Equality before the law adalah asas persamaan di hadapan hukum, dimana didalamnya terdapat suatu kesetaraan dalam hukum pada setiap Individu. Asas ini tertuang di dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman yaitu “ Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.
Equality before the law adalah asas persamaan di hadapan hukum |
Asas Equality Before The Law merupakan salah satu konsep negara hukum selain supremasi hukum dan hak asasi manusia. Dalam pelaksanaannya di Indonesia peraturan pelaksana terhadap hak-hak asasi manusia tertuang dalam Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Kedudukan yang sama dalam hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 yaitu meliputi hukum privat dan hukum publik. Tujuan utama adanya Equality before the law adalah menegakkan keadilan dimana persamaan kedudukan berarti hukum sebagai satu entitas tidak membedakan siapapun yang meminta keadilan kepadanya. Konsep ini merupakan bukti bahwa sistem hukum anglo saxon dengan ciri rule of law telah dikukuhkan dalam muatan konstitusi. Hingga asas ini menghindari terjadinya diskriminasi dalam supremasi hukum di Indonesia.
Berikut beberapa peraturan perundang-undangan yang didalamnya terdapat ketentuan semua orang sama kedudukannya di dalam hukum yaitu:
- UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaaan Kehakiman, khususnya Pasal 4
- UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Acara Pidana tersurat di dalam bagian menimbang huruf a dan penjelasan Umum butir 3 huruf a.
- UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, pasal 3 ayat (2) dan pasal (5) ayat 1
- UU No. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, tersirat di dalam Pasal 10.
Konsep equality Before The Law di dalam negara pancasila ialah mengakui keberadaan persamaan didepan hukum, sebagai negara hukum dengan prinsip-prinsip HAM. Namun ketika berbicara tentang keadilan maka Negara Indonesia dengan Pancasilanya mengakui keadilan sosial.
Di dalam dokumen international yaitu Universal Declaration of Human Rights (UDHR) 1948, tentang asas persamaan kedudukan di dalam hukum (APKDH) dapat dibaca melalui pasal 6 yang menyatakan “Every has the right to recognition everywhere as a person before the law”.
Konsep Equality before the law telah diintrodusir dalam konstitusi, suatu pengakuan tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan di tanah air, prinsip ini berarti persamaan di hadapan hukum adalah untuk perkara (tindak pidana) yang sama. Dalam kenyataan, biasanya tidak ada perlakuan yang sama dan itu menyebabkan hak-hak Individu dalam memperoleh keadilan terabaikan. Dalam Konsep equality before the law, hakim harus bertindak seimbang dalam memimpin sidang di pengadilan atau biasa disebut sebagai prinsip audi et alteram partem.
Makna equality before the law ditemukan di hampir semua konstitusi negara. Inilah norma yang melindungi hak asasi warga negara. “Jika dalam konstitusi hal ini dicantumkan, maka konsekuensi logisnya penguasa dan penegak hukum haruslah melaksanakan dan merealisasikan asas ini dalam kehidupan bernegara,” tulis Ramly dalam bukunya.
Teori equality before the law menurut UUD 1945, tulis Ramly, adalah suatu mata rantai antara hak dan kewajiban yang harus berfungsi menurut kedudukannya masing-masing. Kesamaan di hadapan hukum berarti setiap warga negara harus diperlakukan adil oleh aparat penegak hukum dan pemerintah. Ditinjau dari hukum tata negara, maka setiap instansi pemerintah, terutama aparat penegak hukum, terikat secara konstitusional dengan nilai keadilan yang harus diwujudkan dalam praktik.
Namun menegakkan equality before the law bukan tanpa hambatan. Bisa berupa hambatan yuridis dan politis, atau hambatan sosiologis dan psikologis. Seraya memberi sejumlah contoh, Ramly menyatakan telah terjadi penyimpangan atau deviasi yuridis konsep equality before the law pada masa Orde Lama dan Orde Baru.
0 komentar to "Persamaan di Hadapan Hukum (Equality Before The Law)"