Sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan hak atas tanah yang diakui oleh hukum. Sehingga ketiadaan sertifikat tersebut mengakibat posisi seseorang lemah dalam mengakui kepemilikan atas tanah.
Di sisi lain, pembeli yang beriktikad baik harus dilindungi secara hukum. Sehingga ia tidak bisa digugat.
Kami asumsikan bahwa yang Anda maksud “mengatasnamakan akta otentik objek tanah dan bangunan ke orang lain” adalah sertifikat tanah tersebut telah dibalik nama atas nama pembeli kedua.
Contoh Masalah :
Mr. X membeli objek tanah dan bangunan dari Mr. Dodol (penjual) yang menggunakan surat di bawah tangan bermeterai karena alasan penjual tadi masih menggadaikan akta otentik objek tanah bangunan tersebut ke orang lain. Kemudian di lain waktu Mr. Dodol tadi menjual sekaligus mengatasnamakan akta otentik objek tanah dan bangunan yang sama ke orang lain tanpa sepengetahuan Mr. X sebagai pembeli pertama yang menggunakan surat di bawah tangan.
Pertanyaannya: apa bisa pembeli kedua yang punya akta otentik bisa dituntut? Karena penjual pertama sudah kabur?
Pertama kami ingin mengatakan bahwa untuk menjaminkan tanah tidak dapat menggunakan gadai. Ini karena berdasarkan Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), gadai hanya dapat dilakukan atas suatu benda bergerak, dimana tanah merupakan benda tidak bergerak.
Pasal 1150 KUHPer:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan”
Untuk menjaminkan tanah, digunakan hak tanggungan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
Berdasarkan uraian Anda, berarti dalam melakukan jual beli tersebut, Anda hanya menggunakan surat di bawah tangan dan bukan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Padahal untuk membuktikan bahwa Anda adalah pemegang hak atas tanah dan bangunan tersebut, Anda harus memiliki sertifikat atas tanah tersebut yang sudah tertera nama Anda sebagai pemegangnya (balik nama sertifikat). Dimana dalam mendaftarkan sertifikat atas tanah tersebut dengan nama Anda sebagai pemegangnya/pemilik tanah tersebut yang baru, Anda membutuhkan akta PPAT (Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”)).
Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Selain itu Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juga mengatakan bahwa penerbitan surat-surat hak (sertifikat tanah) merupakan alat pembuktian yang kuat.
Pasal 1150 KUHPer:
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahalui kreditur-kreditur lain; dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan”
Untuk menjaminkan tanah, digunakan hak tanggungan sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
Berdasarkan uraian Anda, berarti dalam melakukan jual beli tersebut, Anda hanya menggunakan surat di bawah tangan dan bukan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Padahal untuk membuktikan bahwa Anda adalah pemegang hak atas tanah dan bangunan tersebut, Anda harus memiliki sertifikat atas tanah tersebut yang sudah tertera nama Anda sebagai pemegangnya (balik nama sertifikat). Dimana dalam mendaftarkan sertifikat atas tanah tersebut dengan nama Anda sebagai pemegangnya/pemilik tanah tersebut yang baru, Anda membutuhkan akta PPAT (Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (“PP No. 24/1997”)).
Sebagaimana dikatakan dalam Pasal 1 angka 20 PP No. 24/1997, sertifikat tanah adalah surat tanda bukti hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Selain itu Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juga mengatakan bahwa penerbitan surat-surat hak (sertifikat tanah) merupakan alat pembuktian yang kuat.
Sehingga dengan tidak adanya sertifikat tanah atas nama Anda, tidak ada bukti yang kuat yang menyatakan bahwa memang Anda adalah pemilik dari tanah tersebut.
Sebagai tambahan, adalah wajar jika Anda tidak dapat melakukan jual beli tanah tersebut dengan akta PPAT, karena berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf a PP No. 24/1997, PPAT menolak membuat akta jika kepada PPAT tidak disampaikan sertifikat asli hak atas tanah tersebut atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan. Yang dalam hal ini sertifikat tersebut masih dijaminkan kepada orang lain.
Contoh lain : Bapak X Sudah Bayar Panjar ke Mr. Z (pemilik rumah) untuk beli rumah, Mr. Z jual rumah tersebut ke Orang Lain, jika memang jual beli yang terjadi antara si penjual dengan pembeli kedua dilakukan secara sah, dibenarkan oleh hukum dan pembeli kedua tidak mengetahui adanya jual beli yang terjadi sebelumnya, pembeli kedua tersebut dapat dikatakan sebagai pembeli yang beritikad baik.
Kedudukan pembeli rumah (orang lain) yang beritikad baik dilindungi oleh hukum sebagaimana disebutkan dalam yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 251 K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958.
Sebagai tambahan, adalah wajar jika Anda tidak dapat melakukan jual beli tanah tersebut dengan akta PPAT, karena berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf a PP No. 24/1997, PPAT menolak membuat akta jika kepada PPAT tidak disampaikan sertifikat asli hak atas tanah tersebut atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan. Yang dalam hal ini sertifikat tersebut masih dijaminkan kepada orang lain.
Contoh lain : Bapak X Sudah Bayar Panjar ke Mr. Z (pemilik rumah) untuk beli rumah, Mr. Z jual rumah tersebut ke Orang Lain, jika memang jual beli yang terjadi antara si penjual dengan pembeli kedua dilakukan secara sah, dibenarkan oleh hukum dan pembeli kedua tidak mengetahui adanya jual beli yang terjadi sebelumnya, pembeli kedua tersebut dapat dikatakan sebagai pembeli yang beritikad baik.
Kedudukan pembeli rumah (orang lain) yang beritikad baik dilindungi oleh hukum sebagaimana disebutkan dalam yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 251 K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958.
Oleh karena itu Anda (Mr. X) tidak dapat menggugat pembeli kedua yang beritikad baik yang telah mempunyai sertifikat tanah atas namanya. Yang dapat Anda lakukan hanyalah melakukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi kepada penjual. Ini karena jual beli adalah perjanjian dimana masing-masing pihak mempunyai kewajiban/prestasi yang harus dipenuhinya.
Berdasarkan Pasal 1474 jo. Pasal 1491 KUHPer, penjual mempunyai kewajiban menyerahkan barangnya dan menanggungnya. Penanggungan dalam hal ini adalah menjamin bahwa penguasaan secara aman dan tenteram atas benda yang dijualnya, dan tidak ada cacat tersembunyi atas barang tersebut.
Dalam hal ini penjual tidak dapat memenuhi prestasinya, sehingga Anda dapat menuntutnya atas dasar wanprestasi.
Dalam hal ini penjual tidak dapat memenuhi prestasinya, sehingga Anda dapat menuntutnya atas dasar wanprestasi.
semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
- Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;
- Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
[ Dijawab Oleh : Letezia Tobing, S.H., M.Kn. - Title : Bisakah Menuntut Pembeli Tanah yang Punya Akta Otentik? - Sumber : Hukum Online ]
0 komentar to "Mengatasnamakan Akta Otentik Objek Tanah dan Bangunan ke Orang Lain"