• Home
  • Hukum
    • KUHP
    • KUHPerdata
    • UUPK
    • Perkawinan
    • Hukum Indonesia
  • Persidangan
  • Hukum Islam
  • Siaran Pers

Masalah:

Jika sudah ada bukti tes DNA atas anak biologis hasil hubungan gelap antara seorang laki-laki (beristri) dan perempuan, apakah hal tersebut cukup bisa membuktikan adanya perzinahan dan atau cukup bisa menjadi dasar untuk pengajuan tuntutan perzinahan?


SOLUSI :
Dalam menetapkan tersangka untuk kemudian dilakukan penuntutan pidana terhadapnya, hasil tes Deoxyribonucleic Acid (tes DNA) itu tidak dapat dijadikan bukti permulaan yang cukup . Hal ini karena frasa ‘bukti permulaan’ dalam menetapkan tersangka pada Pasal 1 angka 14 KUHAP harus ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP disertai pemeriksaan calon tersangkanya.

Hasil tes DNA sebagai alat bukti di persidangan juga harus didukung dengan alat bukti lain bagi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Hal ini karena Pasal 183 KUHAP telah mengatur bahwa untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kesalahannya harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atas pembuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Jadi, untuk menuntut pelaku perzinahan, hasil tes DNA saja tidak cukup, baik untuk membuktikan adanya perzinahan, maupun pengajuan tuntutan. Di samping itu, bagi hakim, hasil tes DNA saja belum cukup untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa sehingga perlu disertai dengan alat bukti lain untuk menjerat pelaku tindak pidana perzinahan. 

Penjelasan lebih lanjut:

Tindak Pidana Perzinahan

Hubungan gelap antara seorang laki-laki (beristri) dan perempuan yang menghasilkan anak dikategorikan sebagai perzinahan. Perbuatan tersebut dapat dipidana karena zina sepanjang adanya pengaduan dari pasangan resmi salah satu atau kedua belah pihak. 

Mengenai perzinahan ini, R. Soesilo (hal. 209) dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan zinah adalah persetubuhan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang bukan istri atau suaminya. Supaya masuk pasal ini, maka persetubuhan itu harus dilakukan dengan suka sama suka, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak. Penjelasan lebih lanjut mengenai perzinahan dapat Anda simak dalam artikel Persoalan Kawin Siri dan Perzinahan  

Hasil Tes DNA dalam Kasus Hukum

Soal hasil tes Deoxyribonucleic Acid (“DNA”) sebagai alat bukti, Ahli DNA Forensik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Djaja S Atmadja dalam artikel Ini Beberapa Kasus yang Dipecahkan dengan Tes DNA menjelaskan bahwa penggunaan tes DNA dalam kasus hukum di Indonesia bukan barang baru. Ia menjelaskan sudah ada beberapa kasus yang telah berhasil diselesaikan dengan bantuan tes DNA ini.

Salah satu kasus yang diceritakan Djaja adalah seorang gadis berusia 12 tahun ditemukan hamil delapan bulan. Pengakuan si gadis, dia diperkosa oleh tetangganya yang berusia 20 tahun. Karena si gadis masih anak-anak, maka sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, keterangannya tak bisa dipertimbangkan di pengadilan. Parahnya, tak ada saksi perbuatan itu dan tersangka tak mengakui perbuatannya. Berdasarkan pemeriksaan DNA dari tersangka, anak dan darah tali pusat maka janin itu adalah benar anak tersangka. DNA ini awalnya satu-satunya bukti. Hukum indonesia membutuhkan minimal dua alat bukti. Akhirnya, tersangka mengaku setelah tes DNA ini sehingga didapat dua alat bukti, hasil tes DNA dan keterangan tersangka.

Hasil Tes DNA Tidak Dapat Dijadikan Bukti Permulaan yang Cukup

Jika Anda memang bertanya soal hasil tes DNA untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka perzinahan untuk kemudian dilakukan penuntutan pidana terhadapnya, maka penetapan tersangka itu harus berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.[2]
 
Bukti permulaan tidak secara spesifik diatur di dalam KUHAP. Namun, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya nomor 21/PUU-XII/2014 telah menetapkan bahwa bukti permulaan harus dimaknai minimal dua alat bukti. Penjelasan lebih lanjut mengenai putusan ini dapat Anda simak dalam artikel MK ‘Rombak’ Bukti Permulaan dan Objek Praperadilan.

Jadi, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, hasil tes DNA itu harus disertai dengan alat bukti lainnya.

Adapun alat bukti yang sah itu ialah:[3]
a.    keterangan saksi;
b.    keterangan ahli;
c.    surat;
d.    petunjuk;
e.    keterangan terdakwa.


Hasil Tes DNA sebagai Alat Bukti di Pengadilan

Dari contoh kasus soal gadis yang diperkosa tetangganya di atas sekiranya memberikan gambaran jelas bahwa hasil tes DNA itu memang alat bukti yang sah. Namun bagi hakim, dalam menjatuhkan pidana bagi terdakwa pelaku perzinahan harus didukung dengan alat bukti lain. Hal ini karena Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Jadi, jika hakim ingin menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pelaku perzinahan, maka DNA sebagai alat bukti itu perlu didukung dengan alat bukti lainnya seperti keterangan terdakwa misalnya. Kesalahannya ini harus terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan atas bukti-bukti tersebut, hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana perzinahan benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Dasar hukum:

1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

2.    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;

3.    Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Reference:

>>
R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia.
>> 
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt559a1bc2a79cf/tes-dna-sebagai-bukti-kasus-perzinahan

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014.

_______________________________________________________

[1] Lihat Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)

[2] Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) jo. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014

[3] Pasal 184 ayat (1) KUHAP

[4] Pasal 183 KUHAP

 

Di Indonesia beberapa Kasus dan Persoalan Kawin Siri dan Perzinahan.

Maka, banyak orang bertanya :
Apakah nikah siri tanpa izin istri yang sah, dapat dikenakan pasal perzinahan?


Sebaiknya dan Seharusnya Anda Tahu:
Dalam hukum positif di Indonesia tidak mengenal adanya istilah nikah siri (perkawinan siri), terlebih lagi mengatur secara khusus mengenai perkawinan siri dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Istilah sirri sendiri berasal dari bahasa arab sirra, israr yang berarti rahasia.

Nikah siri di dalam masyarakat sering diartikan dengan; 
Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap sah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat; kedua, pernikahan yang sah secara agama (memenuhi ketentuan syarat dan rukun nikah/kawin) namun tidak dicatatkan pada kantor pegawai pencatat nikah (KUA bagi yang beragama Islam, Kantor Catatan Sipil bagi yang Non-Islam). Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Di Indonesia mengenai perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Pasal 2 ayat (1) UUP menyebutkan bahwa:

“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

Jadi perkawinan adalah sah bila telah dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan pasangan yang kawin. Pasal ini menempatkan hukum agama dan kepercayaan adalah hal yang paling utama dalam perkawinan, dan secara implisit tidak ada larangan oleh Negara terhadap nikah siri.

Namun, lebih lanjut Pasal 2 ayat (2) UUP menyebutkan adanya kewajiban untuk tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan yang dicatatkan guna mendapatkan akta perkawinan. Akta perkawinan adalah bukti telah terjadinya/berlangsungnya perkawinan, bukan yang menentukan sah tidaknya perkawinan. Tidak ada bukti inilah yang menyebabkan anak maupun istri dari perkawinan siri tidak memiliki status hukum (legalitas) di hadapan Negara.

Ketentuan tentang Perzinahan diatur di dalam Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) , yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

l. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,

b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;

2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;

b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

(5) Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.


Terkait pertanyaan mengenai apakah nikah siri tanpa izin istri yang sah dapatkah dikenakan Pasal Perzinahan?

Sebelum berlakunya UUP, ketentuan Perkawinan yang dimaksud dalam KUHP adalah ketentuan Perkawinan dalam Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPerdata"). KUHPerdata menyebutkan :

Pasal 26: “Undang-undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata”.

Pasal 27: “Dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu  orang perempuan sebagai istrinya, seorang perempuan hanya satu laki sebagai   suaminya.”(asas monogami)

Pasal 50: “Semua orang yang hendak kawin, harus memberitahukan kehendak itu kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal salah satu dari kedua pihak.”

Dan tidak adanya izin kawin dari istri yang sah merupakan penghalang yang sah untuk kawin lagi (Pasal 280 KUHP).


Namun berdasarkan asas keberlakuan undang-undang yakni asas lex posterior derogat lege priori (undang-undang yang berlaku kemudian mengesampingkan undang-undang terdahulu sejauh mengatur objek yang sama), maka pemberlakuan Pasal 284 KUHP harus mengikuti ketentuan yang dimuat dalam UUP. Dalam hal ini adalah ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) UUP sebagaimana disebut di atas.

Bahwa nikah siri tanpa adanya izin dari istri yang sah dapat ‘memberi ruang delik’ perzinahan sepanjang pelaku nikah siri tidak dapat membuktikan bahwa benar telah ada perkawinan yang sah sebagaimana ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUP di atas, dan hanya bisa dituntut berdasarkan adanya pengaduan dari istri/suami yang tercemar (delik aduan).

Delik aduan menurut H.A. Abu Ayyub Saleh, adalah delik yang dapat dilakukan penuntutan delik sebagai syarat penyidikan dan penuntutan apabila ada pengaduan dari pihak yang dirugikan/korban.

Merupakan sebuah perdebatan (perbedaan pendapat) dalam segi perspektif hukum, apabila membenturkan nikah siri ke dalam ranah hukum agama dan hukum pidana positif di Indonesia.

Dasar hukum:

1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847)

2.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No. 73).

3.    Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


 Reference:

 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4fbda54730a68/persoalan-kawin-siri-dan-perzinahan

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Filemon Gulö

  • Popular
  • Comments
  • Archives
    1. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
    2. Keterkaitan Wawasan Nusantara Dan Otonomi Daerah Di Indonesia
    3. Keterkaitan Otonomi Daerah Dengan Wawasan Nusantara
    4. KUHP Pasal 351 - 358 Tentang Penganiayaan
    5. KUHP Pasal 267 - 276 Tentang Pemalsuan Surat
    6. Manfaat dan Khasiat Tanaman Ciplukan
    7. Ya'ahowu Adalah Salam Ono Niha Yang Bermakna
    8. Pancasila Cuma Jadi Alat Kekuasaan
    1. Jan 21
    2. Jan 12
    3. Jan 11
    4. Jan 10
    5. Jan 08
    6. Des 21
    7. Des 15
    8. Des 12
    9. Des 11
    10. Des 10
    11. Des 07
    12. Nov 24
    13. Nov 22
    14. Nov 20
    15. Nov 13
    16. Nov 12
    17. Nov 10
    18. Nov 05
    19. Okt 26
    20. Okt 25
    21. Okt 24
    22. Okt 13
    23. Okt 12
    24. Okt 06
    25. Sep 30
    26. Sep 29
    27. Sep 26
    28. Sep 23
    29. Sep 22
    30. Sep 21
    31. Sep 20
    32. Sep 19
    33. Sep 17
    34. Sep 16
    35. Sep 12
    36. Sep 10
    37. Sep 04
    38. Sep 01
    39. Agu 31
    40. Agu 28
    41. Agu 26
    42. Agu 25
    43. Agu 24
    44. Agu 19
    45. Agu 18
    46. Agu 17
    47. Agu 14
    48. Agu 12
    49. Agu 10
    50. Agu 07
    51. Agu 01
    52. Jul 28
    53. Jul 27
    54. Jul 22
    55. Jul 18
    56. Jul 17
    57. Jul 13
    58. Jul 10
    59. Jul 07
    60. Jul 06
    61. Jul 05
    62. Jul 03
    63. Jul 01
    64. Jun 29
    65. Jun 26
    66. Jun 25
    67. Jun 23
    68. Jun 05
    69. Mei 13
    70. Mei 10
    71. Mei 07
    72. Mei 06
    73. Apr 11
    74. Apr 10
    75. Apr 06
    76. Mar 27
    77. Mar 22
    78. Mar 20
    79. Mar 14
    80. Mar 13
    81. Mar 11
    82. Mar 10
    83. Mar 09
    84. Mar 08
    85. Mar 07
    86. Mar 05
    87. Mar 04
    88. Mar 03
    89. Mar 02
    90. Mar 01
    91. Feb 29
    92. Feb 28
    93. Feb 27
    94. Feb 26
    95. Feb 25
    96. Feb 24
    97. Feb 23
    98. Feb 22
    99. Feb 21
    100. Feb 18
    101. Feb 17
    102. Feb 16
    103. Feb 15
    104. Feb 14
    105. Feb 12
    106. Feb 11
    107. Feb 10
    108. Feb 08
    109. Feb 07
    110. Feb 06
    111. Feb 05
    112. Feb 04
    113. Feb 03
    114. Feb 02
    115. Feb 01
    116. Jan 31
    117. Jan 30
    118. Jan 29
    119. Jan 28
    120. Jan 27
    121. Jan 26
    122. Jan 25
    123. Jan 24
    124. Jan 22
    125. Jan 21
    126. Jan 19
    127. Jan 18
    128. Jan 17
    129. Jan 14
    130. Jan 12
    131. Jan 11
    132. Jan 10
    133. Jan 09
    134. Jan 08
    135. Jan 07
    136. Jan 06
    137. Jan 04
    138. Jan 03
    139. Des 22
    140. Des 21
    141. Des 20
    142. Des 19
    143. Des 17
    144. Des 16
    145. Des 14
    146. Des 13
    147. Des 11
    148. Des 10
    149. Des 09
    150. Des 08
    151. Des 07
    152. Des 06
    153. Des 05
    154. Des 04
    155. Des 03
    156. Des 01
    157. Nov 30
    158. Nov 29
    159. Nov 27
    160. Nov 26
    161. Nov 25
    162. Nov 23
    163. Nov 22
    164. Nov 21
    165. Nov 16
    166. Nov 15
    167. Nov 12
    168. Nov 09
    169. Nov 08
    170. Nov 06
    171. Nov 05
    172. Nov 03
    173. Nov 02
    174. Nov 01
    175. Okt 28
    176. Okt 27
    177. Okt 26
    178. Okt 25
    179. Okt 23
    180. Okt 19
    181. Okt 18
    182. Okt 14
    183. Okt 11
    184. Sep 24
    185. Sep 17
    186. Sep 15
    187. Sep 13
    188. Sep 12
    189. Sep 08
    190. Sep 05
    191. Agu 31
    192. Agu 30
    193. Agu 28
    194. Agu 27
    195. Agu 24
    196. Agu 21
    197. Agu 20
    198. Agu 19
    199. Agu 17
    200. Agu 16
    201. Agu 10
    202. Agu 09
    203. Jun 24
    204. Sep 28
    205. Jul 13
    206. Jun 26
    207. Jun 19
    208. Jun 01
    209. Mei 25
    210. Apr 21
  • Buzz
  • Twitter
  • Facebook
  • RSS
  • Email

Advertisement

Recent Posts

Blogroll

  • Documentation
  • Plugins
  • Suggest Ideas
  • Support Forum
  • Themes
  • WordPress Blog
  • WordPress Planet

Advertisement

  • Home
  • About
  • Archives
  • Full Width
  • Links
  • Theme Options
Copyright 2017 Filemon. All rights reserved.