Home » » Aturan Tentang Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya

Dengan mengacu pada kode etik hakim dan kode etik advokat, diskusi antara hakim dan advokat yang menangani kasus anak seorang hakim, bukanlah tindakan yang dapat disalahkan. Kedudukan hakim di sini adalah selaku anggota keluarga dari anak yang perkaranya sedang ditangani advokat, bukan sebagai hakim yang turut memutus dan memeriksa perkaranya. Oleh karena itu, tidak ada kaitannya dengan independensi hakim dalam memutus perkara. 

Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami mengacu pada Kode Etik Advokat Indonesia yang kami akses dari laman Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).

Soal hubungan antara advokat dengan hakim tersebut, pada dasarnya sebagai sesama penegak hukum memang harus memiliki hubungan yang baik. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Di samping itu, advokat adalah juga penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Demikian antara lain yang diterangkan dalam Pembukaan Kode Etik Advokat.

Berdasarkan keterangan yang Anda berikan, hakim tersebut memang tidak memiliki hubungan dengan perkaranya langsung. Menurut hemat kami dengan mengacu pada Kode Etik Advokat, advokat berdiskusi dengan hakim terkait kasus anaknya (yang mana juga tidak ditangani oleh si hakim) bukanlah tindakan yang dapat disalahkan. Kedudukan hakim di sini adalah selaku anggota keluarga dari anak yang perkaranya sedang ditangani advokat, bukan sebagai hakim yang turut memutus dan memeriksa perkaranya.

Berbeda halnya apabila hakim itu yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Dari sisi kedudukan hakim, hakim tersebut dilarang memeriksa dan memutus perkara anggota keluarganya. Hakim dilarang mengadili perkara di mana anggota keluarga hakim yang bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut.[1]

Hakim juga dilarang berdiskusi dengan pihak-pihak yang berperkara di luar pengadilan karena ini akan mempengaruhi independensi hakim dalam mengadili perkara. Hal ini juga telah dirumuskan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (“UUD 1945”):
 
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.”

Prinsip ini dipertegas kembali dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”):
“Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.”

Yang dimaksud dengan kemandirian peradilan adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis. Jadi, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, termasuk dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak boleh diintervensi oleh pihak luar.

Sedangkan dari sisi kedudukan advokat, dalam perkara perdata yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan advokat pihak lawan. Sementara dalam perkara pidana yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.[2]

Jadi, boleh saja advokat sering berkunjung kerumah hakim untuk berdiskusi soal kasus anak hakim tersebut, sepanjang memang baik advokat dan hakim tidak terlibat menangani kasus yang sama. Jika advokat terbukti melanggar kode etik, maka proses hukum terhadap advokat tersebut dapat Anda simak dalam artikel [Prosedur Pemanggilan Advokat yang Diduga Melanggar Hukum.]

Demikian  gambaran umum terhadap suatu informasi dan permasalahan hukum yang sedang dihadapi, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:
  1. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;
  3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
  4. Kode Etik Advokat Indonesia;
  5. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor: 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

_____
[1] Pasal 7 ayat (3) huruf a dan Pasal 9 ayat (5) huruf a Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor: 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“Kode Etik dan PPH”)

[2] Pasal 7 huruf c dan d Kode Etik Advokat

_____
[ Dijawab oleh : Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. - Title : Bolehkah Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya? - Sumber : Hukum Online ]

0 komentar to "Aturan Tentang Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya"

Posting Komentar