipnya hakim wajib memakai toga di setiap sidang dalam pengadilan apapun.
Sedangkan, kewajiban untuk memakai toga bagi penasihat hukum (advokat) diatur dalam peraturan berbeda. Menurut Pasal 25 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila advokat tidak memakai toga saat sidang, hakim dapat menegur seperti dalam artikel Tidak Memakai Toga, Dua Advokat Ditegur Hakim. Pengaturan lebih lanjut pakaian toga dalam sidang pidana diatur dalam Pasal 4 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sebagai berikut:
(1) Selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan, hakim, penuntut umum, panitera dan penasihat hukum, menggunakan pakaian sebagaimana diatur dalam pasal ini;
(2) Pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi hakim, penuntut umum dan penasihat hukum adalah toga berwarna hitam, dengan lengan lebar, simare dan bef dengan atau tanpa peci hitam;
(3) Perbedaan toga bagi hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum adalah dalam ukuran dan warna dari simare dan bef;
(4) Pakaian bagi panitera dalam persidangan adalah jas berwarna hitam, kemeja putih dan dasi hitam;
(5) Hal yang berhubungan dengan ukuran dan warna dari simare dan bef sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) serta kelengkapan pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri;
(6) Selain memakai pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hakim dan penuntut umum memakai atribut;
(7) Atribut sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Adapun kewajiban hakim untuk mengenakan toga dalam setiap sidang pengadilan diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 Tahun 1966 tentang Pemakaian Toga Dalam Sidang. Surat edaran tersebut menginstruksikan para Hakim mengenakan toga dalam sidang-sidang pengadilan untuk menambah suasana khidmat sidang pengadilan. Jadi, prinsipnya hakim wajib memakai toga di setiap sidang dalam pengadilan apapun.
Sedangkan, kewajiban untuk memakai toga bagi penasihat hukum (advokat) diatur dalam peraturan berbeda. Menurut Pasal 25 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), Advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Apabila advokat tidak memakai toga saat sidang, hakim dapat menegur seperti dalam artikel Tidak Memakai Toga, Dua Advokat Ditegur Hakim. Pengaturan lebih lanjut pakaian toga dalam sidang pidana diatur dalam Pasal 4 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sebagai berikut:
(1) Selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan, hakim, penuntut umum, panitera dan penasihat hukum, menggunakan pakaian sebagaimana diatur dalam pasal ini;
(2) Pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi hakim, penuntut umum dan penasihat hukum adalah toga berwarna hitam, dengan lengan lebar, simare dan bef dengan atau tanpa peci hitam;
(3) Perbedaan toga bagi hakim, penuntut umum, dan penasihat hukum adalah dalam ukuran dan warna dari simare dan bef;
(4) Pakaian bagi panitera dalam persidangan adalah jas berwarna hitam, kemeja putih dan dasi hitam;
(5) Hal yang berhubungan dengan ukuran dan warna dari simare dan bef sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) serta kelengkapan pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut oleh Menteri;
(6) Selain memakai pakaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hakim dan penuntut umum memakai atribut;
(7) Atribut sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diatur lebih lanjut oleh Menteri.
Kewajiban hakim, penuntut umum, dan advokat untuk memakai toga dalam sidang perkara pidana dikecualikan dalam sidang perkara tindak pidana anak. Hal ini diatur dalam Pasal 6 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Pasal 22 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Berbeda dengan sidang hukum acara pidana, sidang hukum acara perdata tidak memiliki aturan yang mewajibkan penggugat/kuasanya dan tergugat/kuasanya untuk hadir dengan memakai toga.
Seperti kami jelaskan sebelumnya, hakim wajib memakai toga untuk setiap sidang pengadilan. Sedangkan, jaksa (penuntut umum) serta advokat hanya diwajibkan memakai toga dalam sidang perkara pidana saja. Oleh karena itu, maka advokat yang bersidang di Pengadilan Agama, PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), dan PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) tidak diwajibkan memakai toga kecuali hakimnya.
Akan tetapi, selain sidang perkara pidana, advokat yang beracara di sidang Mahkamah Konstitusi juga diwajibkan memakai toga. Kewajiban ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 19 Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidangan.
Jadi, kewajiban hakim untuk memakai toga berlaku untuk setiap persidangan dalam lingkup pengadilan apapun. Sedangkan kewajiban untuk advokat serta jaksa penuntut umum untuk memakai toga, hanya diberlakukan dalam sidang hukum acara pidana. Namun, kewajiban hakim, penuntut umum, dan advokat untuk memakai toga dalam sidang perkara pidana dikecualikan dalam sidang perkara tindak pidana anak.
Semoga bermanfaat.
Berbeda dengan sidang hukum acara pidana, sidang hukum acara perdata tidak memiliki aturan yang mewajibkan penggugat/kuasanya dan tergugat/kuasanya untuk hadir dengan memakai toga.
Seperti kami jelaskan sebelumnya, hakim wajib memakai toga untuk setiap sidang pengadilan. Sedangkan, jaksa (penuntut umum) serta advokat hanya diwajibkan memakai toga dalam sidang perkara pidana saja. Oleh karena itu, maka advokat yang bersidang di Pengadilan Agama, PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), dan PHI (Pengadilan Hubungan Industrial) tidak diwajibkan memakai toga kecuali hakimnya.
Akan tetapi, selain sidang perkara pidana, advokat yang beracara di sidang Mahkamah Konstitusi juga diwajibkan memakai toga. Kewajiban ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 19 Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidangan.
Jadi, kewajiban hakim untuk memakai toga berlaku untuk setiap persidangan dalam lingkup pengadilan apapun. Sedangkan kewajiban untuk advokat serta jaksa penuntut umum untuk memakai toga, hanya diberlakukan dalam sidang hukum acara pidana. Namun, kewajiban hakim, penuntut umum, dan advokat untuk memakai toga dalam sidang perkara pidana dikecualikan dalam sidang perkara tindak pidana anak.
Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Herziene Inlandsch Reglement) Staatsblad Nomor 44 tahun 1941
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
- Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
- Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1966 tentang Pemakaian Toga Dalam Sidang
- Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 19 Tahun 2009 tentang Tata Tertib Persidangan
[ Dijawab Oleh : Ilman Hadi, S.H - Kewajiban Mengenakan Toga dalam Sidang Pengadilan - Hukum Online ]
Sesuai dengan Undang-Undang, advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Lahirnya Undang-Undang Advokat tampaknya masih belum dipahami secara mendalam oleh para advokat. Ketentuan yang dinilai paling simpel dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 itu pun masih dianggap enteng oleh sebagian advokat. Mungkin cenderung dianggap sepele. Tetapi tidak semua hakim membiarkannya.
Itu pula yang menimpa dua orang advokat. Entah karena lupa atau memang tidak membawa, dua advokat yang mendampingi H. Syahriel Darham, terdakwa kasus korupsi di Pengadilan Tipikor (04/05) ditegur hakim karena tidak memakai toga.
Awalnya, sidang dengan agenda pembacaan eksepsi penasihat hukum berjalan lancar. Namun, sebelum sidang ditutup, majelis hakim diketuai Moefri menanyakan kepada Juan Felix Tampubolon, ketua tim penasihat hukum Syahriel, perihal keberadaan dua orang wanita yang duduk di kursi penasehat hukum. Apakah mereka termasuk dalam tim penasihat hukum?, tanya Moefri. Iya, mereka termasuk Yang Mulia, sudah ada dalam daftar penasihat hukum yang diserahkan kemarin, jawab Juan Felix seraya melihat ke dua orang wanita itu.
Lalu kenapa mereka tidak memakai toga?, tanya Moefri lagi. Sesuai UU Advokat, penasihat hukum harus memakai toga saat sidang, cetus Moefri mengingatkan. Mendengar perkataan itu, Juan Felix segera meminta maaf kepada majelis.
Pemandangan yang sama beberapa kali terjadi di sidang Mahkamah Konstitusi. Hakim menegur advokat pendamping pemohon yang tidak memakai toga. Toh, tak semua hakim mempersoalkannya. Jadi, keharusan advokat memakai toga sangat tergantung pada hakim yang memimpin persidangan.
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sayang, tidak semua advokat mematuhi ketentuan ini. Entah karena lupa atau tidak tahu, masih ada beberapa advokat yang enggan mengenakan toga saat sidang pidana. Apalagi, tidak semua hakim memberikan teguran langsung kepada advokat yang bersangkutan.
Denny Kalilimang, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), menyambut baik tindakan hakim Moefri. Menurutnya, PERADI akan menindak advokat-advokat yang melanggar Undang-Undang, termasuk yang tidak memakai toga saat sidang. Kalau memang dua orang itu betul advokat, kami menyambut baik hal itu. Malah harusnya advokat itu dikeluarkan saja dari ruang sidang, ujarnya.
Ia juga menambahkan, saat ini PERADI telah telah menginstruksikan kepada seluruh advokat yang telah memiliki Kartu Tanda Pengenal Advokat untuk mencantumkan Nomor Induk pada setiap Surat Kuasa untuk memastikan bahwa orang tersebut benar-benar advokat.
Syahriel Darham, didakwa telah melakukan perbuatan korupsi atas penyelewengan anggaran pos kepala daerah tahun 2001-2004 sewaktu dirinya menjabat Gubernur Kalimantan Selatan.
Dalam eksepsinya, penasihat hukum Syahriel mempermasalahkan posisi Syahriel yang oleh JPU didudukan sebagai pengguna anggaran. Gubernur itu bukan pengguna anggaran, tetapi pengelola anggaran, dan pengelolaannya pun sudah dilegasikan dengan Keputusan Gubernur. Jadi bukan dia pengguna biaya-biaya itu, jelas Juan Felix.
Selain itu, penasihat hukum juga mempermasalahkan ketidakcermatan surat dakwaan JPU yang tidak menjelaskan secara rinci jumlah penyelewengan yang didakwakan.
Itu pula yang menimpa dua orang advokat. Entah karena lupa atau memang tidak membawa, dua advokat yang mendampingi H. Syahriel Darham, terdakwa kasus korupsi di Pengadilan Tipikor (04/05) ditegur hakim karena tidak memakai toga.
Awalnya, sidang dengan agenda pembacaan eksepsi penasihat hukum berjalan lancar. Namun, sebelum sidang ditutup, majelis hakim diketuai Moefri menanyakan kepada Juan Felix Tampubolon, ketua tim penasihat hukum Syahriel, perihal keberadaan dua orang wanita yang duduk di kursi penasehat hukum. Apakah mereka termasuk dalam tim penasihat hukum?, tanya Moefri. Iya, mereka termasuk Yang Mulia, sudah ada dalam daftar penasihat hukum yang diserahkan kemarin, jawab Juan Felix seraya melihat ke dua orang wanita itu.
Lalu kenapa mereka tidak memakai toga?, tanya Moefri lagi. Sesuai UU Advokat, penasihat hukum harus memakai toga saat sidang, cetus Moefri mengingatkan. Mendengar perkataan itu, Juan Felix segera meminta maaf kepada majelis.
Pemandangan yang sama beberapa kali terjadi di sidang Mahkamah Konstitusi. Hakim menegur advokat pendamping pemohon yang tidak memakai toga. Toh, tak semua hakim mempersoalkannya. Jadi, keharusan advokat memakai toga sangat tergantung pada hakim yang memimpin persidangan.
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan advokat yang menjalankan tugas dalam sidang pengadilan dalam menangani perkara pidana wajib mengenakan atribut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sayang, tidak semua advokat mematuhi ketentuan ini. Entah karena lupa atau tidak tahu, masih ada beberapa advokat yang enggan mengenakan toga saat sidang pidana. Apalagi, tidak semua hakim memberikan teguran langsung kepada advokat yang bersangkutan.
Denny Kalilimang, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), menyambut baik tindakan hakim Moefri. Menurutnya, PERADI akan menindak advokat-advokat yang melanggar Undang-Undang, termasuk yang tidak memakai toga saat sidang. Kalau memang dua orang itu betul advokat, kami menyambut baik hal itu. Malah harusnya advokat itu dikeluarkan saja dari ruang sidang, ujarnya.
Ia juga menambahkan, saat ini PERADI telah telah menginstruksikan kepada seluruh advokat yang telah memiliki Kartu Tanda Pengenal Advokat untuk mencantumkan Nomor Induk pada setiap Surat Kuasa untuk memastikan bahwa orang tersebut benar-benar advokat.
Syahriel Darham, didakwa telah melakukan perbuatan korupsi atas penyelewengan anggaran pos kepala daerah tahun 2001-2004 sewaktu dirinya menjabat Gubernur Kalimantan Selatan.
Dalam eksepsinya, penasihat hukum Syahriel mempermasalahkan posisi Syahriel yang oleh JPU didudukan sebagai pengguna anggaran. Gubernur itu bukan pengguna anggaran, tetapi pengelola anggaran, dan pengelolaannya pun sudah dilegasikan dengan Keputusan Gubernur. Jadi bukan dia pengguna biaya-biaya itu, jelas Juan Felix.
Selain itu, penasihat hukum juga mempermasalahkan ketidakcermatan surat dakwaan JPU yang tidak menjelaskan secara rinci jumlah penyelewengan yang didakwakan.
Dalam sidang yang lalu, JPU juga telah mengajukan keberatan atas duduknya Cucu Sanjaya, salah seorang saksi dalam kasus ini yang juga duduk sebagai penasihat hukum Syahril. Menurut keterangan Soeharto, Jaksa Penuntut Umum pada kasus ini kepada hukumonline, (04/05) diterima atau tidaknya keberatan itu sepenuhnya wewenang hakim. Soal diterima atau tidak itu terserah hakim, yang jelas kami sudah mengajukan keberatan. Lagipula orangnya (Cucu Sanjaya) juga tidak hadir hari ini. jelasnya.
[ Artikel, Hukum Online, Diposting Sabtu, 05 Mei 2007 ]