Home » » Ketentuan Pidana dalam Persoalan Unlocking modem ( bisa semua kartu )

Unlocking modem dilakukan dengan cara mengubah/modifikasi firmware dari modem tersebut. Firmware, menurut berbagai sumber yang kami peroleh, adalah program yang ditanamkan ke dalam hardware yang bersifat tetap agar hardware tersebut dapat melaksanakan perintah-perintah tertentu. Firmware dapat dikatakan sebagai program komputer dan dilindungi oleh hak cipta.
 
Apabila suatu firmware sebagai suatu ciptaan dan terdapat sarana kontrol teknologi yang dibuat untuk mencegah seseorang mengubah cara kerja firmware tersebut (baik melalui proses instalasi firmware asing ataupun memodifikasi cara kerja firmware) dan/atau sarana kontrol teknologi tersebut dibuat menjadi tidak berfungsi, maka dapat dikatakan orang yang melakukannya telah melanggar UU Hak Cipta. Akan tetapi sanksi pidana atas pelanggaran ini hanya berlaku untuk penggunaan secara komersial.

Dilihat dari Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), agaknya sulit untuk mengatakan bahwa terdapat pelanggaran DTLST, karena yang dilanggar bukanlah mengenai kreasi tiga dimensinya.


Pertanyaan Anda :
Unlocking Modem, Tindak Pidana atau Bukan?
Saya ingin bertanya, akhir-akhir ini karena kebijakan PT Internux melakukan pembatasan paket dan kuota, banyak pengguna bolt yang melakukan unlock modem yang mereka beli. Sebagai reaksi menurut beberapa artikel berita, PT Internux akan mempidanakan pelaku unlocking. Pertanyaan saya: 1. Bukankah apa yang seseorang beli itu merupakan hak mereka? 2. Jika memang ilegal, dasarnya apa? Apa soal DTLST (saya tanya teman hukum saya, beliau bilang mungkin soal itu)? Saat saya baca-baca soal DTLST sepertinya tidak membahas soal firmware, apa saya salah baca? 3. Jika ilegal, apakah unlocking untuk diri sendiri juga tidak boleh atau hanya yang dijual?


Berdasarkan pertimbangan uraian pertanyaan Anda, kami hanya akan menjawab dengan fokus pendekatan pada aspek pidananya saja.
 
Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu kita pahami terlebih dahulu bagaimana mekanisme unlocking tersebut dilakukan. Suatu modem memiliki beberapa Hak Kekayaan Intelektual yang melekat di produk tersebut. Misalnya, “merek” Bolt akan dilindungi ketentuan mengenai Hak atas Merek, “desain produk” modem akan dilindungi ketentuan tentang Hak atas Desain Industri, “program komputer” yang ada di dalam produk tersebut dilindungi oleh Hak Cipta, dan seterusnya.


Sepanjang penelusuran kami, unlocking modem dilakukan dengan cara mengubah/modifikasi firmware dari modem tersebut. Firmware, menurut berbagai sumber yang kami peroleh, adalah program yang ditanamkan ke dalam hardware yang bersifat tetap agar hardware tersebut dapat melaksanakan perintah-perintah tertentu. Misalnya, lampu lalu lintas yang di dalamnya sudah ditanamkan firmware dapat menyala pada perhitungan waktu tertentu sesuai perintah dalam aplikasi firmware-nya.


Dengan pemahaman di atas, kami akan menjabarkan apakah firmware mendapatkan perlindungan dalam rezim Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”).

Firmware Sebagai Obyek HKI

Melihat pada Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UUHC”), salah satu diantara Ciptaan yang dilindungi adalah Program Komputer.[1] Program Komputer adalah seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu.[2]


Sayangnya, UUHC tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan “komputer". Oleh karenanya, kita merujuk pada Pasal 1 angka 14 Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang mendefinisikan Komputer sebagai alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.


Dengan pemahaman di atas, firmware dapat dikatakan sebagai program komputer karena firmware dapat dianggap sebagai instruksi yang disampaikan dengan tujuan agar suatu alat pemroses (komputer) dapat bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu. Oleh karenanya, dalam perspektif HAKI, firmware dapat dilindungi oleh rezim Hak Cipta sebagai suatu program komputer.


Perlu dicatat bahwa Hak Cipta merupakan salah satu rezim HAKI yang perlindungannya timbul tanpa memerlukan pendaftaran. Sehingga, apabila firmware yang bersangkutan belum didaftarkan, hal itu tidak akan mengurangi perlindungan hak cipta terhadapnya.


Dengan demikian firmware termasuk obyek Hak Cipta yang dilindungi Undang-Undang.

Ketentuan Pidana dalam UUHC

Dalam UUHC, ketentuan pidana yang dekat dengan pengubahan firmware dalam modem adalah Pasal 52 UUHC yang berbunyi :


Setiap Orang dilarang merusak, memusnahkan, menghilangkan, atau membuat tidak berfungsi sarana kontrol teknologi yang digunakan sebagai pelindung Ciptaan atau produk Hak Terkait serta pengaman Hak Cipta atau Hak Terkait, kecuali untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, serta sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, atau diperjanjikan lain.



Dalam Penjelasan Pasal 52, sarana kontrol teknologi dimaknai sebagai setiap teknologi, perangkat, atau komponen yang dirancang untuk mencegah atau membatasi tindakan yang tidak diizinkan oleh pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, dan/atau yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.


Melihat ketentuan di atas, apabila suatu firmware sebagai suatu ciptaan dan terdapat sarana kontrol teknologi yang dibuat untuk mencegah seseorang mengubah cara kerja firmware tersebut (baik melalui proses instalasi firmware asing ataupun memodifikasi cara kerja firmware) dan/atau sarana kontrol teknologi tersebut dibuat menjadi tidak berfungsi, maka dapat dikatakan orang yang melakukannya telah melanggar ketentuan Pasal 52 UUHC.


Dalam Pasal 112 UUHC disebutkan bahwa sanksi pidana terhadap pelanggaran ketentuan Pasal 52 berlaku untuk Penggunaan Secara Komersial. Penggunaan Secara Komersial diartikan sebagai pemanfaatan ciptaan dan/atau produk hak terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.[3] Oleh karenanya, kegiatan unlocking modem oleh individu untuk keperluan penggunaan sendiri seharusnya tidak dapat dikenai pasal ini.

Ketentuan Pidana dalam UU ITE

Persoalan unlocking modem juga bisa dianalisa dengan pendekatan aspek pidana dalam UU ITE. Dalam UU ITE terdapat beberapa ketentuan pidana terkait dengan permasalahan unlocking modem, antara lain:
  1. Pasal 33 – larangan untuk dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya;
  2. Pasal 30 ayat (3) – larangan untuk dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengaman;
  3. Pasal 36 – larangan melakukan, antara lain, kedua hal di atas apabila mengakibatkan kerugian terhadap orang lain.

Dengan mengacu pada beberapa pasal tersebut, pelaku unlocking modem dapat saja dianggap melakukan tindakan yang mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya (Pasal 33 UU ITE) atau pelaku unlocking telah menerobos sistem pengaman yang dirancang pada firmware bawaan modem tersebut (Pasal 30 ayat (3) UU ITE). Apabila perbuatan tersebut menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka dapat dianggap melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud Pasal 36 UU ITE.


Namun perlu dicatat bahwa dalam ketiga pasal tersebut terdapat unsur “tanpa hak” atau “melawan hukum”. Artinya, harus dibuktikan bahwa pelaku unlocking tersebut tidak memiliki hak atas perangkat modem tersebut. Hal ini dapat dilihat dari syarat dan ketentuan pembelian modem tersebut. Apabila kepemilikan atas perangkat tersebut beralih sepenuhnya karena jual beli, akan sulit mengatakan bahwa perbuatan unlocking modem memenuhi unsur tanpa hak atau melawan hukum sesuai UU ITE ini. Dengan kata lain, seperti yang Anda sampaikan, seharusnya “apa yang seseorang beli itu merupakan hak mereka”.

Mengenai DTLST

Dalam rezim Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (“DTLST”), berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (“UU 32/2000”), terdapat dua unsur, yakni Desain Tata Letak dan Sirkuit Terpadu.


Desain Tata Letak berarti:[4]

Kreasi berupa rancangan peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau semua interkoneksi dalam suatu Sirkuit Terpadu dan peletakan tiga dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan Sirkuit Terpadu.


Sirkuit Terpadu berarti:[5]

Suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi elektronik.
 
Artinya, rezim DTLST melindungi kreasi peletakan tiga dimensi untuk mempersiapkan pembuatan suatu sirkuit terpadu. Undang-Undang tersebut juga memberikan batasan dalam hal apa suatu desain dapat diberikan perlindungan, yakni desain tersebut haruslah orisinal.[6] Definisi orisinal adalah desain tersebut merupakan hasil karya mandiri Pendesain, dan pada saat DTLST tersebut dibuat tidak merupakan sesuatu yang umum bagi para pendesain.[7]

Melihat ketentuan tersebut di atas, kami pahami bahwa obyek yang dilindungi oleh rezim DTLST adalah kreasi tiga dimensi yang orisinal. Sementara dalam perbuatan unlocking, apabila asumsi kami benar bahwa yang dilakukan adalah penggantian/modifikasi firmware, agaknya sulit untuk mengatakan bahwa terdapat pelanggaran DTLST, karena yang dilanggar bukanlah mengenai kreasi tiga dimensinya.


Semoga bermanfaat


Dasar Hukum:
  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu;
  2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
  3. Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.



________________
[1] Pasal 40 UUHC

[2] Pasal 1 angka 9 UUHC

[3] Pasal 1 angka 24 UUHC

[4] Pasal 1 angka 2 UU 32/2000

[5] Pasal 1 angka 1 UU 32/2000

[6] Pasal 2 ayat (1) UU 32/2000

[7] Pasal 2 ayat (2) UU 32/2000



[] Dijawab oleh : Lia Alizia, S.H. dan Yanuar Pribadhie, S.H. - Title : Unlocking Modem, Tindak Pidana atau Bukan? - Sumber : Hukum Online ]

Tags:

0 komentar to "Ketentuan Pidana dalam Persoalan Unlocking modem ( bisa semua kartu )"

Posting Komentar