Home » » Memasuki Rumah Orang Lain Tanpa Izin

Bila ada seseorang yang memasuki rumah kita tanpa izin atau memasuki rumah kita dengan merusak pintu sambil memaki dan akan menganiaya salah satu anggota keluarga, kemudian salah satu dari pemilik rumah tersebut melakukan perlawanan dengan memukul orang tersebut. Anggota keluarga yang karena pembelaan terpaksa memukul orang yang datang sambil memaki-maki itu tidak dapat dipidana karena adanya alasan penghapus pidana. Jadi, pada dasarnya pelaku pemukulan itu tidak dapat dipidana. Akan tetapi, adalah hak setiap orang jika ia ingin menuntut seseorang yang menurutnya melakukan penganiayaan (pemukulan) terhadapnya. Mengenai apakah orang yang dia adukan tersebut akan dihukum pidana atau tidak, itu bergantung pada putusan Hakim yang didasarkan pada bukti-bukti yang ada dan keyakinan Hakim.

Kemudian, orang tersebut dapat melaporkan kejadian pemukulan tersebut seminggu setelahya karena belum melewati daluwarsa penuntutan.

Berdasarkan keterangan-keterangan yang Anda berikan, ada beberapa kemungkinan tindak pidana yang terdapat di sini atas perbuatan-perbuatan:

1.    Memasuki Rumah (Jika) Tanpa Izin
Apabila orang tersebut memasuki rumah tersebut secara paksa, maka pelakunya dapat dikenakan ancaman pidana yang terdapat dalam Pasal 167 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”):

“Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lima sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini biasanya disebut “huisvredebreuk” yang berarti pelanggaran hak kebebasan rumah tangga.


Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah:

  1. Dengan melawan hak masuk dengan paksa ke dalam rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya;
  2. Dengan melawan hak berada di rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak.
R. Soesilo mengatakan “masuk begitu saja” belum berarti “masuk dengan paksa”. Yang artinya “masuk dengan paksa” ialah “masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih dahulu dari orang yang berhak”.

Pernyataan kehendak ini bisa terjadi dengan jalan rupa-rupa, misalnya: dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan tanda tulisan “dilarang masuk” atau tanda-tanda lain yang sama artinya dan dapat dimengerti oleh orang di daerah itu. Pintu pagar atau pintu rumah yang hanya ditutup begitu saja itu belum berarti bahwa orang tidak boleh masuk. Apabila pintu itu “dikunci” dengan kunci atau alat pengunci lain atau ditempel dengan tulisan “dilarang masuk”, maka barulah berarti bahwa orang tidak boleh masuk di tempat tersebut. Seorang penagih utang, penjual sayuran, pengemis dan lain-lain yang masuk ke dalam pekarangan atau rumah orang yang tidak memakai tanda “dilarang masuk” atau pintu yang dikunci itu belum berarti “masuk dengan paksa”, dan tidak dapat dihukum. Akan tetapi jika kemudian orang yang berhak lalu menuntut supaya mereka itu pergi, mereka harus segera meninggalkan tempat tersebut. Jika tuntutan itu diulangi sampai tiga kali tidak pula diindahkan, maka mereka itu sudah dapat dihukum.


Jadi jika kehendak awal dari si pemilik rumah adalah memperbolehkan si pemegang kunci masuk jika terjadi sesuatu dan tidak ada orang di rumah, maka selain dari hal tersebut, si pemegang kunci tidak berhak untuk masuk ke dalam rumah itu.



2.    Merusak Pintu
Pelaku perusak barang milik orang lain, dalam hal ini adalah seseorang yang merusak pintu dapat dikenakan ancaman pidana dalam Pasal 406 ayat (1) KUHP:

“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”


Unsur-unsur dari Pasal 406 ayat (1) KUHP, yaitu:
  1. Barangsiapa;
  2. Dengan sengaja dan melawan hukum;
  3. Melakukan perbuatan menghancurkan, merusakkan, membuat tidak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu;
  4. Barang tersebut seluruhnya atau sebagian adalah milik orang lain


Serupa dengan kasus yang Anda tanyakan, penjelasan selengkapnya tentang perusak barang orang lain dapat Anda simak dalam artikel Sanksi bagi Perusak Pagar Orang Lain.


3.    Memaki-maki
Tindakan memaki-maki dalam hukum pidana dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan yang terdapat dalam Pasal 315 KUHP, yang berbunyi:

“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Menurut R. Soesilo, untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan jalan “menuduh suatu perbuatan”, penghinaan yang dilakukan dengan “menuduh suatu perbuatan” termasuk pada delik penghinaan (lihat Pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (lihat Pasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan “anjing”, “bajingan” dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan. Penjelasan lebih lanjut soal tindak pidana ini dapat Anda simak dalam artikel Jika Dikatai 'Bangsat' di Depan Orang Banyak.


4.    Memukul Karena Membela Diri
Jika dalam keadaan terpaksa ia harus memukul karena membela dirinya maupun keluarganya, maka dalam hukum pidana, pelakunya tidak dapat dipidana karena adanya alasan penghapus pidana, yang dikenal dengan sebutan pembelaan terpaksa atau pembelaan darurat (noodweer).

Pembelaan Terpaksa (noodweer) dalam KUHP dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu noodweer (pembelaan terpaksa) dan noodweer-exces (pembelaan darurat yang melampaui batas) terdapat dalam Pasal 49 KUHP yang berbunyi:

(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.

(2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.

Andi Hamzah dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana (hal. 158) menjelaskan bahwa unsur-unsur suatu pembelaan terpaksa (noodweer) adalah:
  1. Pembelaan itu bersifat terpaksa.
  2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
  3. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu.
  4. Serangan itu melawan hukum


Kami asumsikan bahwa salah satu pemilik rumah yang Anda katakan adalah salah satu anggota keluarga juga dari yang dimaki-maki. Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda yang pertama, salah satu pemilik rumah yang pada saat itu melihat adanya ancaman serangan yang sangat dekat dan ia melakukan pemukulan karena terpaksa untuk membela dirinya maupun keluarganya, maka atas perbuatannya itu, ia tidak bisa dipidana. Penjelasan selengkapnya tentang pembelaan terpaksa dapat Anda simak dalam artikel Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Penghapus Pidana.

Selanjutnya kami akan menjawab pertanyaan Anda kedua soal apakah bisa jika orang yang datang sambil memaki-maki itu melaporkan anggota keluarga yang memukulnya karena pembelaan terpaksa kepada pihak berwajib seminggu setelah kejadian. Hal ini menyangkut daluwarsa penuntutan pidana yang telah diatur dalam Pasal 78 KUHP:

(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
  1. mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
  2. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
  3. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
  4. mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.


(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.

Seperti yang kami jelaskan di atas, anggota keluarga yang karena pembelaan terpaksa memukul orang yang datang sambil memaki-maki itu tidak dapat dipidana karena adanya alasan penghapus pidana. Jadi, pada dasarnya pelaku pemukulan itu tidak dapat dipidana. Akan tetapi, adalah hak setiap orang jika ia ingin menuntut seseorang yang menurutnya melakukan penganiayaan (pemukulan) terhadapnya. Mengenai apakah orang yang dia adukan tersebut akan dihukum pidana atau tidak, itu bergantung pada putusan Hakim yang didasarkan pada bukti-bukti yang ada dan keyakinan Hakim.

Jika orang tersebut akan menuntut atas dasar penganiayaan ringan misalnya, maka penuntutan pidana masih dapat dilakukan. Hal ini karena daluwarsa penuntutan untuk kejahatan yang ancaman pidananya itu denda atau pidana penjara paling lama tiga tahun adalah enam tahun sesudah peristiwa terjadi (ancaman pidana penganiayaan ringan adalah pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah berdasarkan Pasal 352 ayat (1) KUHP).Penjelasan selengkapnya soal penganiayaan ringan dapat Anda simak dalam artikel Memukul dengan Tangan Kosong, Termasuk Penganiayaan Ringan atau Berat?


Semoga bermanfaat.


Dasar hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Referensi:
1.    Andi Hamzah. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. PT Rineka Cipta: Jakarta.
2.    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.



[ Dijawab oleh : Letezia Tobing, S.H., M.Kn - Title : Hukum Masuk Rumah Orang Lain Tanpa Izin Sumber : Hukum Online ]

Tags:

0 komentar to "Memasuki Rumah Orang Lain Tanpa Izin"

Posting Komentar