Siarlingkungan.com // - Masakan soto memang sudah menusantara dengan varian bahan utama dala penyajiannya seperti soto daging sapi, soto kambing dan yang paling terpopuler adalah soto ayam. Soto ayam juga memiliki racukan berbeda-beda seperti salah satunya soto ayam bening yang dibuat sederhana dengan suguhan rasa juara.
Dikatakan sederhana karena proses penyajian masakan soto ayam bening tidak begitu merepotkan sehingga anda pun bisa membuatnya sendiri di rumah. Dengan resep soto ayam bening enak sederhana berikut ini, kreasikan sajian sedap nikmat soto ayam buatanmu.
Bahan dan Bumbu Soto Ayam Bening
- Ayam kampung/broiler (sedang besar), 1 ekor
- Air bersih (untuk merebus), 2 liter
- Penyedap rasa, secukupnya
- Daun bawang (iris 1 cm), 3 lembar
- Lengkuas, 1 ruas jari
- Daun salam, 3 lembar
- Daun jeruk, 4 lembar
- Serai, 2 batang
Bumbu Halus Soto Ayam Bening
- Kemiri, 5 butir
- Jahe, 1 ½ ruas jari
- Kunyit, 1 ½ ruas jari
- Bawang putih (iris tipis), 6 pcs
- Garam dapur, 2 sdt
- Merica butir, ½ sdt
- Bawang merah (potong kecil), 3 pcs
- Minyak (untuk menumis), secukupnya
Bahan Pelengkap Soto Ayam Bening
- Kol (iris tipis), 200 gram
- Soun putih (rendam dengan air panas, tiriskan), 50 gram
- Bawang merah goreng secukupnya
- Buah tomat merah (potong-potong) secukupnya
- Tauge segar (bersihkan, siram dengan air panas), 250 gram
- Telur ayam rebus (kupas kulitnya, belah), 3 butir
Cara Membuat Soto Bening Ayam
- Potong-potong daging ayam sesuai selera lalu bersihkan. Kemudian rebus dalam panci berisi 2 liter air hingga mendidih dan daging ayam terasa empuk.
- Sementara itu siapkan bumbu halus, ulek hingga menjadi halus lalu masak dengan cara ditumis hingga tercium harum dan matang. Kemudian masukkan ke dalam panci rebusan daging, aduk-aduk agar bumbu halus tercampur rata.
- Tambahkan kembali rebusan dengan lengkuas, irisan daun salam, daun jeruk serta serai. Aduk merata. Masaka sampai bumbu dirasa pas dan matang sempurna.
- Ambil daging ayam dalam rebusan lalu suwir-suwir dan masukkan kembali tulang ayam ke dalam air rebusan agar kuah kaldu semakin mantap.
- Soto ayam bening siap dinikmati.
Demikian saran penyajian soto ayam dari resep soto ayam bening enak sederhana masakan ala dapur rumah.
(kuliner123.com)
Peninjauan Kembali atau disingkat PK adalah suatu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia. Putusan pengadilan yang disebut mempunyai kekuatan hukum tetap ialah putusan Pengadilan Negeri yang tidak diajukan upaya banding, putusan Pengadilan Tinggi yang tidak diajukan kasasi (upaya hukum di tingkat Mahkamah Agung), atau putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). PK tidak dapat ditempuh terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap apabila putusan itu berupa putusan yang menyatakan terdakwa (orang yang dituntut dalam persidangan) bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Bab XVIII UU Nomor 8 Tahun 1981, Peninjauan Kembali merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan di Indonesia. Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dari upaya hukum biasa yaitu persidangan pada Pengadilan Negeri, sidang banding pada Pengadilan Tinggi, dan kasasi pada Mahkamah Agung. Dalam upaya hukum biasa, kasasi Mahkamah Agung merupakan upaya terakhir yang dapat ditempuh untuk mendapatkan keadilan bagi para pihak yang terlibat dalam suatu perkara. Putusan kasasi Mahkamah Agung bersifat akhir, mengikat, dan berkekuatan hukum tetap. PK dapat diajukan terhadap putusan kasasi Mahkamah Agung apabila pada putusan sebelumnya diketahui terdapat kesalahan atau kekhilafan hakim dalam memutus perkara ataupun terdapat bukti baru yang belum pernah diungkapkan dalam persidangan.
Prinsip umum PK
Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula.
Prinsip ini diatur dalam Pasal 266 ayat 3 KUHAP yang berbunyi Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung tidak diperkenankan menjatuhkan putusan yang hukuman pidananya melebihi putusan pengadilan yang diajukan PK. Prinsip ini sesuai dengan tujuan diadakannya Lembaga PK yaitu untuk memenuhi hak pemohon untuk mencari keadilan. Dengan upaya PK, terpidana diberikan kesempatan untuk membela kepentingannya agar terbebas dari ketidakbenaran penegakan hukum.
PK tidak menangguhkan atau mengehentikan eksekusi.
Secara normatif undang-undang mengatur bahwa PK tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi (pelaksanaan putusan). Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2004 dan Pasal 67 UU MA, objek permohonan upaya hukum PK adalah suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap (BHT). Hal ini berarti bahwa saat putusan BHT dijatuhkan, terdakwa telah berubah status hukumnya menjadi terpidana. Putusan pengadilan yang BHT demikian tidak terpengaruh dengan proses PK yang diajukan sehingga tetap dilaksanakan.
PK dapat dilakukan berkali-kali.
Dalam Pasal 268 ayat 3 KUHAP, dijelaskan bahwa PK terhadap suatu putusan pengadilan hanya dapat dilakukan satu kali. Pada tahun 2013 Antasari Azhar mengajukan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK) - (baca : Kasus pidana Antasari ). Uji materi ke MK dilakukan untuk menilai apakah suatu pasal atau undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Antasari yang merupakan terpidana 18 tahun dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain merasa dirinya belum mendapat keadilan dengan upaya PK yang pernah Ia lakukan. Dalam persidangan uji materi tersebut terdapat perdebatan mengenai keadilan dan kepastian hukum. Apabila PK dapat dilakukan berkali-kali maka kepastian status hukum seseorang sukar ditentukan. Yusril Ihza Mahendra yang tampil sebagai saksi ahli dalam sidang uji materi di MK menerangkan bahwa PK berkali-kali adalah dalam rangka mencari keadilan materil. Pada 6 Maret 2014 MK memutuskan mengabulkan permohonan Antasari Azhar yakni PK dapat dilakukan berkali-bali. Putusan ini mendapat respon yang kurang baik dari Mahfud MD yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfud berpendapat bahwa putusan MK terkait PK berkali-kali menimbulkan kepastian hukum seseorang menggantung. Terkait putusan MK tersebut, maka secara otomatis Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang mengatur bahwa PK hanya bisa diajukan satu kali sudah tidak berlaku karena bertentangan dengan UUD 45
Yang dapat mengajukan PK.
Pasal 263 ayat 1 KUHAP menegaskan bahwa yang berhak mengajukan PK ialah terpidana atau ahli warisnya. Namun, dalam perkembangan praktik peradilan saat ini terdapat tiga pihak yang dapat mengajukan PK yaitu terpidana, ahli waris, atau kuasa hukum terpidana.
Terpidana atau ahli waris.
Terpidana dan ahli waris memiliki kedudukan yang sama dalam mengajukan PK. Hal ini berarti bahwa sekalipun terpidana masih hidup, ahli waris dapat langsung mengajukan PK. Apabila terpidana meninggal dunia pada saat permohonan PK diajukan maka ahli waris berperan menggantikan posisi terpidana dalam mengajukan PK.
Kuasa hukum.
Dasar hukum diperbolehkannya PK ialah aturan tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP yang tertuang dalam bentuk Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983. Aturan tersebut memperbolehkan terdakwa pada suatu kasus untuk memberi kuasa kepada kuasa hukum (pengacara) dalam upaya mengajukan kasasi. Berdasarkan penggunaan tersebut, Mahkamah Agung secara konsisten menggunakan dasar yang sama untuk diterapkan dalam syarat permohonan upaya hukum PK.
Alasan pengajuan PK.
Suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan upaya hukum PK dengan menyertakan alasan yang jelas.
Bukti baru.
Salah satu alasan yang dapat diterima untuk pengajuan PK berdasar undang-undang ialah adanya atau ditemukannya bukti baru (sering disebut novum) yang belum pernah dihadirkan dalam persidangan. Bukti baru ini dapat berupa benda ataupun saksi yang bersifat menimbulkan dugaan kuat. Menimbulkan dugaan kuat yang dimaksud ialah jika seandainya bukti baru tersebut ditemukan saat sidang berlangsung, maka: (1) dapat membuat terpidana dijatuhi putusan bebas atau lepas dari seluruh tuntutan hukum, (2) dapat membuat putusan yang menyatakan tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima, atau (3) dapat membuat hakim menggunakan pasal yang lebih ringan dalam memutus terpidana.
Kesalahan atau kekhilafan hakim
Sebagai seorang manusia, sangat dimungkinkan hakim dalam membuat putusan pengadilan melakukan kesalahan maupun kekeliruan. Dalam praktik peradilan, putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dapat dikoreksi dengan cara banding ke pengadilan tingkat dua (Pengadilan Tinggi) maupun ke tingkat tiga (Mahkamah Agung). Koreksi terhadap putusan dalam sistem peradilan berjenjang tersebut terkadang tetap menghasilkan suatu putusan yang keliru baik dalam hal penerapan pasal maupun pertimbangan hukum. Terhadap putusan-putusan seperti ini upaya hukum PK dapat diajukan.
Proses PK.
Permintaan pengajuan PK.
Peninjauan Kembali diajukan oleh pemohon dalam hal ini terpidana atau ahli waris kepada panitera (petugas administrasi pengadilan) Pengadilan Negeri yang memutus perkara untuk pertama kali. Permintaan pengajuan PK dilakukan secara tertulis dilengkapi dengan alasan-alasan yang mendasari diajukannya PK. Panitera pengadilan yang menerima permintaan PK mencatat permintaan PK tersebut dalam suatu surat keterangan yang disebut Akta Permintaan Peninjauan Kembali. Tidak ada batas waktu dalam pengajuan PK, yang lebih diutamakan ialah terpenuhinya syarat-syarat pengajuan PK yang diatur UU dan KUHAP.
Pada Pengadilan Negeri.
Sebelum permohonan PK diserahkan ke Mahkamah Agung, sesuai dengan KUHAP Pengadilan Negeri bertugas untuk memeriksa perkara PK terlebih dahulu. Dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri berwenang untuk membentuk majelis hakim yang akan memeriksa permohonan. Majelis hakim yang dibentuk akan melakukan pemeriksaan terhadap materi PK terdakwa maupun saksi atau barang bukti yang diperlukan. Pemeriksaan pendahuluan di Pengadilan Negeri bersifat resmi dan terbuka untuk umum. Setelah pemeriksaan selesai, majelis hakim akan membuat pendapat terhadap PK yang diajukan. Pendapat tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pendapat yang turut dilimpahkan bersama berkas PK ke Mahkamah Agung.
Pada Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang untuk memutus permohonan PK. Berita Acara Pendapat dari Pengadilan Negeri yang diperoleh dari pemeriksaan pendahuluan PK tidak selalu menjadi pertimbangan hakim MA dalam memutus perkara. Pada saat memeriksa permohonan PK, majelis hakim MA terdiri dari minimal tiga orang hakim agung. Putusan dibacakan dan ditandatangani oleh hakim agung yang melakukan pemeriksaan permohonan PK. Putusan PK oleh Mahkamah Agung dapat berupa: (1) permintaan dinyatakan tidak dapat diterima, (2) menolak permintaan Peninjauan Kembali, atau (3) menerima Peninjauan Kembali.
Putusan-putusan PK kontroversi.
PK Pollycarpus.
Pollycarpus Budihari Priyanto adalah terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) bernama Munir. Oleh Pengadilan Negeri Ia divonis 14 tahun penjara. Pada tahapan kasasi Pollycarpus diputus bebas oleh Mahkamah Agung. Atas putusan tersebut jaksa mengajukan PK kemudian diterima oleh Mahkamah Agung hingga akhirnya Pollycarpus divonis 20 tahun penjara. Putusan PK tersebut merupakan hal yang tidak lazim karena sejatinya PK adalah hak terpidana yang lahir atas permasalahan Sengkon dan Karta bukan hak jaksa.
PK Sudjono Timan.
Sudjiono Timan adalah mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang menjadi terpidana kasus korupsi senilai Rp 369 Miliar. Dalam kasus tersebut Sudjiono Timan divonis 15 tahun penjara pada tingkat kasasi namun kabur dan menjadi buron. Pada tahun 2013 Mahkamah Agung Membebaskan Timan dari hukuman pidana melalui PK yang diajukan oleh istrinya. Perdebatan timbul dikalangan ahli hukum karena istri (ketika suami masih hidup) bukan merupakan ahli waris sebagaimana syarat atau hak pengajuan PK adalah oleh terpidana atau ahli warisnya.
Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula.
Prinsip ini diatur dalam Pasal 266 ayat 3 KUHAP yang berbunyi Pidana yang dijatuhkan dalam putusan peninjauan kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula. Mahkamah Agung tidak diperkenankan menjatuhkan putusan yang hukuman pidananya melebihi putusan pengadilan yang diajukan PK. Prinsip ini sesuai dengan tujuan diadakannya Lembaga PK yaitu untuk memenuhi hak pemohon untuk mencari keadilan. Dengan upaya PK, terpidana diberikan kesempatan untuk membela kepentingannya agar terbebas dari ketidakbenaran penegakan hukum.
PK tidak menangguhkan atau mengehentikan eksekusi.
Secara normatif undang-undang mengatur bahwa PK tidak menangguhkan atau menghentikan eksekusi (pelaksanaan putusan). Berdasarkan Pasal 23 ayat 1 UU No. 21 Tahun 2004 dan Pasal 67 UU MA, objek permohonan upaya hukum PK adalah suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap (BHT). Hal ini berarti bahwa saat putusan BHT dijatuhkan, terdakwa telah berubah status hukumnya menjadi terpidana. Putusan pengadilan yang BHT demikian tidak terpengaruh dengan proses PK yang diajukan sehingga tetap dilaksanakan.
PK dapat dilakukan berkali-kali.
Dalam Pasal 268 ayat 3 KUHAP, dijelaskan bahwa PK terhadap suatu putusan pengadilan hanya dapat dilakukan satu kali. Pada tahun 2013 Antasari Azhar mengajukan uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK) - (baca : Kasus pidana Antasari ). Uji materi ke MK dilakukan untuk menilai apakah suatu pasal atau undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Antasari yang merupakan terpidana 18 tahun dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain merasa dirinya belum mendapat keadilan dengan upaya PK yang pernah Ia lakukan. Dalam persidangan uji materi tersebut terdapat perdebatan mengenai keadilan dan kepastian hukum. Apabila PK dapat dilakukan berkali-kali maka kepastian status hukum seseorang sukar ditentukan. Yusril Ihza Mahendra yang tampil sebagai saksi ahli dalam sidang uji materi di MK menerangkan bahwa PK berkali-kali adalah dalam rangka mencari keadilan materil. Pada 6 Maret 2014 MK memutuskan mengabulkan permohonan Antasari Azhar yakni PK dapat dilakukan berkali-bali. Putusan ini mendapat respon yang kurang baik dari Mahfud MD yang merupakan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfud berpendapat bahwa putusan MK terkait PK berkali-kali menimbulkan kepastian hukum seseorang menggantung. Terkait putusan MK tersebut, maka secara otomatis Pasal 268 ayat 3 KUHAP yang mengatur bahwa PK hanya bisa diajukan satu kali sudah tidak berlaku karena bertentangan dengan UUD 45
Yang dapat mengajukan PK.
Pasal 263 ayat 1 KUHAP menegaskan bahwa yang berhak mengajukan PK ialah terpidana atau ahli warisnya. Namun, dalam perkembangan praktik peradilan saat ini terdapat tiga pihak yang dapat mengajukan PK yaitu terpidana, ahli waris, atau kuasa hukum terpidana.
Terpidana atau ahli waris.
Terpidana dan ahli waris memiliki kedudukan yang sama dalam mengajukan PK. Hal ini berarti bahwa sekalipun terpidana masih hidup, ahli waris dapat langsung mengajukan PK. Apabila terpidana meninggal dunia pada saat permohonan PK diajukan maka ahli waris berperan menggantikan posisi terpidana dalam mengajukan PK.
Kuasa hukum.
Dasar hukum diperbolehkannya PK ialah aturan tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP yang tertuang dalam bentuk Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983. Aturan tersebut memperbolehkan terdakwa pada suatu kasus untuk memberi kuasa kepada kuasa hukum (pengacara) dalam upaya mengajukan kasasi. Berdasarkan penggunaan tersebut, Mahkamah Agung secara konsisten menggunakan dasar yang sama untuk diterapkan dalam syarat permohonan upaya hukum PK.
Alasan pengajuan PK.
Suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan upaya hukum PK dengan menyertakan alasan yang jelas.
Bukti baru.
Salah satu alasan yang dapat diterima untuk pengajuan PK berdasar undang-undang ialah adanya atau ditemukannya bukti baru (sering disebut novum) yang belum pernah dihadirkan dalam persidangan. Bukti baru ini dapat berupa benda ataupun saksi yang bersifat menimbulkan dugaan kuat. Menimbulkan dugaan kuat yang dimaksud ialah jika seandainya bukti baru tersebut ditemukan saat sidang berlangsung, maka: (1) dapat membuat terpidana dijatuhi putusan bebas atau lepas dari seluruh tuntutan hukum, (2) dapat membuat putusan yang menyatakan tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima, atau (3) dapat membuat hakim menggunakan pasal yang lebih ringan dalam memutus terpidana.
Kesalahan atau kekhilafan hakim
Sebagai seorang manusia, sangat dimungkinkan hakim dalam membuat putusan pengadilan melakukan kesalahan maupun kekeliruan. Dalam praktik peradilan, putusan pengadilan tingkat pertama (Pengadilan Negeri) dapat dikoreksi dengan cara banding ke pengadilan tingkat dua (Pengadilan Tinggi) maupun ke tingkat tiga (Mahkamah Agung). Koreksi terhadap putusan dalam sistem peradilan berjenjang tersebut terkadang tetap menghasilkan suatu putusan yang keliru baik dalam hal penerapan pasal maupun pertimbangan hukum. Terhadap putusan-putusan seperti ini upaya hukum PK dapat diajukan.
Proses PK.
Permintaan pengajuan PK.
Peninjauan Kembali diajukan oleh pemohon dalam hal ini terpidana atau ahli waris kepada panitera (petugas administrasi pengadilan) Pengadilan Negeri yang memutus perkara untuk pertama kali. Permintaan pengajuan PK dilakukan secara tertulis dilengkapi dengan alasan-alasan yang mendasari diajukannya PK. Panitera pengadilan yang menerima permintaan PK mencatat permintaan PK tersebut dalam suatu surat keterangan yang disebut Akta Permintaan Peninjauan Kembali. Tidak ada batas waktu dalam pengajuan PK, yang lebih diutamakan ialah terpenuhinya syarat-syarat pengajuan PK yang diatur UU dan KUHAP.
Pada Pengadilan Negeri.
Sebelum permohonan PK diserahkan ke Mahkamah Agung, sesuai dengan KUHAP Pengadilan Negeri bertugas untuk memeriksa perkara PK terlebih dahulu. Dalam hal ini Ketua Pengadilan Negeri berwenang untuk membentuk majelis hakim yang akan memeriksa permohonan. Majelis hakim yang dibentuk akan melakukan pemeriksaan terhadap materi PK terdakwa maupun saksi atau barang bukti yang diperlukan. Pemeriksaan pendahuluan di Pengadilan Negeri bersifat resmi dan terbuka untuk umum. Setelah pemeriksaan selesai, majelis hakim akan membuat pendapat terhadap PK yang diajukan. Pendapat tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pendapat yang turut dilimpahkan bersama berkas PK ke Mahkamah Agung.
Pada Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang untuk memutus permohonan PK. Berita Acara Pendapat dari Pengadilan Negeri yang diperoleh dari pemeriksaan pendahuluan PK tidak selalu menjadi pertimbangan hakim MA dalam memutus perkara. Pada saat memeriksa permohonan PK, majelis hakim MA terdiri dari minimal tiga orang hakim agung. Putusan dibacakan dan ditandatangani oleh hakim agung yang melakukan pemeriksaan permohonan PK. Putusan PK oleh Mahkamah Agung dapat berupa: (1) permintaan dinyatakan tidak dapat diterima, (2) menolak permintaan Peninjauan Kembali, atau (3) menerima Peninjauan Kembali.
Putusan-putusan PK kontroversi.
PK Pollycarpus.
Pollycarpus Budihari Priyanto adalah terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) bernama Munir. Oleh Pengadilan Negeri Ia divonis 14 tahun penjara. Pada tahapan kasasi Pollycarpus diputus bebas oleh Mahkamah Agung. Atas putusan tersebut jaksa mengajukan PK kemudian diterima oleh Mahkamah Agung hingga akhirnya Pollycarpus divonis 20 tahun penjara. Putusan PK tersebut merupakan hal yang tidak lazim karena sejatinya PK adalah hak terpidana yang lahir atas permasalahan Sengkon dan Karta bukan hak jaksa.
PK Sudjono Timan.
Sudjiono Timan adalah mantan Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang menjadi terpidana kasus korupsi senilai Rp 369 Miliar. Dalam kasus tersebut Sudjiono Timan divonis 15 tahun penjara pada tingkat kasasi namun kabur dan menjadi buron. Pada tahun 2013 Mahkamah Agung Membebaskan Timan dari hukuman pidana melalui PK yang diajukan oleh istrinya. Perdebatan timbul dikalangan ahli hukum karena istri (ketika suami masih hidup) bukan merupakan ahli waris sebagaimana syarat atau hak pengajuan PK adalah oleh terpidana atau ahli warisnya.
[ Peninjauan Kembali (PK) - wikipedia - 8/12/2015 ]
JAMBI - Mantan Kepala Unit Bank Rakyat Indonesia (BRI) Talang Banjar, Buhari, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jambi dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang didakwakan kepadanya. Putusan ini langsung disambut sujud syukur oleh Buhari.
Majelis hakim yang diketuai Mansyur, berpendapat bahwa terdakwa tidak bisa diadili dua kali dalam perkara yang sama (nebis in idem). Sebelumnya, Buhari sudah pernah diadili dalam kasus korupsi pencairan pinjaman fiktif di BRI Unit Talang Banjar sebesar Rp 4 miliar.
"Putusannya Nebis In Idem, dia (Buhari, red) tidak bisa diadili dalam perkara yang sama," kata Humas Pengadilan Negeri Jambi, Paluko Hutagalung, Kamis (3/12).
Dijelaskan Paluko, asas nebis in idem ini diatur dalam pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dimana, seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Terdakwa (Buhari, red) tidak bisa dihukum dalam perkara TPPU, karena terdakwa ini sudah dihukum dalam kasus korupsi dan sudah berkekuatan hukum tetap," terang Paluko.
Sebelumnya, pada kasus korupsi Buhari divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi dengan hukuman 5 tahun empat bulan penjara. Tidak terima, oleh Buhari langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jambi.
Namun hukumannya bukan menjadi ringan, tetapi tambah berat. PT menghukumnya dengan pidana penjara selama enam tahun, denda Rp 200 juta. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara.
Buhari diajukan ke persidangan perkara TPPU dengan objek hukum dan barang bukti serta modus yang sama dengan perkara korupsinya. Paluko menjelaskan, bahwa terdakwa bisa dihukum jika diajukan dengan bukti yang lain.
"Bukti dalam perkara berupa uang, kendaraan, dan yang lainnya sama dan sudah digunakan dalam perkara korupsi. Makanya majelis berkesimpulan Nebis In Idem," tandasnya.
Menanggapi putusan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zuhdi menyatakan bahwa pihaknya belum menyatakan sikapnya atas putusan majelis hakim tersebut. "Kami pikir-pikir dulu," ujarnya singkat.
Majelis hakim yang diketuai Mansyur, berpendapat bahwa terdakwa tidak bisa diadili dua kali dalam perkara yang sama (nebis in idem). Sebelumnya, Buhari sudah pernah diadili dalam kasus korupsi pencairan pinjaman fiktif di BRI Unit Talang Banjar sebesar Rp 4 miliar.
"Putusannya Nebis In Idem, dia (Buhari, red) tidak bisa diadili dalam perkara yang sama," kata Humas Pengadilan Negeri Jambi, Paluko Hutagalung, Kamis (3/12).
Dijelaskan Paluko, asas nebis in idem ini diatur dalam pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dimana, seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang berkekuatan hukum tetap.
"Terdakwa (Buhari, red) tidak bisa dihukum dalam perkara TPPU, karena terdakwa ini sudah dihukum dalam kasus korupsi dan sudah berkekuatan hukum tetap," terang Paluko.
Sebelumnya, pada kasus korupsi Buhari divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi dengan hukuman 5 tahun empat bulan penjara. Tidak terima, oleh Buhari langsung mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Jambi.
Namun hukumannya bukan menjadi ringan, tetapi tambah berat. PT menghukumnya dengan pidana penjara selama enam tahun, denda Rp 200 juta. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider 4 bulan penjara.
Buhari diajukan ke persidangan perkara TPPU dengan objek hukum dan barang bukti serta modus yang sama dengan perkara korupsinya. Paluko menjelaskan, bahwa terdakwa bisa dihukum jika diajukan dengan bukti yang lain.
"Bukti dalam perkara berupa uang, kendaraan, dan yang lainnya sama dan sudah digunakan dalam perkara korupsi. Makanya majelis berkesimpulan Nebis In Idem," tandasnya.
Menanggapi putusan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zuhdi menyatakan bahwa pihaknya belum menyatakan sikapnya atas putusan majelis hakim tersebut. "Kami pikir-pikir dulu," ujarnya singkat.
[Penulis: Sahrial/ Editor: Ikbal Ferdiyal/ Metrojambi / 12-07-2015 ]
JAMBI – Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi yang diajukan lima terdakwa kasus korupsi di Jambi. Dalam petikan putusannya, MA menolak kasasi yang diajukan mantan Direktur Utama PDAM Tirta Mayang, Kota Jambi, Agus Sunara.
Oleh majelis kasasi, Agus Sunara yang divonis satu tahun penjara oleh putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Jambi, dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Namun MA tidak menambah atau mengurangi hukumannya.
Sama dengan putusan banding PT Jambi, terpidana kasus korupsi di PDAM Tirta Mayang Jambi periode 2005-2006 ini diwajibkan membayar denda Rp 50 juta, subsidair 2 bulan kurungan. Sedangkan untuk uang pengganti, Agus Sunara membayar sebesar Rp 57 juta.
Selain Agus Sunara, nasib yang sama juga diterima oleh Arena Afiati. Kasasi pegawai PDAM Tirta Mayang yang terjerat kasus penyimpangan dana PDAM dari tagihan rekening air TNI/Polri tahun 2012-2013 ini, juga ditolak oleh MA. MA menyatakan Arena Afiati telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Oleh karena itu, MA menjatuhkan pidana selama lima tahun denda Rp 200 juta, subsidair 3 bulan kurungan. Kemudian Arena juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 863 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar selama satu tahun setelah putusan tetap, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Tiga terdakwa kasus korupsi kegiatan pembuatan sertifikat Prona tahun 2010 di Desa Sungai Rambai, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Warimin, Siwanto, dan Sunarto, juga bernasib sama. Kasasi mereka juga ditolak MA, dan hukumannya tetap satu tahun empat bulan.
Humas Pengadilan Tipikor Jambi, Paluko Hutagalung, mengatakan petikan putusan tiga kasasi ini diterima Pengadilan Negeri Jambi pada bulan Oktober dan November 2015 lalu.
“Kami sudah menerima tiga petikan putusan kasasi tiga perkara. Putusannya, majelis hakim MA menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi," kata Paluko, Jumat (4/12).
Putusan tersebut, lanjut Paluko, telah dikirim kepada para pihak, terdakwa mapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) masing-masing. “Putusannya sudah dikirimkan kepada JPU-nya,” pungkas Paluko.
(Penulis: Sahrial/Editor: Ikbal Ferdiyal)
Oleh majelis kasasi, Agus Sunara yang divonis satu tahun penjara oleh putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Jambi, dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama. Namun MA tidak menambah atau mengurangi hukumannya.
Sama dengan putusan banding PT Jambi, terpidana kasus korupsi di PDAM Tirta Mayang Jambi periode 2005-2006 ini diwajibkan membayar denda Rp 50 juta, subsidair 2 bulan kurungan. Sedangkan untuk uang pengganti, Agus Sunara membayar sebesar Rp 57 juta.
Selain Agus Sunara, nasib yang sama juga diterima oleh Arena Afiati. Kasasi pegawai PDAM Tirta Mayang yang terjerat kasus penyimpangan dana PDAM dari tagihan rekening air TNI/Polri tahun 2012-2013 ini, juga ditolak oleh MA. MA menyatakan Arena Afiati telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Oleh karena itu, MA menjatuhkan pidana selama lima tahun denda Rp 200 juta, subsidair 3 bulan kurungan. Kemudian Arena juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 863 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar selama satu tahun setelah putusan tetap, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama satu tahun.
Tiga terdakwa kasus korupsi kegiatan pembuatan sertifikat Prona tahun 2010 di Desa Sungai Rambai, Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Warimin, Siwanto, dan Sunarto, juga bernasib sama. Kasasi mereka juga ditolak MA, dan hukumannya tetap satu tahun empat bulan.
Humas Pengadilan Tipikor Jambi, Paluko Hutagalung, mengatakan petikan putusan tiga kasasi ini diterima Pengadilan Negeri Jambi pada bulan Oktober dan November 2015 lalu.
“Kami sudah menerima tiga petikan putusan kasasi tiga perkara. Putusannya, majelis hakim MA menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi," kata Paluko, Jumat (4/12).
Putusan tersebut, lanjut Paluko, telah dikirim kepada para pihak, terdakwa mapun Jaksa Penuntut Umum (JPU) masing-masing. “Putusannya sudah dikirimkan kepada JPU-nya,” pungkas Paluko.
(Penulis: Sahrial/Editor: Ikbal Ferdiyal)
[ Metrojambi - 12/07/2015 ]
Medan [Siarlingkungan] - Empat kawanan begal antar provinsi ditangkap Petugas Satreskrim Polresta Medan, Minggu (6/12/15) malam. Keempat tersangka yang diamankan yakni berinisial BALH alias A (16) warga Titi Sewa Benteng Hilir Jalan Bejo I Desa Bandar Khalofah Kecamatan Percut Sei Tuan, MDA alias AI (19) Jalan M Yakub, Medan Perjuangan, RNP alias N (24) keduanya warga Jalan M Yakub, Medan Perjuangan, dan D MH alias A (49) warga Jalan STM Gang Aman Kecamatan Medan Amplas.
Penangkapan terhadap keempat pelaku berdasarkan laporan para korbannya. Dari laporan tersebut polisi melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap empat orang komplotan perampok tersebut, ungkap Kapolresta Medan, Kombes Pol. Mardiaz Kusin Dwihananto didampingi Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Aldi Subartono kepada media.
Hasil pemeriksaan, tersangka dalam sebulan terakhir telah 25 kali beraksi, sementara dua orang pelaku lainnya masih diburu. Keempat tersangka melakukan perampokan dilokasi Jalan Sudirman, Jalan Yos Sudarso, Jalan Cemara, Jalan Gatot Subroto, Jalan Pandu, Jalan Sutomo, Jalan Pelangi, Jalan AR Hakim, Jalan Sriwijaya Medan Baru, Jalan Sei Serayu, Jalan Asia, Jalan Asia Mega Mas, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Perguruan dan Jalan Gurilla Medan, beber Mardiaz Kusin.
Penangkapan terhadap keempat pelaku berdasarkan laporan para korbannya. Dari laporan tersebut polisi melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap empat orang komplotan perampok tersebut, ungkap Kapolresta Medan, Kombes Pol. Mardiaz Kusin Dwihananto didampingi Kasat Reskrim Polresta Medan, Kompol Aldi Subartono kepada media.
Hasil pemeriksaan, tersangka dalam sebulan terakhir telah 25 kali beraksi, sementara dua orang pelaku lainnya masih diburu. Keempat tersangka melakukan perampokan dilokasi Jalan Sudirman, Jalan Yos Sudarso, Jalan Cemara, Jalan Gatot Subroto, Jalan Pandu, Jalan Sutomo, Jalan Pelangi, Jalan AR Hakim, Jalan Sriwijaya Medan Baru, Jalan Sei Serayu, Jalan Asia, Jalan Asia Mega Mas, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Perguruan dan Jalan Gurilla Medan, beber Mardiaz Kusin.
Sementara barang hasil curiannya, seperti sepeda motor dijual tersangka hingga ke luar provinsi, seharga Rp 2 juta. Dalam aksinya tersangka beraksi dengan memepet korban dan mengancam dengan menggunakan pisau, jelasnya.
Satu orang dari keempat tersangka, MDA alias AI mengaku dirinya sudah berkali-kali melakukan aksi kejahatan terhadap para pengendara yang melintas di jalanan.
“Sudah sering aku menjalani aksi perampokan tersebut. Hasilnya aku buat berfoya-foya,” pungkasnya
Akibat dari perbuatan tersebut, tersangka dijerat pasal 365 ayat 3 dengan ancaman hukuman 9 tahun kurungan penjara,” ungkap Mardiaz.
(E011/F013)
Editor : Eni