Home » » Arti Somasi

Somasi adalah teguran terhadap pihak calon tergugat. Tujuannya memberi kesempatan kepada pihak calon tergugat untuk berbuat sesuatu atau menghentikan suatu perbuatan sebagaimana tuntutan pihak penggugat. Cara ini efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum perkara diajukan ke pengadilan. Somasi bisa dilakukan individual atau kolektif baik oleh kuasa hukum maupun pihak yang dirugikan (calon penggugat). 

Dasar hukum somasi terdapat dalam Pasal 1238 KUHPerdata.

Somasi dalam sumber lain adalah sejenis teguran yang didasarkan atas pikiran bahwa debitur memang masih mau paling tidak melalui somasi dapat diharapkan mau untuk berprestasi

Pembuatan atau perumusan somasi tidak memiliki aturan baku artinya pihak pengirim bebas menentukan perumusan isi dari somasi, tetapi pengirim wajib menetukan secara tegas siapa pihak yang ditujukan, masalah yang disomasikan, dan apa yang menjadi kehendak pengirim somasi yang harus dilaksanakan oleh pihak penerima somasi. Perlu diingat bahwa pengirim somasi wajib membuat suatu berita acara penerimaan somasi kepada pihak calon tergugat, hal ini untuk membuktikan bahwa penggugat telah beritikad baik menyelesaikan perkaranya secara damai sebelum akhirnya berperkara dipengadilan (hal ini memberikan penilaian permulaan kepada hakim bahwa tergugat beritikad buruk).

Ada 2 cara menyampaikan somasi :
  1. Disampaikan tertulis, dengan langsung mengirimkan secara tertulis kepada pihak calon tergugat. 
  2. Disampaikan terbuka, dengan cara publikasi di media masa.


Surat somasi dalam prakteknya dapat dipakai baik dalam perkara perdata maupun pidana, namun dalam perkara pidana somasi hanya merupakan suatu niat baik agar pihak lain dapat memahami posisi dan pandangan/analisis hukum dari si pengirim somasi.


Bentuk-Bentuk Somasi
  1. Susrat perintah, adalah exploit juru sita, exloit adalah perintah lisan yang disampaikan juru sita kepada debitur. Dengan kata lain exploit adalah salinan surat peringatan.
  2. Akta sejenisnya (soortgelijke akte), membaca kata-kata akta sejenis ini ialah akta otentik yang sejenis dengan exploit juru sita.
  3. Demi perikatan sendiri, perikatan mungkin terjadi apabila pihak-pihak menentukan terlebih dahulu saat adanya kelalaian dari debitur di dalam suatu perjanjian, misalnya pada perjanjian dengan ketentuan waktu, secara teoritisnya, suatu perikatan lalai adalah tidak perlu, jadi dengan lampaunya suatu waktu, maka keadaan lalai itu terjadi dengan sendirinya.

Menurut J. Satrio


Dalam doktrin dan yurisprudensi istilah somasi digunakan untuk menyebut suatu perintah atau peringatan (surat teguran). Somasi merupakan peringatan atau teguran agar debitur berprestasi pada suatu saat yang ditentukan dalam surat somasi. Namun, dalam artikel Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian I), dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”) tidak dikenal istilah somasi


Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUHPer yang menyatakan:

    “Si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yg ditentukan.”


Selanjutnya, dalam Pasal 1243 KUHPer diatur bahwa tuntutan atas wanprestasi suatu perjanjian hanya dapat dilakukan apabila si berutang telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya. Peringatan ini dilakukan secara tertulis, yang kemudian kita kenal sebagai somasi. Selengkapnya, simak Tentang Somasi.


Dijelaskan J. Satrio dalam artikel Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian III), karena somasi merupakan teguran agar debitur berprestasi, maka somasi baru mempunyai arti, kalau debitur belum berprestasi. Kalau debitur sudah berprestasi, untuk apa mesti diperingatkan untuk berprestasi? Demikian tulis J. Satrio

Dari penjelasan J. Satrio tersebut dapat kita ketahui bahwa hal yang menyebabkan diperlukannya somasi adalah keadaan belum dilakukannya suatu prestasi oleh pihak debitur, sehingga pihak kreditur harus memperingatkan debitur untuk berprestasi dengan cara mengirimkan somasi.

Mengenai akibat hukum bagi debitur bila somasi diabaikan, menurut J. Satrio, somasi yang tidak dipenuhi –tanpa alasan yang sah– membawa debitur berada dalam keadaan lalai, dan sejak itu semua akibat kelalaian (wanprestasi) berlaku. Sedangkan akibat hukum bagi kreditur, wanprestasinya debitur menyebabkan kreditur berhak untuk menuntut hal-hal berikut:
  •     Pemenuhan perikatan;
  •     Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;
  •     Ganti rugi;
  •     Pembatalan persetujuan timbal balik;
  •     Pembatalan perikatan dan ganti rugi.


Lalu, J. Satrio menjelaskan, pada saat ini doktrin maupun yurisprudensi menganggap bahwa somasi itu harus berbentuk tertulis dan tidak perlu dalam bentuk otentik. Teguran dengan surat biasa sudah cukup untuk diterima sebagai suatu somasi. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka apabila pengacara A hendak memberikan somasi, ia cukup mengirimkan surat somasi tersebut ke tempat si B (debitur) berdomisili, yaitu ke alamat rumahnya di Bogor, karena tidak ada ketentuan yang mengharuskan pemberi somasi untuk bertemu secara langsung dengan penerima somasi ketika menyerahkan surat somasi.



Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)



Source :
  1. http://www.negarahukum.com/hukum/somasi-atau-teguran.html
  2. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl483/apakah-somasi-itu 

0 komentar to "Arti Somasi"

Posting Komentar