Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Dalam praktiknya, seringkali status tahanan menjadi berkepanjangan karena proses pemeriksaan di pihak kepolisian masih berjalan. Menurut Pasal 7 ayat (1) huruf d KUHAP, penyidik (dalam hal ini kepolisian) karena kewajibannya memiliki wewenang melakukan penahanan. Penjelasan lebih lanjut mengenai penahanan dapat Anda simak dalam artikel Jangka Waktu Maksimal Penahanan di Kepolisian.
Penangguhan penahanan itu sendiri dapat kita lihat pengaturan dalam Pasal 31 ayat KUHAP yang berbunyi:
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan;
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.
Jadi, dari pasal di atas dapat kita uraikan mengenai syarat tersangka atau terdakwa mendapat penangguhan penahanan adalah:
Penangguhan penahanan itu sendiri dapat kita lihat pengaturan dalam Pasal 31 ayat KUHAP yang berbunyi:
(1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan;
(2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Dalam penjelasan pasal ini dikatakan bahwa yang dimaksud dengan "syarat yang ditentukan" ialah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota. Masa penangguhan penahanan dari seorang tersangka atau terdakwa tidak termasuk masa status tahanan.
Jadi, dari pasal di atas dapat kita uraikan mengenai syarat tersangka atau terdakwa mendapat penangguhan penahanan adalah:
- Ada permintaan dari tersangka atau terdakwa
- Permintaan penangguhan penahanan disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim (sesuai kewenangannya masing-masing) yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan
- Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan.
Lebih lanjut mengenai penangguhan penahanan, Anda dapat membaca artikel Syarat-syarat Penangguhan Penahanan.
Dari sini dapat kita ketahui bahwa selama tersangka/terdakwa memenuhi syarat-syarat penangguhan penahanan di atas, maka seorang tersangka/terdakwa dapat meminta penangguhan penahanan meskipun sudah ditahan selama 7 hari. Hal ini semakin jelas ketika penangguhan penahanan itu memang bisa juga diajukan oleh terdakwa itu sendiri.
Perlu diketahui juga, pada dasarnya, tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya [Pasal 59 KUHAP].
Terkait dengan hak tersangka atau terdakwa mendapatkan penangguhan penahanan, Pasal 60 KUHAP mengatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum.
Demikian gambaran umum terhadap suatu informasi dan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
_____
[ Sumber : Bangkilhi ]
Terkait dengan penangguhan penahanan, dapat kita lihat ketentuan yang mengaturnya dalam Pasal 31 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, (“KUHAP”) yang berbunyi atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan orang, berdasarkan syarat yang ditentukan.
Dengan demikian, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada:
Dengan demikian, untuk seseorang mendapat penangguhan penahanan, harus ada:
- Permintaan dari tersangka atau terdakwa;
- Permintaan penangguhan penahanan ini disetujui oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim yang menahan dengan atau tanpa jaminan sebagaimana ditetapkan;
- Ada persetujuan dari tersangka/terdakwa yang ditahan untuk mematuhi syarat dan jaminan yang ditetapkan.
M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan dan Penuntutan (hal. 215) menjelaskan bahwa salah satu perbedaan antara penangguhan penahanan dengan pembebasan dari tahanan, terletak pada “syarat”. Faktor ini merupakan “dasar” atau landasan pemberian penangguhan penahanan. Sedang dalam tindakan pembebasan, dilakukan “tanpa syarat”, sehingga tidak merupakan faktor yang mendasari pembebasan. Menurut Yahya, penetapan syarat ini merupakan conditio sine quanon dalam pemberian penangguhan. Sehingga, tanpa adanya syarat yang ditetapkan lebih dulu, penangguhan penahanan tidak boleh diberikan.
Mengenai syarat penangguhan penahanan ini selanjutnya dapat kita lihat pada penjelasan Pasal 31 ayat (1) KUHAP yaitu, tersangka/terdakwa:
- wajib lapor;
- tidak keluar rumah;
- tidak keluar kota.
Itulah syarat yang dapat ditetapkan dalam pemberian penangguhan penahanan. Contohnya adalah dengan membebankan kepada tahanan untuk “melapor” setiap hari, satu kali dalam setiap tiga hari atau satu kali seminggu, dan sebagainya. Atau pembebanan syarat bisa berupa tidak keluar rumah maupun tidak keluar kota.
Lebih jauh, dalam PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP diatur bahwa dalam permintaan penangguhan penahanan, ada jaminan yang disyaratkan yang bisa berupa :
1. Jaminan Uang (Pasal 35).
- Jaminan uang ini ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri.
- Penyetoran uang jaminan ini dilakukan sendiri oleh pemohon atau penasihat hukumnya atau keluarganya dan untuk itu panitera memberikan tanda terima.
- Penyetoran ini dilakukan berdasar “formulir penyetoran” yang dikeluarkan instansi yang bersangkutan.
- Bukti setoran ini dibuat dalam rangkap tiga sesuai ketentuan angka 8 huruf f Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983. Tembusan tanda penyetoran tersebut oleh panitera disampaikan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan untuk menjadi dasar bagi pejabat yang menahan mengeluarkan surat perintah atau surat penetapan penangguhan penahanan.
- Apabila kemudian tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah melewati waktu 3 (tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke Kas Negara.
2. Jaminan Orang (Pasal 36).
- Orang penjamin bisa penasihat hukumnya, keluarganya, atau orang lain yang tidak mempunyai hubungan apa pun dengan tahanan.
- Penjamin memberi “pernyataan” dan kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia “bersedia” dan bertanggung jawab memikul segala risiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri.
- Identitas orang yang menjamin harus disebutkan secara jelas.
- Instansi yang menahan menetapkan besarnya jumlah uang yang harus ditanggung oleh penjamin, yang disebut “uang tanggungan” (apabila tersangka/terdakwa melarikan diri).
- Pengeluaran surat perintah penangguhan didasarkan atas surat jaminan dari si penjamin.
Timbulnya kewajiban orang yang menjamin menyetor uang tanggungan yang ditetapkan dalam perjanjian penangguhan penahanan:
- Apabila tersangka/terdakwa melarikan diri;
- Dan setelah lewat 3 bulan tidak ditemukan;
- Penyetoran uang tanggungan ke kas Negara dilakukan oleh orang yang menjamin melalui panitera Pengadilan Negeri;
- Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang ditentukan tersebut, jurusita menyita barang miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara melalui panitera pengadilan negeri.
Jadi, untuk seseorang tersangka/terdakwa dapat ditangguhkan penahanannya, perlu dipenuhi syarat-syarat dan ada jaminan yang harus diberikan sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Namun, hal-hal yang disebutkan di atas adalah dalam ranah normatif dan dapat berbeda dengan praktiknya di lapangan. Pada praktik di lapangan, seperti ditulis dalam artikel Penangguhan Penahanan Dengan Uang Jaminan Perlu Diperjelas, penangguhan penahanan tersangka atau terdakwa dengan jaminan uang sangat berbeda dari yang diatur di dalam KUHAP serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Misalnya saja, pihak panitera pengadilan negeri tidak pernah memberikan tanda terima atas penyerahan uang jaminan yang diberikan pihak tersangka atau kuasa hukumnya. Selain itu, seperti dikatakan advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang dikutip dalam artikel tersebut, uang jaminan atas penangguhan penahanan yang diberikan sebelumnya, seringkali tidak pernah dikembalikan kepada pihak yang memberikannya meski terdakwa kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan.
Demikian gambaran umum terhadap suatu informasi dan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
- Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
- Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
- Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03/1983
_____
[ Title : Bangkilhi ]
Legislasi atau undang-undang adalah hukum yang telah disahkan oleh badan legislatif atau unsur pemerintahan yang lainnya. Sebelum disahkan, undang-undang disebut sebagai rancangan Undang-Undang. Undang-undang berfungsi untuk digunakan sebagai otoritas, untuk mengatur, untuk menganjurkan, untuk menyediakan (dana), untuk menghukum, untuk memberikan, untuk mendeklarasikan, atau untuk membatasi sesuatu.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.
Suatu undang-undang biasanya diusulkan oleh anggota badan legislatif (misalnya anggota DPR), eksekutif (misalnya presiden), dan selanjutnya dibahas di antara anggota legislatif. Undang-undang sering kali diamandemen (diubah) sebelum akhirnya disahkan atau mungkin juga ditolak.
Undang-undang dipandang sebagai salah satu dari tiga fungsi utama pemerintahan yang berasal dari doktrin pemisahan kekuasaan. Kelompok yang memiliki kekuasaan formal untuk membuat legislasi disebut sebagai legislator (pembuat undang-undang), sedangkan badan yudikatif pemerintah memiliki kekuasaan formal untuk menafsirkan legislasi, dan badan eksekutif pemerintahan hanya dapat bertindak dalam batas-batas kekuasaan yang telah ditetapkan oleh hukum perundang-undangan.
Contoh undang-undang
- Undang-Undang di Indonesia
- Undang-undang Agraria 1870
- Undang-undang Ur-Nammu
- Undang-undang Napoleon
- Undang-undang Westminster 1931
- Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
- Undang-Undang Nuremberg
- Undang-Undang Pelayanan Publik
- Undang-Undang Penyiaran