Home » » Pengertian Novum Dalam Sistem Perundang-undangan

Di dalam sistem hukum dikenal dengan istilah novum (Pengertian novum dalam sistem perundang-undangan perpajakan dan penanganannya), yakni data baru yang timbul setelah suatu proses hukum selesai dilakukan, atau apabila diketentuan hukum pajak setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak. Dari Ketentuan Umum Pasal 1 angka 16 KUP mengatakan bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan

Jadi pengertian tambahan adalah tambahan pajak yang terutang atas pajak yang telah ditetapkan atau dengan kata lain timbulnya novum tersebut hanya menerbitkan SKPKBT apabila menyebabkan timbulnya pajak yang terutang menjadi lebih besar atau dengan kata lain pengertian "Tambahan" dalam SKPKBT adalah tambahan pajak. Dari pengertian Pasal 1 angka 16 tersebut di muka maka wajar apabila timbul pertanyaan: a) apakah benar bahwa timbulnya novum selalu menimbulkan jumlah pajak yang terutang bertambah? b) apabila timbulnya novum tidak selalu diikuti dengan bertambahnya jumlah pajak yang terutang produk apa yang dapat diterbitkan? c) apabila novum yang menimbulkan jumlah pajak yang terutang bertambah apakah selalu harus diterbitkan SKPKBT? Menimbulkan pertanyaan adalah mudah akan tetapi menjawab pertanyaan yang timbul adalah bukan semudah menimbulkan pertanyaan itu sendiri. Sebab untuk menjawab pertanyaan tersebut di muka maka diperlukan pemahaman yang lebih baik dari sistematika hukum pajak khususnya KUP sebagai hukum acara umum di bidang perpajakan di dalam praktek pelaksanaannya serta peraturan-peraturan yang mendukungnya. Kemudian setelah pertanyaan-pertanyaan tersebut di muka dijawab apakah perlu dipertimbangkan adanya peninjauan kembali terhadap peraturan perundang-undangan yang telah ada sehingga dapat dilakukan pengaturan yang lebih baik.  
[Gunadi M., Djoned.(2012). Jurnal perpajakan Indonesia. Karisma Bintang Kreativitas Prima. 336.2005 Jur p. Volume 2 No. 1. Hal 36-40 ]


***
Untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) baik perkara pidana maupun perdata, salah satu syarat materiilnya adalah ditemukannya bukti baru, atau keadaan baru, atau yang disebut dengan NOVUM. Alasan matriil PK – ditemukannya novum dalam perkara pidana – disebut dengan “keadaan baru” terdapat dalam Pasal 263 Ayat (2) huruf a KUHAP. Sementara ditemukannya novum dalam perkara perdata, disebut dengan “surat-surat bukti yang bersifat menentukan” dalam perkara perdata terdapat dalam Pasal 67 huruf b UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung yang diubah pertama kali dengan UU No. 5 Tahun 2004 yang diubah kedua kalinya dengan UU No. 3 Tahun 2009. 

Meskipun dengan menggunakan istilah yang berlainan tentang novum tersebut, namun arti yang sebenarnya tidaklah berbeda. Perbedaan hanya terdapat bahwa dalam perkara pidana tidak disebutkan secara tegas tentang alat buktinya dimana novum tersebut diperoleh/terdapat atau melekat. Namun novum dalam perkara perdata secarta tegas disebut dengan alat bukti surat. Novum tersebut melekat dalam alat bukti surat. 

Oleh karena dalam perkara pidana, tempat melekatnya alat bukti novum tidak disebut, maka novum dalam perkara pidana bisa diperoleh dari alat bukti surat maupun saksi. Yang penting isi novum tersebut berupa keadaan baru yang sebelumnya – ketika perkara diperiksa di tingkat pertama, keadaan baru itu belum diungkap dalam persidangan. Novum itu sebenarnya suatu fakta, dan fakta mestilah melekat pada suatu alat bukti. Alat bukti tersebut menurut Pasal 67 huruf b UU MA tadi, berupa surat saja, namun dalam perkara pidana juga termasuk alat bukti saksi. 

Suatu fakta barulah dapat disebut novum apabila memenuhi syarat-syarat :
  1. Pertama, yang dimaksud novum (surat bukti yang bersifat menentukan) menurut Pasal 67 huruf b tersebut adalah bukti surat yang isinya memuat suatu fakta yang sudah terdapat / yang sudah ada pada saat sidang pemeriksaan perkara tersebut di tingkat pertama sebelum perkara itu diputus oleh pengadilan pemeriksa tingkat pertama tersebut. 
  2. Kedua, namun fakta yang sudah ada dalam suatu surat itu belum diajukan dan diperiksa atau terungkap di dalam persidangan ketika perkara diperiksa dan sebelum diputus, melainkan baru diketahui/ditemukan setelah perkara diputus;
  3. Ketiga, apabila diajukan dan diperiksa dan dipertimbangkan oleh pengadilan, maka putusan pengadilan akan berlainan dengan putusan pengadilan yang terakhir. 
[ Ditulis Oleh : Adami Chazawi, dosen FH Universitas Brawijaya - Kompasiana ]

0 komentar to "Pengertian Novum Dalam Sistem Perundang-undangan"

Posting Komentar