• Home
  • Hukum
    • KUHP
    • KUHPerdata
    • UUPK
    • Perkawinan
    • Hukum Indonesia
  • Persidangan
  • Hukum Islam
  • Siaran Pers





Menghidupkan Pancasila

Tiga belas tahun setelah reformasi digulirkan, banyak orang mulai sangsi dengan janji demokrasi di negeri ini. Dari penjelajahan hampir setiap pekan mengarungi cakrawala Nusantara, dari jarak dekat dengan bau keringat dan kaki kebangsaan, dengan mudah kupergoki retakan-retakan pada arsitektur kenegaraan kita. Tiga belas tahun setelah reformasi demokratis digulirkan, Indonesia adalah tenunan yang robek karena simpul yang rapuh.

Dari Danau Sentani di Papua hingga Danau Toba di Sumatera Utara, kebeningan air kearifan memang masih tersisa, tetapi polusi yang ditimbulkan oleh limbah politik kian mendekat mengancam ketahanan ekosistem kebudayaan. Tentu merisaukan, karena Indonesia adalah pertautan politik dari keragaman budaya. Jika politik sebagai simpul pertautan itu rapuh, kekayaan warisan budaya Nusantara itu tidak bisa diikat menjadi sapu lidi yang kuat, tetapi sekadar serpihan lidi yang berserak, mudah patah.

Indonesia lebih merupakan state-nation ketimbang nation-state. Bangsa Indonesia dipersatukan bukan karena kesamaan budaya, agama, dan etnisitas, melainkan karena adanya negara persatuan, yang menampung cita-cita politik bersama, mengatasi segala paham golongan dan perseorangan. Jika negara merupakan faktor pemersatu bangsa, negara pula yang menjadi faktor pemecah belah bangsa. Dengan demikian, lebih dari negara mana pun di muka bumi ini, politik kenegaraan bagi Indonesia sangatlah vital untuk menjaga keutuhan dan keberlangsungan bangsa.

Arsitektur politik kenegaraan yang secara tepat guna sanggup mempertautkan kemajemukan Indonesia sebagai nations-in-nation adalah desain negara kekeluargaan. Secara bertepatan, pendiri bangsa, dengan keragaman garis ideologisnya, memiliki pertautan dalam idealisasi terhadap nilai kekeluargaan.

Dengan demikian, semangat gotong royong merupakan cetakan dasar (archetype) dan karakter ideal keindonesiaan. Ia bukan saja dasar statis yang mempersatukan, melainkan juga dasar dinamis yang menuntun ke arah mana bangsa ini harus berjalan. Dalam istilah Soekarno, kekeluargaan adalah "meja statis" dan "leitstar dinamis" yang mempersatukan dan memandukan.

Karena kekeluargaan merupakan jantung keindonesiaan, kehilangan semangat kekeluargaan dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia merupakan kehilangan segala-galanya. Kehilangan yang membuat biduk kebangsaan limbung, terombang-ambing gelombang perubahan tanpa jangkar dan arah tujuan.

Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya, tak lain karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari jiwa kekeluargaan. Peraturan daerah berbasis eksklusivisme keagamaan bersitumbuh menikam jiwa ketuhanan yang berkebudayaan. Lembaga-lembaga finansial dan korporasi internasional dibiarkan mengintervensi perundang-undangan dengan mengorbankan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Tribalisme, nepotisme, dan pemujaan putra daerah yang menguat dalam pemilu kepala daerah melemahkan persatuan kebangsaan. Anggota parlemen bergotong royong menjarah keuangan rakyat, memperjuangkan "dana aspirasi" seraya mengabaikan aspirasi rakyat, melupakan kegotongroyongan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Ekspansi neoliberalisme, kesenjangan sosial, dan tindak korupsi melebar, menjegal keadilan sosial.

Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke belakang, membawa kembali rakyat pada periode prapolitik, ketika terkungkung dalam hukum besi sejarah survival of the fittest dan idol of the tribe. Ada jarak yang lebar antara voices dan choices, antara apa yang diargumentasikan dengan pilihan institusi dan kebijakan yang diambil. Demokrasi yang diidealkan sebagai wahana untuk memperjuangkan kesetaraan dan persaudaraan lewat pengorganisasian kepentingan kolektif justru menjadi instrumen bagi kepentingan privat.

Demokrasi yang dikembangkan tanpa mempertimbangkan sistem pencernaan kebudayaan dan karakter keindonesiaan seperti biduk yang limbung. Dalam satu dekade terakhir, kita seakan-akan telah mengalami begitu banyak perubahan. Namun perubahan yang terjadi tidak membawa kita ke mana pun.

Ibarat pohon, sejarah perkembangan bangsa yang sehat tidak bisa tercerabut dari tanah dan akar kesejarahannya, ekosistem sosial-budaya, sistem pemaknaan, dan pandangan dunianya tersendiri. Pancasila dirumuskan oleh pendiri bangsa sebagai dasar dan tuntutan bernegara dengan mempertimbangkan aspek-aspek itu, lewat usaha penggalian, penyerapan, kontekstualisasi, rasionalisasi, dan aktualisasinya dalam rangka menopang keberlangsungan dan kejayaan bangsa.

Dapat dikatakan bahwa sebagian besar ketidakmampuan kita memecahkan masalah hari ini disebabkan ketidakmampuan kita merawat warisan terbaik dari masa lalu. Adapun warisan termahal para pendiri bangsa yang merosot pada saat ini adalah karakter. Karena itu, marilah kita hidupkan kembali karakter Pancasila, sebagai jalan kemaslahatan dan kemajuan Indonesia!





Ideologi Pancasila Bukan Utopia

. Pancasila menurut Gubernur Lemhannas Prof Dr Muladi SH, merupakan suatu ideolagi yang dimunculkan oleh Bung Karno bukan tanpa alasan atau tidak berdasar, atau hanya merupakan quasi-scientific exercise semata-mata. 'Bahkan bagi yang tidak menyetujuinya dianggap bersifat utopia atau khayalan semata-mata.
Hal itu dikatakan oleh Prof Muladi ketika menyampaikan pengantar simpusium dan sarasehan ''Pancasila sebagai paradigma Ilmu pengetahuan dan Pembangunan Bangsa''
Menurut Gubernur Lemhannas itu, Sukarno bukan utopis tetapi jatuh bangun, keluar masuk penjara karena perjuangan empirik menentang penjajahan bangsa asing, disertai dengan pengkajian terhadap pelbagai sejarah di berbagai belahan dunia.
Dikaitkan dengan nilai-nilai agama yang bersendikan Ketuhanan YME dan nilai-nilai universal HAM, Pancasila tidak merupakan counter values and counter culture, tetapi bahkan merupakan sub sistem, karena tidak ada nilai-nilai Pancasila yang menderogasi atau mendeligimitasi kedua nilai tersebut.
Karena itulah, dikatakan oleh Prof Muladi, untuk memahami perumusan Pancasila secara murni dalam alinea terakhir Pembukaan UUD 45, hal tersebut harus dilihat dari kerangka keseluruhan sistem dalam keseluruhan Pembukaan UUD 45 yang masing-masing terkait dan saling tergantung satu sama lain, yaitu untuk menuju tujuan akhir yang dicita-citakan.
Pancasila sebagai ideologi bangsa akan menghadapi tantangan di samping yang bersifat internal, juga akan menghadapi proses globalisasi yang kompleks, yang bisa berdampak baik positif maupun negatif.
Sedangkan dalam hubungan internasional, pelbagai negara khususnya negara-negara maju selalu mendayagunakan konsep kekuatan nasional. Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi bangsa harus ditempatkan dalam posisi elemen psikologi, yang dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia memegang peranan penting untuk menentukan kemenangan.
Kesimpulan yang diharapkan dari simpusium Pancasila itu adalah jawaban sampai seberapa jauh dalam kerangka hubungan antara Pancasila dan ilmu pengetahuan, Pancasila bisa dibuktikan di satu pihak kemunculannya bersifat empiris karena merupakan common denominators persoalan umat manusia di dunia atau merupakan bentuk in between antara operational science dan origin science yang oleh bangsa Indonesia dianggap bersifat empiris juga merupakan karunia Tuhan YME.
''Di lain pihak, Pancasila bisa berkedudukan sebagai independent variable terhadap ilmu pengetahuan dan bisa juga berposisi sebagai dependent variable yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan.'' tambahnya.
Pembukaan simposium dan sarasehan itu dimeriahkan dengan fragmen sidang BPUPKI oleh tim kreatif Kagama Yogyakarta, yang mengkisahkan sidang pembentukan negara dan lahirnya Pancasila. Diteruskan dengan penandatangan kerja sama antara Lemhannas dengan UGM tentang pendidikan pascasarjana dibidang ketahanan nasional.

Jangan Jadikan Pancasila Legitimasi Alat Kekuasaan

Tidak satu kata antara perkataan dan perbuatan pada pejabat Negara dan elit politik belakangan ini menandakan adanya penurunan dekadensi moral. Padahal seharusnya kita berpegang pada falsafah hidup yang berideologikan Pancasila. Tak jarang mereka banyak bicara soal Pancasila dan  UUD 1945 sebagai alat legitimasi untuk kepentingan kekuasaan. Selebihnya, membiarkan, tak peduli atau bahkan diam-diam melakukan praktik-praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila.

Momen peringatan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni pecan lalu seharusnya menjadi pengingat untuk tampil memberikan contoh konkret kepada rakyat tentang pelaksanaan Pancasila. Dalam konteks ini, kerja politik ataupun pengabdian kenegaraan harus bersih dari motif kepentingan pribadi dan murni sebagai pengamalan Pancasila dalam rangka memperjuangkan keadilan dan mengembangkan kesejahteraan rakyat.
Demikian rangkuman sejumlah pendapat yang dihimpun Global Post diantaranya dari Drs. H. Mudjadid Dulwathan, SH. MH. MBL selaku Ketua Umum LP HAM Independen di Indonesia, Drs. Anwar Efsa Ketua Umum Ampera, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy, dan pengamat politik Yudi Latif, secara terpisah.
Acara peringatan Hari Kelahiran Pancasila, 1 Juni, yang berlangsung di gedung MPR, Jakarta, Rabu lalu (1/6) pekan lalu, sejumlah tokoh dan pemimpin menekankan pentingnya implementasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Hadir pada acara tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Boediono, mantan Presiden BJ Habibie, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, juga tiga mantan wapres--Try Sutrisno, Hamzah Haz, serta Jusuf Kalla.
Hadir pula istri mantan Presiden alm KH Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriah Abdurrahman Wahid, Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua DPR Marzuki Alie, dan Ketua DPD Irman Gusman, serta pimpinan lembaga negara dan pejabat negara lain.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya, menegaskan, tidak ada tempat bagi gerakan ataupun niat untuk mendirikan negara berbasis agama di Indonesia. Presiden menyatakan, Indonesia tidak mengenal dasar negara lain, kecuali Pancasila, katanya.
Dikatakan Presiden, niat atau gerakan mendirikan negara berbasis agama di Indonesia sangat bertentangan dengan tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri negara.
Sementara Ketua umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri minta kepada lembaga negara yang bertanggung jawab kepada sistem pendidikan nasional agar dapat memastikan kembali bahwa mata pelajaran ideologi Pancasila beserta kendalinya dapat diajarkan dengan baik, sesuai benang merah sejarah bangsa di setiap jenjang pendidikan.
Mudjadid Dulwathan meminta kepada Menteri Pendidikan nasional untuk memasukan kembali dalam kurikulum pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi tentang pentingnya pelajaran ideology pancasila, atau yang dikenal dengan kewiraan. “Tugas Mendiknas untuk memasukan kurikulum pancasila dalam pelajaran sekolah dari tingkat Sekolah Dsar hingga Perguruan Tinggi,” katanya.
Sedangkan Anwar Efsa Doeroek selaku Ketua Umum Ampera mengatakan bahwa saat ini sudah terjadi penurunan degradasi moral terhadap generasi penerus, karena itu ke depan Mendiknas harus memasukan kembali pelacaran Moral Pancasila ke dalam kurikulum pendidikan. “Yang terjadi saat ini justru degradasi moral dari nilai-nilai Pancasila terhadap generasi muda kita. Sangat perlu pemahaman wawasan kebangsaan dan ke-Indonesiaan kepada para generasi muda untuk menumbuh-kembangkan semangat patriotisme bangsa ke depan,” kata Anwar.
Dalam pandangan Hasyim Muzadi, banyak kebijakan para pengelola negara justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. "Misalnya, apakah penjualan aset-aset negara ke perorangan sesuai dengan sila kelima? Apakah otonomi/otonomi khusus sesuai dengan NKRI? Apakah karut-marut hukum sekarang ini Pancasilais? Benarkah saat ini ada demokrasi kerakyatan, ataukah elitis, bahkan transaksional?," katanya.
Menurut Muzadi, semenjak lahir pada 1945, Pancasila sebenarnya belum membumi. Seharusnya reformasi membuat bangsa Indonesia mengkaji ulang apakah sistem pemerintahan maupun kenegaraan telah sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
"Namun, sejak memasuki era reformasi, Pancasila justru makin terpinggirkan," ujar Hasyim. Menurut dia, dibutuhkan kepemimpinan dan keteladanan untuk menegakkan Pancasila dalam tata kehidupan sosial maupun pemerintahan dan kenegaraan.
"Persoalannya, faktor leadership dan keteladanan justru juga tidak menunjang penegakan nilai-nilai Pancasila," katanya.
Bagi Ichsanuddin Noorsy, Pancasila kini telah menjadi kenangan tanpa makna karena negara sudah tak lagi menghiraukan apalagi mengimplementasikannya.
"Penjajahan di Indonesia sudah berjalan secara sistemik, sehingga Pancasila tinggal sebagai kenangan tidak bermakna," katanya.
Noorsy menekankan, bangsa Indonesia kehilangan keyakinan akan Pancasila karena sistem ekonomi, politik, dan hukum kini menjunjung tinggi nilai-nilai liberal. Ini menjadikan Indonesia kembali terjajah, terutama secara ekonomi.
Menurut Noorsy, penghempasan nilai-nilai Pancasila justru didukung kalangan pengambil kebijakan. "Saya mengatakan, DPR bersama pemerintah justru yang melahirkan undang-undang yang membuat ekonomi kita secara struktural terjajah asing demikian mendalam. Kondisi ini membuktikan bahwa kita bukan saja telah menyia-nyiakan, melainkan juga telah menjungkirbalikkan Pancasila," katanya. (Otto/SK/Red)



Jaman Sekarang, Pancasila Cuma Jadi Alat Kekuasaan


Sebagai Falsafah bangsa, Pancasila ternyata cuma dijadikan alat legitimasi melanggengkan sebuah rezim kekuasaan. Bahkan, di masyarakat Indonesia sendiri, keberadaan Pancasila juga makin kurang membumi dan terkikis oleh faham-faham impor dari luar, seperti kapitalis dan liberal.

Agus Condro, salah seorang tokoh nasional yang saat ini aktip dalam pergerakan anti korupsi mengatakan, sejauh ini Pancasila tidak secara optimal tertanam pada diri dan jiwa anak-anak bangsa.

Sehingga tak heran jika saat ini kondisi bangsa sendiri sudah dalam keadaan kritis dan diambang dekandensi penurunan nilai budaya.

Menurut Agus, berbagai persoalan yang muncul di masyarakat, mulai dari korupsi, nepotisme, kolusi serta anarkisme yang begitu marak, semua itu berbasis kepada kurangnya bagaimana mengamalkan Pancasila itu sendiri.

“Tidak heran bila saat ini kondisi bangsa kita sudah kritis diambang dekadensi penurunan nilai budaya,” kata Agus, disela diskusi pembasisan Pancasila, yang diselenggarakan Forum Silaturahmi Layar (Forsil), di Kampung Babakan, Kelurahan Bonang, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang,
Tampak hadir juga dalam acara tersebut tokoh nasional, seperti Romo Heribertus seorang rohaniwan, KH. Khozinul Asror dari Ulama, Sudaryanto salah seorang tokoh pergerakan kebangsaan, serta Ketua Forum Silaturahmi Layar (Forsil) Radiati, disamping  para tokoh lokal, seniman, serta guru-guru  se-Kabupaten Tangerang.

Sementara, Ketua Forsil Radiati mengatakan, berdiskusi dan membicarakan Pancasila ini menjadi hal yang sangat penting, apalagi setelah terkuak bahwa Pancasila hanyalah dipakai sebagai alat legitimasi melanggengkan sebuah rezim kekuasaan.

”Pembasisan Pancasila di kalangaan dunia pendidikan ini diharapkan akan lebih cepat pengembangannya, karena profesi ini sangat dekat dengan proses belajar mengajar dan mendidik generasi penerus
Sementara itu, Ketua Padepokan Karang Tumaritis Ananta Wahana mengatakan, padepokannya sebagai salah satu sarana untuk membangun kader-kader anak bangsa yang berbasis kepada jiwa Pancasialis, melalui berbagai kegiatan diskusi dan seni budaya.



Pengamat: Pancasila Jangan Jadikan Mitos
http://img.antaranews.com/new/2011/06/ori/20110601033630refleksipancasila010611.jpg
"Pancasila jangan hanya dijadikan mitos saja, namun juga perlu di objektifikasi, didekatkan dengan realitas," katanya seusai dikusi `Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara` di Wisma LDII, Jakarta,.
 Pancasila sebagai pandangan hidup selama ini telah dicampakan oleh elit negara dan tidak lagi menjadi dasar dalam mengambil kebijakan.

"Ada ketidak konsistenan, para elit selalu mengumbar kata pancasila sementara kebijakannya tidak berdasarkan falsafah Pancasila,"

Ia mencontohkan kebijakan ekonomi yang seharusnya sesuai konstitusi dan Pancasila, namun semakin lama justru semakin melenceng.

"Pelaksanaan pasal 33 yang seharusnya menjadikan sumber daya alam sebagai alat untuk mewujudkan keadilan sosial, namun justru kini dikuasai asing,"

sekitar 75 kebijakan dan undang-undang yang telah dikeluarkan pemerintah justru bertentangan dengan konstitusi.

Pancasila sebagai falsafah bernegara, berbangsa dan bermasyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.

"Bahkan cocok dengan nilai-nilai agama, karena memang digali dari kehidupan masyarakt Indonesia yang beragama," katanya.

Selain itu, Pancasila merupakan hasil dari perenungan semua tokoh, baik dari tokoh Islam maupun tokoh nasionalis guna menjadi dasar negara.

Sementara itu, Redaktur Senior Harian Kompas Budiarto Shambazy mengatakan, Pancasila perlu diperkenalkan kepada generasi muda dengan menggunakan kemasan sesuai perkembangan zaman.

Hal ini dibutuhkan, karena selama ini Pancasila semakin tidak dikenal oleh generasi muda dan dalam perkembangannya pengenalan Pancasila juga tidak berkembang.

"Perkembangan teknologi dan informasi saat ini memerlukan adaptasi, ini juga diperlukan dalam mengemas Pancasila," katanya.




Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Filemon Gulö

  • Popular
  • Comments
  • Archives
    1. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
    2. Keterkaitan Wawasan Nusantara Dan Otonomi Daerah Di Indonesia
    3. Keterkaitan Otonomi Daerah Dengan Wawasan Nusantara
    4. KUHP Pasal 351 - 358 Tentang Penganiayaan
    5. KUHP Pasal 267 - 276 Tentang Pemalsuan Surat
    6. Manfaat dan Khasiat Tanaman Ciplukan
    7. Ya'ahowu Adalah Salam Ono Niha Yang Bermakna
    8. Pancasila Cuma Jadi Alat Kekuasaan
    1. Jan 21
    2. Jan 12
    3. Jan 11
    4. Jan 10
    5. Jan 08
    6. Des 21
    7. Des 15
    8. Des 12
    9. Des 11
    10. Des 10
    11. Des 07
    12. Nov 24
    13. Nov 22
    14. Nov 20
    15. Nov 13
    16. Nov 12
    17. Nov 10
    18. Nov 05
    19. Okt 26
    20. Okt 25
    21. Okt 24
    22. Okt 13
    23. Okt 12
    24. Okt 06
    25. Sep 30
    26. Sep 29
    27. Sep 26
    28. Sep 23
    29. Sep 22
    30. Sep 21
    31. Sep 20
    32. Sep 19
    33. Sep 17
    34. Sep 16
    35. Sep 12
    36. Sep 10
    37. Sep 04
    38. Sep 01
    39. Agu 31
    40. Agu 28
    41. Agu 26
    42. Agu 25
    43. Agu 24
    44. Agu 19
    45. Agu 18
    46. Agu 17
    47. Agu 14
    48. Agu 12
    49. Agu 10
    50. Agu 07
    51. Agu 01
    52. Jul 28
    53. Jul 27
    54. Jul 22
    55. Jul 18
    56. Jul 17
    57. Jul 13
    58. Jul 10
    59. Jul 07
    60. Jul 06
    61. Jul 05
    62. Jul 03
    63. Jul 01
    64. Jun 29
    65. Jun 26
    66. Jun 25
    67. Jun 23
    68. Jun 05
    69. Mei 13
    70. Mei 10
    71. Mei 07
    72. Mei 06
    73. Apr 11
    74. Apr 10
    75. Apr 06
    76. Mar 27
    77. Mar 22
    78. Mar 20
    79. Mar 14
    80. Mar 13
    81. Mar 11
    82. Mar 10
    83. Mar 09
    84. Mar 08
    85. Mar 07
    86. Mar 05
    87. Mar 04
    88. Mar 03
    89. Mar 02
    90. Mar 01
    91. Feb 29
    92. Feb 28
    93. Feb 27
    94. Feb 26
    95. Feb 25
    96. Feb 24
    97. Feb 23
    98. Feb 22
    99. Feb 21
    100. Feb 18
    101. Feb 17
    102. Feb 16
    103. Feb 15
    104. Feb 14
    105. Feb 12
    106. Feb 11
    107. Feb 10
    108. Feb 08
    109. Feb 07
    110. Feb 06
    111. Feb 05
    112. Feb 04
    113. Feb 03
    114. Feb 02
    115. Feb 01
    116. Jan 31
    117. Jan 30
    118. Jan 29
    119. Jan 28
    120. Jan 27
    121. Jan 26
    122. Jan 25
    123. Jan 24
    124. Jan 22
    125. Jan 21
    126. Jan 19
    127. Jan 18
    128. Jan 17
    129. Jan 14
    130. Jan 12
    131. Jan 11
    132. Jan 10
    133. Jan 09
    134. Jan 08
    135. Jan 07
    136. Jan 06
    137. Jan 04
    138. Jan 03
    139. Des 22
    140. Des 21
    141. Des 20
    142. Des 19
    143. Des 17
    144. Des 16
    145. Des 14
    146. Des 13
    147. Des 11
    148. Des 10
    149. Des 09
    150. Des 08
    151. Des 07
    152. Des 06
    153. Des 05
    154. Des 04
    155. Des 03
    156. Des 01
    157. Nov 30
    158. Nov 29
    159. Nov 27
    160. Nov 26
    161. Nov 25
    162. Nov 23
    163. Nov 22
    164. Nov 21
    165. Nov 16
    166. Nov 15
    167. Nov 12
    168. Nov 09
    169. Nov 08
    170. Nov 06
    171. Nov 05
    172. Nov 03
    173. Nov 02
    174. Nov 01
    175. Okt 28
    176. Okt 27
    177. Okt 26
    178. Okt 25
    179. Okt 23
    180. Okt 19
    181. Okt 18
    182. Okt 14
    183. Okt 11
    184. Sep 24
    185. Sep 17
    186. Sep 15
    187. Sep 13
    188. Sep 12
    189. Sep 08
    190. Sep 05
    191. Agu 31
    192. Agu 30
    193. Agu 28
    194. Agu 27
    195. Agu 24
    196. Agu 21
    197. Agu 20
    198. Agu 19
    199. Agu 17
    200. Agu 16
    201. Agu 10
    202. Agu 09
    203. Jun 24
    204. Sep 28
    205. Jul 13
    206. Jun 26
    207. Jun 19
    208. Jun 01
    209. Mei 25
    210. Apr 21
  • Buzz
  • Twitter
  • Facebook
  • RSS
  • Email

Advertisement

Recent Posts

Blogroll

  • Documentation
  • Plugins
  • Suggest Ideas
  • Support Forum
  • Themes
  • WordPress Blog
  • WordPress Planet

Advertisement

  • Home
  • About
  • Archives
  • Full Width
  • Links
  • Theme Options
Copyright 2017 Filemon. All rights reserved.